Subjek, Selalu Ada dalam Kalimat Bersama dengan Predikat

Dilihat dari sudut pandang strukur, predikat memang merupakan inti dari sebuah kalimat. Namun, dipandang dari kacamata komunikasi, subjek adalah “sosok” yang dicari dan dikedepankan.

Tata urutan kata dalam kalimat bahasa Indonesia yang lazim dewasa ini menempatkan subjek sebagai urutan paling depan. Hanya dalam kasus tertentu saja, subjek didahului predikat yang akhirnya menghasilkan kalimat inversi. Hal ini menandakan, subjek merupakan unsur kalimat yang penting karena dalam teori ikonisitas kebahasaan, semakin penting suatu informasi dalam kalimat, letaknya semakin di depan.

Jika kalimat diibaratkan seperti tata surya dan predikat sebagai mataharinya, subjek merupakan planet yang selalu ada apa pun tipe predikatnya. Hubungan antara subjek dengan predikat sangat erat karena predikat merupakan unsur yang menjelaskan subjek dan subjek merupakan unsur yang membuat predikat menyatakan pikiran yang utuh.

Subjek dalam kalimat bahasa Indonesia lazimnya diisi oleh nomina. Makna yang dihasilkan adalah pelaku, alat, penyebab, pengalam, pengenal, dan terjumlah. Sementara itu, dalam struktur kalimat pasif, makna yang dihasilkan meliputi penderita, hasil, tempat, dan penerima. Perhatikan contoh-contoh berikut. Bagian yang digaris bawah adalah subjek.

(1)     Polisi menangkap penjahat.

(2)     Bus itu membawa penumpang ke Jakarta.

(3)     Puting beliung telah memorakporandakan desa.

(4)     Kakak sedang gembira.

(5)     Paman seorang dokter.

(6)     Ayamku lima.

(7)     Penjahat itu ditangkap polisi.

(8)     Candi itu dibangun selama semalam.

(9)     Para siswa diajari Pak Gatot cara menggambar wajah.

Kata polisi dalam kalimat (1) menduduki fungsi subjek yang menyatakan makna pelaku. Makna pelaku tercipta karena predikatnya berupa verba yang menyatakan tindakan. Sementara itu, kata bus dalam kalimat (2) menyatakan alat dan puting beliung dalam kalimat (3) menyatakan penyebab. Keduanya bukanlah pelaku sebagaimana polisi dalam kalimat (1), melainkan sesuatu yang menjadi alat dan penyebab dari tindakan yang dinyatakan dalam predikat.

Kata kakak dalam kalimat (4) menyatakan makna pengalam dan kata paman dalam kalimat (5) menyatakan makna pengenal. Sementara itu, kata ayamku dalam kalimat (6) menyatakan makna terjumlah. Makna pengalam dalam subjek muncul ketika predikatnya berupa verba keadaan atau adjektiva. Sementara itu, makna pengenal lahir ketika predikatnya berupa nomina dan makna terjumlah tercipta ketika predikatnya berupa numeralia.

Frasa penjahat itu dalam kalimat (7) menyatakan makna penderita. Sementara itu, frasa candi itu dalam kalimat (8) menyatakan makna hasil dan frasa para siswa dalam kalimat (9) menyatakan makna penerima. Ketiganya tercipta dalam kalimat pasif.

Subjek juga dapat diisi verba dan adjektiva yang dapat menyatakan makna tindakan dan keadaan. Perhatikan contoh berikut.

(10)      Merokok membunuhmu.

(11)      Malas merugikanmu.

Kasus di atas menurut buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia sebenarnya merupakan hasil dari pelesapan nomina. Bandingkan dua kalimat di atas dengan dua kalimat berikut.

(10a)    Tindakan merokok membunuhmu.

(11a)    Sifat malas merugikanmu.

Dapat disimpulkan kalimat (10a) dan (11a) merupakan versi lengkap dari kalimat (10) dan (11).

Penulis: Sony Christian Sudarsono | Editor: Benedikta Haryanti | Gambar: Freepik

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *