struktur wacana berita

Pernahkah kita merasa bingung mengapa dua berita tentang kenaikan harga BBM bisa menimbulkan kesan yang sangat berbeda? Satu media menulis bahwa “pemerintah menaikkan harga BBM demi menyelamatkan ekonomi nasional”, sementara media lain menulis bahwa “kenaikan harga BBM makin menyulitkan rakyat kecil”. Padahal faktanya sama, hanya cara penulisannya yang berbeda.

Inilah yang menjadi fokus analisis wacana berita menurut Teun A. van Dijk, seorang ahli linguistik asal Belanda yang dikenal sebagai salah satu pelopor Analisis Wacana Kritis (AWK). Van Dijk menjelaskan bahwa setiap teks berita memiliki tiga lapisan makna yang saling berkaitan, yaitu makrostruktur, superstruktur, dan mikrostruktur.

Melalui tiga lapisan ini, kita dapat memahami bagaimana media membingkai realitas sosial dan bagaimana bahasa menjadi alat ideologi serta kekuasaan.

Artikel ini akan mengantar kita mengenali ketiga struktur tersebut dengan contoh konkret dari pemberitaan kenaikan harga BBM, sehingga kita bisa membaca teks media secara lebih kritis dan tidak mudah terpengaruh oleh bingkai bahasa yang tersembunyi di baliknya. 

Tiga Lapis Struktur Wacana Berita

Dalam analisis wacana berita, Van Dijk mengidentifikasi tiga elemen utama, yaitu makrostruktur, superstruktur, dan mikrostruktur.

  1. Makrostruktur adalah makna global dari teks yang berfokus pada tema atau topik utama. Topik ini menggambarkan sikap produsen teks terhadap isu yang dibahas.
  2. Superstruktur merupakan skema atau kerangka teks yang mengatur subtopik dan penempatan informasi. Pada teks berita, superstruktur mencakup ringkasan atau summary (judul dan lead) serta cerita atau story yang terdiri dari situasi (latar dan episode) dan komentar (reaksi verbal dan kesimpulan).
  3. Mikrostruktur ialah aspek kebahasaan kecil seperti kalimat, klausa, frasa, hingga gaya bahasa, yang menggambarkan posisi atau opini produsen teks terhadap topik.

Misalnya, dalam teks berita yang mendukung kenaikan harga BBM, superstruktur mungkin menonjolkan alasan logis di awal teks, sementara kontra pendapat ditempatkan di bagian akhir atau tidak disebutkan sama sekali. Struktur mikro dapat menampilkan frasa seperti “penyesuaian harga” untuk memperhalus narasi.

Melalui analisis ini, model kognisi sosial Van Dijk membantu kita memahami cara teks menyampaikan ideologi dan pengaruh sosial yang dibawa produsen teks, sehingga kita dapat memahami dan menilai keberpihakan teks dengan lebih kritis.

Makrostruktur Wacana Berita

Makrostruktur adalah makna global atau tema utama dari suatu teks. Dalam konteks berita, makrostruktur merupakan topik atau tema yang ingin disampaikan oleh produsen teks, biasanya merefleksikan sikap, pandangan, atau posisi mereka terhadap isu yang diangkat.

Misalkan ada berita tentang kenaikan harga BBM. Jika berita tersebut ditulis oleh media yang mendukung kebijakan pemerintah, tema utama yang dibangun dalam teks mungkin “kenaikan harga BBM untuk kestabilan ekonomi.” Dalam berita ini, makrostruktur berfokus pada narasi bahwa kebijakan kenaikan harga BBM adalah langkah strategis untuk menjaga perekonomian dan mengurangi beban subsidi pemerintah.

Sebaliknya, jika berita tersebut dibuat oleh media yang cenderung kritis terhadap kebijakan pemerintah, makrostrukturnya mungkin bertema “kenaikan harga BBM membebani rakyat kecil.” Tema ini mengarahkan pembaca untuk melihat kenaikan harga sebagai kebijakan yang merugikan masyarakat, terutama bagi golongan bawah.

Menemukan Makrostruktur dengan Macrorules

Ketika kita membaca sebuah teks berita, sering kali kita tidak menyadari bahwa otak kita sedang melakukan proses penyaringan informasi yang kompleks. Kita tidak mengingat setiap kalimat atau detail, tetapi hanya inti makna atau tema besarnya.

Dalam teori analisis wacana yang dikembangkan oleh Teun A. van Dijk, proses penyaringan makna ini disebut sebagai pembentukan makrostruktur, yakni upaya memahami makna global dari sebuah teks melalui serangkaian aturan berpikir yang disebut macrorules.

Macrorules adalah seperangkat aturan kognitif yang membantu pembaca atau peneliti wacana untuk menyaring, merangkum, dan mengonstruksi makna dari teks yang panjang dan kompleks menjadi satu gagasan utama yang lebih sederhana, tetapi tetap mewakili keseluruhan isi teks.

Van Dijk (1980, 1983) menjelaskan bahwa ada tiga jenis aturan makro atau macrorules yang bekerja secara berurutan, yaitu penghapusan (deletion), generalisasi (generalization), dan konstruksi (construction). Ketiganya tidak hanya menjelaskan bagaimana pembaca memahami teks, tetapi juga bagaimana penulis dan media membentuk makna sosial tertentu melalui seleksi informasi.

1. Penghapusan (Deletion)

Tahap pertama dalam proses makrostruktur adalah menghapus informasi yang tidak pokok dengan tema utama teks.Dalam sebuah berita, tidak semua kalimat memiliki nilai semantik yang sama. Beberapa kalimat hanya berfungsi sebagai pelengkap, seperti keterangan waktu, nama narasumber, atau rincian teknis yang tidak berpengaruh terhadap pemahaman utama.

Melalui aturan penghapusan, pembaca secara mental menyisihkan bagian-bagian teks yang tidak diperlukan untuk membangun pemahaman global. Misalnya, ketika membaca berita tentang kenaikan harga BBM, pembaca tidak perlu mengingat siapa saja menteri yang hadir dalam konferensi pers. Yang penting adalah apa yang terjadi (kenaikan BBM) dan mengapa itu dilakukan (alasan subsidi tidak efisien).

Misalnya, dari kalimat “Presiden Jokowi didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri ESDM Arifin Tasrif mengumumkan kenaikan harga BBM pada Sabtu siang,” pembaca secara otomatis menghapus detail tentang siapa yang mendampingi dan kapan konferensi dilakukan, lalu menyimpan hanya inti informasinya: “Presiden Jokowi mengumumkan kenaikan harga BBM.”

Dengan cara ini, penghapusan membantu kita menghindari kelebihan informasi dan berfokus pada isi tematik yang utama atau pokok.

2. Generalisasi (Generalization)

Setelah informasi yang tidak pokok dihapus, langkah berikutnya adalah menggeneralisasi sejumlah proposisi spesifik menjadi satu proposisi yang lebih umum.

Aturan generalisasi bekerja seperti proses “merangkum”. Kita menemukan kesamaan makna dari beberapa kalimat lalu menaikkannya ke tingkat yang lebih abstrak. Dengan kata lain, kita menggantikan beberapa proposisi spesifik dengan satu proposisi umum yang bisa mewakili semuanya.

Misalnya, teks berita berisi tiga kalimat berikut:

  1. Subsidi BBM membengkak tiga kali lipat.
  2. Sebagian besar subsidi dinikmati oleh masyarakat mampu.
  3. Pemerintah ingin agar subsidi lebih tepat sasaran.

Ketiga kalimat tersebut dapat digabung menjadi satu proposisi umum, yaitu “Subsidi BBM dinilai tidak efisien dan tidak tepat sasaran.”

Proses ini menunjukkan bahwa generalisasi membantu pembaca menyusun konsep yang lebih luas dari berbagai detail yang tampak terpisah. Dalam konteks analisis wacana, langkah ini penting untuk melihat pola ideologis dalam teks. 

Media, misalnya, bisa memilih generalisasi tertentu yang menguntungkan kelompok tertentu, misalnya dengan merangkum berbagai masalah menjadi satu penilaian: “pemerintah bekerja demi keadilan sosial.”

3. Konstruksi (Construction)

Tahap terakhir dalam pembentukan makrostruktur adalah konstruksi, yaitu menyusun proposisi baru yang mewakili keseluruhan isi teks setelah penghapusan dan generalisasi dilakukan.

Jika penghapusan berfungsi menyaring dan generalisasi berfungsi menyatukan, konstruksi berfungsi menyintesis.

Pada tahap ini, pembaca menciptakan makna baru yang lebih ringkas dan representatif berupa sebuah kalimat yang menggambarkan seluruh isi teks dalam bentuk tema global. Makna baru ini tidak selalu ada secara eksplisit dalam teks, tetapi merupakan hasil dari penalaran dan pemaknaan pembaca.

Sebagai contoh, setelah melalui dua tahap sebelumnya, kita memiliki dua proposisi utama:
(1) Pemerintah menaikkan harga BBM.
(2) Kenaikan dilakukan karena subsidi tidak efisien dan membebani APBN.

Oleh karena itu, dengan konstruksi, keduanya dapat digabung menjadi:
“Pemerintah menaikkan harga BBM sebagai langkah terakhir untuk memperbaiki sistem subsidi agar lebih adil dan tepat sasaran.”

Inilah yang disebut makrostruktur atau representasi makna global teks yang muncul dari interaksi antara informasi linguistik dan proses kognitif pembaca.

Macrorules dan Pembentukan Ideologi dalam Teks

Ketiga aturan makro ini bukan sekadar proses mental netral, tetapi juga dapat menjadi alat ideologis dalam produksi wacana. Media, misalnya, bisa sengaja menerapkan “penghapusan” terhadap informasi yang merugikan citra pemerintah, “menggeneralisasi” fakta-fakta yang mendukungnya, lalu “mengonstruksi” makna besar bahwa kebijakan kenaikan harga BBM adalah tindakan moral dan rasional.

Dengan demikian, memahami macrorules membantu kita tidak hanya melihat bagaimana makna diringkas, tetapi juga menyadari bagaimana ringkasan itu bisa membentuk cara berpikir masyarakat.

Macrorules menggambarkan bagaimana makna lokal diubah menjadi makna global dalam teks wacana. Proses ini ibarat lensa kamera yang memfokuskan pandangan: dari detail-detail kecil menuju satu panorama besar yang utuh.

Dalam konteks Analisis Wacana Kritis (AWK), memahami macrorules berarti memahami bagaimana bahasa dan pikiran bekerja sama untuk membangun ideologi, baik secara sadar oleh penulis maupun secara tidak sadar oleh pembaca.

Dengan kata lain, macrorules adalah jembatan antara teks, pikiran, dan kekuasaan.

Superstruktur Wacana Berita

Superstruktur adalah skema atau kerangka penyajian teks yang mengatur bagaimana informasi di dalam teks disusun, mulai dari penempatan topik utama, subtopik, hingga rincian lain. Pada teks berita, superstruktur biasanya terdiri atas ringkasan (summary) dan cerita (story).

Ringkasan (summary) biasanya mencakup judul (headline) dan teras berita (lead). Judul dan teras bertujuan untuk menarik perhatian pembaca dan memberi gambaran singkat mengenai topik yang akan dibahas.

Cerita (story) menyajikan informasi secara rinci. Elemen cerita ini biasanya dibagi menjadi situasi (situation) dan komentar (comments). Situasi menjelaskan konteks dan latar belakang dari berita. Komentar berisi opini atau pernyataan pihak-pihak terkait yang memperkuat pesan dalam teks, sering kali mencakup kutipan atau reaksi dari tokoh tertentu.

Pada contoh berita tentang kenaikan harga BBM, judulnya mungkin berbunyi “Kenaikan Harga BBM Diperlukan untuk Menjaga Stabilitas Ekonomi.” Teras berita menegaskan bahwa pemerintah melihat kebijakan ini sebagai langkah penting untuk menekan beban subsidi.

Di bagian cerita, situasi bisa memuat informasi tentang dampak kenaikan harga BBM terhadap anggaran negara dan kebutuhan subsidi. Selanjutnya, komentar dapat berisi kutipan dari pejabat pemerintah yang mendukung kebijakan ini. Misalnya, “Kebijakan ini penting untuk menjaga keseimbangan ekonomi dalam jangka panjang,” ujar Menteri Keuangan.

Jika berita bersikap kritis, superstruktur mungkin diatur berbeda. Judulnya bisa berbunyi “Kenaikan Harga BBM: Beban Baru bagi Masyarakat Kecil”. Teras berita mungkin menekankan pada dampak negatif dari kenaikan harga, seperti meningkatnya biaya hidup bagi masyarakat. Di bagian cerita, situasi menyoroti bagaimana kenaikan harga BBM berdampak pada harga kebutuhan pokok, sementara komentar mungkin menyertakan kutipan dari aktivis yang menyatakan bahwa “Kebijakan ini tidak berpihak pada rakyat kecil.”

1. Ringkasan (Summary): Judul dan Teras Berita

Ringkasan (summary) adalah elemen pembuka dalam teks berita yang bertujuan untuk menyampaikan inti informasi atau tema utama secara singkat dan padat. Ada dua komponen utama dalam ringkasan, yaitu judul (headline) dan lead (teras berita). Setiap komponen memiliki peran khusus dalam menarik perhatian pembaca dan membangun ekspektasi awal tentang isi berita.

Fungsi ringkasan antara lain sebagai berikut.

