Prinsip kerja sama

Prinsip kerja sama mendukung salah satu fungsi bahasa, yaitu fungsi interpersonal. Artinya bahasa merupakan sarana untuk menciptakan relasi antara penutur dan mitra tutur. Dalam komunikasi yang baik, fungsi interpersonal tersebut diharapkan mengemban fungsi pemelihara kerja sama antara penutur dan mitra tutur. Oleh karena itu, tepatlah jika berbahasa merupakan aktivitas sosial.

Supaya kegiatan berbahasa berjalan lancar dan kooperatif, Grice (1975) merumuskan prinsip komunikasi yang bernama Prinsip Kerja Sama (Cooperative Principles, selanjutnya disebut PK) dengan empat maksim, yaitu maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim relevansi (maxim of relevance), dan maksim cara (maxim of manner). Secara berturut-turut keempatnya berkaitan dengan aspek jumlah informasi, kebenaran informasi, konteks informasi, dan cara menyampaikan informasi. Prinsip ini berorientasi pada kejelasan informasi agar dicapai kesepahaman dalam komunikasi yang wajar.

Maksim kuantitas menuntut pembicara memberikan informasi secukupnya seperti yang diminta mitra bicara.

(1)        A          : Siapa nama orang berbaju merah itu?

            B.1       : Sony.

            B.2       : Sony. Dia berasal dari Klaten dan pernah kuliah di sini.

            B.3       : Dia orang Klaten.

Jawaban B.1 pada contoh (1) di atas dapat dikatakan sesuai dengan maksim kuantitas karena informasi yang diberikan memadai, tidak kurang dan tidak lebih. Sementara itu, jawaban B.2 dan B.3 dapat disebut sebagai tuturan yang tidak sesuai dengan maksim kuantitas karena informasi yang diberikan B.2 melebihi dari yang diminta, sedangkan informasi B.3 justru tidak memadai.

Maksim kualitas menuntut pembicara memberikan informasi yang benar. Perhatikan contoh berikut.

(2)        A          : Di mana letak Universitas Sanata Dharma?

            B.1       : Di Yogyakarta.

            B.2       : Di Surakarta.

Jawaban B.1 pada contoh (2) di atas mematuhi maksim kualitas karena informasi yang diberikan benar adanya. Sementara itu, jawaban B.2 tidak sesuai dengan maksim kualitas karena memberikan informasi yang tidak benar.

Maksim relevansi menuntut pembicara memberikan informasi yang sesuai dengan konteks percakapan atau yang relevan.

            (3)        A          : Perutku keroncongan, nih. Lapar. Ada makanan nggak? Aku mau makan.

                        B.1       : Ada nasi dan sate di atas meja makan. Makan aja.

                        B.2       : Aku lebih suka dangdutan daripada keroncongan.

Jawaban B.1 dapat dikatakan mematuhi maksim relevansi karena memberikan informasi yang sesuai dengan konteks (Keroncongan = lapar. Oleh karena itu, silakan makan). Sementara itu, jawaban B.2 yang menghubungkan keroncongan dengan dangdutan dalam konteks lapar dapat dikatakan tidak sesuai dengan maksim relevansi.

Maksim cara menuntut pembicara memberikan informasi yang jelas dan tidak kabur.

            (4)        A.1       : Aku mau pergi ke pasar.

                        A.2       : Aku mau pergi ke sarpa.

Tuturan A.1 memiliki informasi yang jelas tentang tujuan penutur. Sementara itu, dalam tuturan A.2 tujuan penutur disamarkan dengan membalik susunan suku kata pasar menjadi sarpa. Tuturan A.1 dapat dikatakan mematuhi maksim cara.

Penulis: Sony Christian Sudarsono | Editor: Benedikta Haryanti | Gambar: Freepik

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *