Adjektiva, atau kata keadaan (atau sering pula disebut kata sifat), merupakan elemen tak terpisahkan dari bahasa Indonesia yang menghidupkan kata-kata dengan nuansa dan kualitas. Kelas kata ini adalah pilar penting dalam membentuk deskripsi yang jelas dan menggambarkan dunia di sekitar kita. Memahami jenis-jenis adjektiva dalam bahasa Indonesia adalah kunci untuk memperkaya ekspresi dan komunikasi. Dari sifat fisik hingga keadaan emosional, adjektiva menawarkan kekayaannya tersendiri dalam mengartikulasikan pengalaman dan persepsi.
Dalam artikel ini, kita akan menggali kedalaman dan kompleksitas adjektiva dalam bahasa Indonesia. Akan dibahas jenis-jenis adjektiva, termasuk pemeri sifat, ukuran, warna, bentuk, waktu, jarak, sikap batin, dan cerapan. Tak hanya itu, dibahas pula peran adjektiva dalam struktur kalimat dan bagaimana kata sifat mempengaruhi artikulasi pesan. Dengan memahami esensi adjektiva, pemakai bahasa akan memiliki alat yang kuat untuk memperkaya kosakata dan menyampaikan makna dengan lebih tepat dan berwarna dalam setiap percakapan atau tulisan Anda.
Lalu, apa itu adjektiva? Adjektiva adalah kelas kata yang menyatakan keadaan yang berupa sifat atau kualitas. Adjektiva berfungsi atributif atau mampu menjadi pewatas nomina tanpa harus disisipi kata yang. Sebagian besar adjektiva dapat diimbuhi awalan ter– yang berarti ‘paling’ dan dapat menyatakan tingkat kualitas dengan menambahkan kata sangat, lebih, dan paling.
Jenis Adjektiva dalam Bahasa Indonesia secara Semantis
Secara semantis, adjektiva dapat digolongkan menjadi dua tipe pokok, yaitu adjektiva bertaraf dan adjektiva takbertaraf. Perbedaan antara kedua tipe tersebut terletak pada mungkin tidaknya adjektiva itu menyatakan berbagai tingkat kualitas atau tingkat perbandingan.
Adjektiva Bertaraf
Adjektiva bertaraf memiliki kemungkinan untuk diberi pewatas gradasi seperti sangat, agak, lebih, dan paling. Misalnya sangat lebar, agak kecil, lebih pendek, dan paling indah. Dengan demikian kata lebar, kecil, pendek, dan indah termasuk dalam adjektiva bertaraf.
Kata keadaan bertaraf dapat dibagi menjadi adjektiva (a) pemeri sifat, (b) ukuran, (c) warna, (d) bentuk, (e) waktu, (f) jarak, (g) sikap batin, dan (h) cerapan.
Adjektiva Pemeri Sifat
Adjektiva pemeri sifat dapat memerikan kualitas dan intensitas yang bercorak fisik dan mental. Misalnya, sehat, kaya, dan jahat.
Adjektiva Ukuran
Adjektiva ukuran mengacu pada kualitas yang dapat diukur dengan takaran yang sifatnya kuantitatif. Misalnya, besar, panjang, dan luas.
Adjektiva Warna
Adjektiva warna mengacu ke berbagai warna. Misalnya, merah, kuning, dan biru.
Adjektiva Bentuk
Adjektiva bentuk mengacu pada bentuk suatu benda, baik yang berdimensi dua maupun tiga. Misalnya, lonjong, cekung, dan cembung.
Adjektiva Waktu
Adjektiva waktu mengacu pada masa proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung sebagai pewatas. Misalnya, lama, lambat, dan larut.
Adjektiva Jarak
Adjektiva jarak mengacu pada ruang–baik fisik maupun sosial–antara dua benda, tempat, atau maujud sebagai pewatas nomina. Misalnya, jauh, rapat, dan akrab.
Adjektiva Sikap Batin
Adjektiva sikap batin bertalian dengan pengacuan suasana hati atau perasaan. Misalnya, bahagia, berani, dan rindu.
Adjektiva Cerapan
Adjektiva cerapan berkaitan dengan pancaindra. Misalnya, manis, kasar, dan wangi.
Adjektiva Takbertaraf
Adjektiva takbertaraf tidak memiliki kemungkinan untuk diberi pewatas gradasi layaknya adjektiva bertaraf. Oleh karena itu, adjektiva takbertaraf disebut juga adjektiva yang menyatakan kualitas mutlak. Misalnya, kekal, abadi, dan buntu.
Fungsi Sintaksis Adjektiva
Secara sintaksis, adjektiva memiliki fungsi utama atributif. Adjektiva menjadi pewatas dalam frasa nominal tanpa harus disisipi kata yang. Berikut contoh-contohnya.
(1) baju baru
(1a) baju yang baru
(2) rumah mewah
(2b) rumah yang mewah
Secara sintaksis, keberadaan kata yang pada contoh (1) dan (2) bersifat opsional. Namun, secara semantis, kata yang menjadi penegas bagi nomina yang diwatasi.
Sebagai pembanding, verba juga dapat menjadi pewatas dalam frasa nominal. Namun, antara nomina dengan verba sebagai pewatasnya umumnya dibutuhkan kata yang. Misalnya contoh-contoh berikut.
(3) baju yang dijahit
(3a) baju dijahit
(4) rumah yang dibangun
(4a) rumah dibangun
Apabila kata yang dihilangkan, konstruksi dalam contoh (3) dan (4) tidak lagi menjadi frasa, tetapi menjadi klausa atau kalimat karena verba dijahit dan dibangun pada contoh (3a) dan (4a) secara sintaksis menduduki fungsi predikat.
Selain itu, adjektiva juga berfungsi predikatif seperti halnya verba. Perbedaannya dengan verba, subjek dalam kalimat yang predikatnya berupa adjektiva merupakan nomina yang definit, sedangkan yang predikatnya berupa verba tidak harus demikian. Berikut contoh-contohnya.
(5) Mobil itu canggih.
(5a) mobil canggih
(6) Orang ini pintar.
(6a) orang pintar
Adjektiva canggih dan pintar pada contoh (5) dan (6) menduduki fungsi predikat. Subjek kalimatnya berupa nomina yang definit. Hal tersebut ditandai dengan adanya demonstrativa itu dan ini. Hilangnya penanda ketakrifan untuk nomina mobil dan orang pada contoh (5a) dan (5b) membuat konstruksi tersebut belum bisa dikatakan sebagai kalimat, tetapi hanya sebagai frasa.
Adjektiva juga berfungsi adverbial atau keterangan. Artinya adjektiva bisa menjadi pewatas bagi verba yang mengisi fungsi predikat. Berikut contoh-contohnya.
(7) Raka tegas menolak pencalonan dirinya.
(8) Dengan licik Bowo memanfaatkan situasi itu.
Bentuk-Bentuk Adjektiva
Secara morfologis, adjektiva dapat dibedakan menjadi adjektiva dasar dan adjektiva turunan. Adjektiva dasar adalah adjektiva monomorfemis, sedangkan adjektiva turunan adalah adjektiva polimorfemis. Contoh adjektiva dasar antara lain baik, kecil, dan hijau.
Adjektiva turunan dapat dibentuk dengan imbuhan se-, ter-, dan –em-, serta imbuhan-imbuhan serapan seperti –i, –iah, –wi, –if, –er, –al, dan –is. Misalnya, sehebat, teragung, gemetar, alami, jasmaniah, duniawi, agresif, komplementer, prosedural, dan birokratis.
Adjektiva turunan juga dapat dibentuk dengan cara pengulangan yang dapat digunakan dalam fungsi predikatif dan adverbial. Makna yang dihasilkan meliputi ‘kejamakan’, ‘keanekaan’, atau ‘keintensifan’. Misalnya contoh-contoh berikut.
(9) Mangga di kebunku besar-besar. (Menunjukkan makna ‘kejamakan’)
(10) Dinding di rumah Tono warna-warni. (Menunjukkan makna ‘keanekaan’)
(11) Dia segera pergi cepat-cepat. (Menunjukkan makna ‘keintensifan’)
Adjektiva turunan juga dapat dibentuk melalui pemajemukan. Kata majemuk yang dihasilkan berjenis kata majemuk koordinatif, kata majemuk subordinatif, kata majemuk berproleksem, dan idiom. Misalnya, gagah perkasa, cacat hukum, mahabesar, dan mabuk kekuasaan.
Adjektiva turunan juga dapat dibentuk melalui transposisi. Kategori kata yang dapat ditransposisikan menjadi adjektiva meliputi verba dan nomina. Misalnya, menarik, menggembirakan, terkenal, beruntung, pemalu, dan penyayang.
Nomina berimbuhan ke-an dapat diturunkan menjadi adjektiva dengan cara mengulang bentuk dasarnya. Misalnya, keibu-ibuan dan kebarat-baratan.
Penutup
Dengan pengetahuan yang mendalam tentang adjektiva dalam bahasa Indonesia, kita telah membuka pintu menuju ekspresi yang lebih kaya dan tajam. Kemampuan untuk memilih kata keadaan atau kata sifat yang tepat dapat membuat perbedaan besar dalam cara kita menggambarkan suatu situasi atau objek. Misalnya, dengan menggambarkan bunga sebagai “indah” atau “mengagumkan,” kita memberikan warna dan emosi pada deskripsi tersebut. Inilah daya magis adjektiva: mampu membawa kata-kata dan konsep ke tingkat berikutnya.
Tidak hanya itu, pemahaman yang mendalam tentang jenis-jenis adjektiva juga memengaruhi cara kita membaca dan mengartikulasikan teks dalam bahasa Indonesia. Kita akan lebih peka terhadap nuansa dan kualitas yang disampaikan oleh penulis. Sebuah deskripsi yang mendalam dan kaya akan menjadi alat yang berharga dalam mendekati karya sastra atau teks teknis. Dengan demikian, adjektiva bukan sekadar elemen bahasa, melainkan kunci untuk memahami dan menghargai keindahan dan kompleksitas komunikasi manusia melalui bahasa.
Terakhir, perlu diingat bahwa penggunaan adjektiva tidak hanya memengaruhi penulisan, tetapi juga berperan penting dalam berbicara dan berkomunikasi sehari-hari. Dengan memahami nuansa antara kata sifat yang berbeda, kita dapat mengungkapkan diri dengan lebih jelas, membuat cerita atau pembicaraan lebih hidup, dan memperkaya interaksi sosial kita.
Penulis: Sony Christian Sudarsono | Editor: Benedikta Haryanti | Gambar: Freepik