Pragmatik mengkaji penggunaan bahasa. Artinya, bahasa memiliki kegunaan/fungsi. Fungsi tersebut terwujud dalam tindak tutur.
Kajian pragmatik lahir setelah para ahli bahasa menyadari bahwa bahasa tidak hanya berfungsi sebagai sarana berkata-kata saja atau sekadar menyatakan sesuatu (saying).
Berbahasa ternyata juga sekaligus melakukan sesuatu (doing). Lebih dari itu, berbahasa juga memiliki daya pengaruh (affecting).
Oleh karena itu, lahirlah konsep tentang tindak tutur dalam pragmatik (speech acts), yaitu tindakan yang terlaksana dengan bertutur.
Berdasarkan ketiga hal yang dapat dilakukan dengan bahasa di atas, tindak tutur dalam pragmatik dapat dilihat menjadi tiga dimensi tindakan, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi (Austin, 1962).
Tindak Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi
Tindak lokusi adalah tindak menyatakan sesuatu. Adapun tindak lokusi merupakan dimensi pertama dari tindak tutur. Untuk dapat melakukan tindak lokusi, dibutuhkan alat ucap yang baik (jika tuturan tersebut diwujudkan dalam ragam lisan) atau kemampuan menulis (jika tuturan tersebut diwujudkan dalam tulisan).
Tindak ilokusi ialah tindak melakukan sesuatu. Tindak ilokusi merupakan dimensi kedua dari tindak tutur. Setiap penutur tidak hanya menghasilkan tuturan-tuturan yang terbentuk tanpa tujuan. Setiap penutur membentuk tuturan dengan beberapa fungsi di pikirannya. Dengan tujuan atau fungsi tersebut, tuturan dapat digunakan untuk melakukan sesuatu seperti menyuruh, berjanji, meminta maaf, dan membuka acara.
Tindak perlokusi adalah tindak memengaruhi orang lain. Tindak ilokusi merupakan dimensi ketiga dalam tindak tutur.
Setiap tuturan dihasilkan dengan tujuan yang diharapkan memiliki akibat tertentu. Sebuah tindak tutur mengumumkan mengharapkan dampak mitra tutur menjadi tahu akan isi pengumuman yang disampaikan.
Sementara itu, sebuah tindak tutur menyuruh mengharapkan dampak mitra tutur melakukan sesuatu sesuai dengan isi suruhan.
Sebuah tindak tutur berjanji mengharapkan dampak mitra tutur percaya akan isi janji. Hal itu disebut akibat perlokusi.
Jadi, tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi bukanlah jenis tindak tutur. Ketiganya merupakan dimensi dalam tindak tutur karena setiap tindak tutur terkandung ketiga dimensi tersebut.
Dari ketiga dimensi itu, tindak ilokusi merupakan ilokusi merupakan fokus kajian pragmatik karena dalam dimensi itulah substansi penggunaan bahasa berada, yaitu bahasa digunakan untuk tujuan tertentu (periksa Yule, 2006: 84).
Keabsahan Tindak Tutur
Austin (1962: 6) mengatakan bahwa tuturan yang digunakan untuk melakukan suatu tindakan disebut tuturan performatif. Sebaliknya, tuturan yang hanya digunakan untuk berkata-kata disebut tuturan konstatif.
Tuturan dikatakan performatif jika memenuhi syarat-syarat berikut. Pertama, tuturan dan situasi harus cocok. Misalnya, tuturan Dengan ini sidang dinyatakan dibuka dikatakan performatif jika dikatakan oleh orang yang memiliki wewenang membuka sidang seperti hakim dalam konteks persidangan peradilan.
Kedua, tindakan harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Penutur benar-benar serius dan sadar melakukan tindak tutur tersebut.
Ketiga, tindakan tersebut dilakukan dengan niat yang sungguh-sungguh. Penutur memiliki ketulusan hati untuk melakukan tindak tuturnya.
Jenis Tindak Tutur dalam Pragmatik
Tindak tutur dalam pragmatik juga dapat dibedakan menjadi lima berdasarkan tujuannya, yaitu tindak asertif, tindak direktif, tindak komisif, tindak ekspresif, dan tindak deklaratif (Searle, 1969).
Tindak tutur asertif berkaitan dengan tindakan menyatakan sesuatu. Adapun tindak tutur ini berkaitan dengan pengungkapan sebuah proposisi. Misalnya, berkata, mengomentari, mengabarkan, menjelaskan, dll.
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang mampu membuat penerima tutur melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Misalnya memerintah, melarang, menyarankan, menasihati, mengundang, dll.
Tindak tutur komisif merupakan tindak tutur yang membuat pembicara berkomitmen melakukan sesuatu. Misalnya, berjanji, bersumpah, berkaul, berikrar, bernazar, mengancam, menawari, menolak, dll.
Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur untuk mengungkapkan perasaan atau kondisi emosional pembicara terhadap suatu keadaan. Misalnya, berterima kasih, menghina, meminta maaf, mengucapkan salam, memuji, mengejek, mengutuk, mengecam, dll.
Tindak tutur deklaratif merupakan tindak tutur yang digunakan untuk mengubah suatu keadaan. Tindak tutur ini tidak bisa dilakukan sembarang orang. Dengan kata lain, hanya orang yang memiliki kewenangan saja yang bisa melakukan tindak tutur deklaratif. Misalnya, meresmikan, membuka dan menutup acara, menikahkan, memberi nama, menjatuhkan hukuman, dll.
Ada beberapa syarat suatu tindak deklaratif ini valid. Tindak tutur tersebut harus diucapkan dengan subjek orang pertama seperti saya atau aku. Verba dari tindak tutur tersebut berupa verba yang sedang dieksekusi seperti membaptis, menikahkan, meresmikan, dll. Penutur harus memiliki otoritas yang sesuai dengan isi deklarasi. Antara subjek dan predikat bisa disisipi ungkapan dengan ini. Rumusan tuturan biasanya sudah beku. Ada pula tindak tutur deklaratif yang dibarengi dengan tindak fisik tertentu, misalnya memotong pita, memukul gong, atau mengetuk meja dengan palu.
Leech (1993) menambahkan satu jenis tindak tutur lagi, yaitu tindak tutur rogatif. Tindak tutur rogatif adalah tindak tutur yang digunakan untuk bertanya.
Ahli lain memasukkan tindak tutur ini ke dalam tindak tutur direktif karena pada dasarnya bertanya merupakan tindakan meminta jawaban. Selain itu, modus interogatif juga sering digunakan untuk menyuruh secara tidak langsung.
Namun, Leech memilih membedakan tindak tutur rogatif dengan direktif untuk mewadahi ilokusi bermodus interogatif, seperti mempertanyakan, mempersoalkan, dan menyangsikan.
Tindak Tutur Langsung-Tidak Langsung & Literal-Tidak Literal
Tindak tutur dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan kesesuaian antara bentuk dan modus, yaitu tindak tutur langsung dan tidak langsung.
Ada tiga bentuk, yaitu kalimat berita, kalimat tanya dan kalimat perintah. Sementara itu, ada tiga jenis modus, yaitu menyatakan, bertanya, dan memerintah.
Tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang bentuknya sesuai dengan modusnya. Sementara itu, tindak tutur tidak langsung adalah tindak tutur yang bentuknya tidak sesuai dengan modusnya (Wijana, 1996).
Tindak tutur juga dapat dibagi menjadi dua berdasarkan kesesuaian antara makna tersurat dengan makna tersirat, yaitu tindak tutur literal dan tidak literal.
Pertama, tindak tutur yang isi tersuratnya sesuai dengan realitas yang diacu merupakan tindak tutur literal.
Sementara itu, tindak tutur yang isi tersuratnya tidak sesuai dengan realitas yang diacu atau ada hal yang tersirat di balik yang tersurat itu disebut tindak tutur tidak literal (Wijana, 1996).
Irisan Tindak Tutur Langsung-Tidak Langsung dengan Tindak Tutur Literal-Tidak Literal
Kedua jenis tindak tutur di atas menghasilkan irisan yang menghasilkan empat tipe tindak tutur, yaitu tindak tutur langsung-literal, tindak tutur langsung-tidak literal, tindak tutur tidak langsung-literal, dan tindak tutur tindak langsung-tidak literal (Wijana, 1996).
Tindak tutur langsung literal adalah tindak tutur yang tuturannya memiliki modus dan makna yang sama dengan maksud pengutaraannya.
Konteks : Surti memang gadis yang cantik dan memesona. Banyak lelaki yang suka dengan dirinya. Paijo pun berkata kepada temannya.
Tuturan : Surti benar-benar cantik.
Tuturan di atas berupa kalimat berita yang memang memiliki modus menginformasikan sesuatu kepada mitra bicara. Maksud tuturannya pun sama dengan makna yang tersurat dalam tuturan. Oleh karena itu, tuturan di atas termasuk jenis tuturan langsung literal.
Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang tuturannya memiliki modus yang berbeda dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kalimatnya sesuai dengan realitas yang diacu.
Konteks : Lantai teras rumah sedang kotor, sementara itu ART di rumah justru asyik nonton televisi. Majikan pun berkata kepada ART tersebut supaya dia membersihkan lantai.
Tuturan : Lantainya kotor.
Tuturan di atas berupa kalimat berita namun memiliki modus memerintah mitra bicara supaya melakukan sesuatu. Makna tuturan sama dengan realitas yang diacu. Oleh karena itu, tuturan di atas termasuk jenis tuturan tidak langsung literal.
Tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang tuturannya memiliki modus yang sesuai dengan tujuannya namun ada makna tersirat di balik tuturan yang tersurat.
Konteks : Paijo minta izin ke ibunya untuk bermain bersama teman-temannya. Tetapi ibunya tidak mengizinkan dengan mengatakan tuturan ini
Tuturan : Maeen terooss saja ya, Nak!
Tuturan di atas bermodus perintah dan memang digunakan untuk memerintah. Namun, makna tuturan yang tersurat tidak sama dengan makna yang tersirat. Oleh karena itu, tuturan di atas termasuk jenis tuturan langsung tidak literal.
Tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang tuturannya memiliki modus yang tidak sesuai dengan tujuannya dan ada makna tersirat di balik tuturan yang tersurat.
Konteks : Ibu masuk ke kamar Paijo dan melihat kamarnya sangat berantakan. Ibu menyuruh Paijo merapikan kamar dengan mengatakan tuturan berikut.
Tuturan : Kamarnya rapi sekali.
Tuturan di atas bermodus berita tetapi bertujuan untuk memerintah. Di sisi lain, makna tuturan yang tersurat tidak sama dengan makna yg tersirat. Oleh karena itu, tuturan di atas termasuk jenis tuturan tidak langsung tidak literal.
Jenis Tindak Tutur Berdasarkan Tingkat Kesopanan
Leech (1993) juga membedakan jenis-jenis ilokusi berdasarkan kesesuaian tuturan dengan tujuan sosial. Jenis-jenis tersebut ada empat, yaitu tindak tutur konvivial, tindak tutur kompetitif, tindak tutur kolaboratif, dan tindak tutur konfliktif.
Tindak tutur konvivial adalah tindak tutur yang sejalan dengan tujuan sosial. Kesopanannya bersifat positif. Misalnya, menawarkan, mengajak, mengundang, menyapa, berterima kasih, mengucapkan selamat.
Tindak tutur kompetitif adalah tindak tutur yang bersaing dengan tujuan sosial. Kesopanannya bersifat negatif. Misalnya, memerintah, meminta, dan menuntut.
Tindak tutur kolaboratif adalah tindak tutur yang tidak menghiraukan tujuan sosial. Kesopanannya bersifat netral. Misalnya, memberi tahu, mengumumkan, menginformasikan, dll.
Tindak tutur konfliktif adalah tindak tutur yang bertentangan dengan tujuan sosial. Tidak ada unsur kesopanan sama sekali. Misalnya, mengancam, mengecam, menuduh, menyumpahi, dan memarahi.
Penulis: Sony Christian Sudarsono | Editor: Benedikta Haryanti | Gambar: Freepik