  1. Menarik Perhatian Pembaca
    Judul dan teras yang kuat membantu menarik perhatian pembaca dan mengarahkan mereka untuk tertarik membaca keseluruhan berita. Judul yang tajam dan menarik perhatian mempengaruhi tingkat klik dan keterbacaan berita, terutama dalam konteks media daring.
  2. Menanamkan Sudut Pandang Sejak Awal
    Dengan menyusun judul dan teras secara strategis, produsen teks dapat membentuk pemahaman awal dan emosi pembaca terhadap topik yang dibahas. Hal ini penting karena pembaca cenderung membangun opini berdasarkan informasi pertama yang mereka terima, dan ringkasan berita sering kali menjadi penentu pandangan mereka terhadap topik tersebut.
  3. Memperkuat Tema atau Ideologi
    Dalam berita yang memiliki kepentingan atau ideologi tertentu, ringkasan berfungsi untuk menekankan atau memperkuat pesan yang ingin disampaikan. Misalnya, dalam berita kenaikan harga BBM, media pro-pemerintah mungkin menonjolkan manfaat ekonomi dan stabilitas, sementara media kritis akan fokus pada dampak negatif bagi rakyat kecil.

Ringkasan dalam superstruktur berita berperan penting dalam membingkai informasi dan membentuk persepsi awal pembaca terhadap peristiwa yang dilaporkan. Melalui pemilihan kata, gaya bahasa, dan fokus informasi, produsen teks memiliki kendali untuk membentuk pandangan pembaca sejak awal. 

Analisis ringkasan ini memungkinkan kita untuk melihat bagaimana teks dibentuk tidak hanya untuk menyampaikan fakta, tetapi juga untuk mengarahkan interpretasi dan opini pembaca secara halus namun efektif.

a. Judul (Headline)

Judul merupakan elemen paling menonjol dan menjadi bagian pertama yang dilihat pembaca. Biasanya, judul singkat, namun harus efektif dalam menyampaikan gagasan utama atau sudut pandang berita. 

Dalam analisis wacana kritis, judul tidak hanya sekadar menyampaikan informasi, tetapi juga sering kali dimanfaatkan untuk menanamkan perspektif atau opini tertentu. Pemilihan kata dan gaya bahasa dalam judul sangat memengaruhi persepsi awal pembaca.

Sebagai contoh, judul “Kenaikan Harga BBM Diperlukan untuk Menjaga Stabilitas Ekonomi” menyiratkan bahwa kenaikan harga BBM adalah suatu langkah yang positif dan diperlukan untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu kestabilan ekonomi. 

Penggunaan kata diperlukan mengesankan urgensi dan kepentingan langkah tersebut, seolah-olah tidak ada pilihan lain yang lebih baik.

Sebaliknya, judul “BBM Naik, Beban Hidup Masyarakat Semakin Berat” memberikan kesan yang negatif tentang kenaikan harga BBM, dengan fokus pada dampak langsung terhadap masyarakat. 

Kata-kata seperti beban hidup dan semakin berat memberikan kesan bahwa kebijakan ini akan memperburuk kondisi rakyat, sehingga pembaca lebih mungkin bersimpati pada masyarakat yang terkena dampaknya.

Dengan pemilihan kata dalam judul, produsen teks dapat mengarahkan perhatian dan emosi pembaca terhadap isu yang diberitakan, baik itu positif, negatif, atau netral.

b. Teras Berita (Lead)

Teras berita adalah paragraf pembuka setelah judul yang berfungsi untuk memberikan gambaran lebih jelas mengenai peristiwa yang diberitakan. Bagian ini juga berperan sebagai pengantar yang menegaskan atau menjelaskan tema utama yang disampaikan dalam judul. 

Teras yang baik biasanya menjawab unsur-unsur dasar berita—apa, siapa, di mana, kapan, mengapa, dan bagaimana—secara singkat namun informatif.

Dalam analisis wacana, teras juga sering dimanfaatkan untuk menanamkan sudut pandang tertentu. Dengan memuat informasi atau elemen yang diprioritaskan, produsen teks dapat mengarahkan pembaca pada perspektif spesifik sejak awal.

Sebagai contoh, bandingkan dua teras di bawah ini.

  • “Pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM sebagai langkah strategis untuk mengurangi beban subsidi yang terus meningkat dan menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah fluktuasi harga minyak dunia.
  • “Kenaikan harga BBM yang diumumkan pemerintah dinilai akan semakin memberatkan rakyat kecil yang sudah terbebani oleh tingginya biaya hidup, menurut beberapa kelompok masyarakat dan pakar ekonomi.”

Teras yang pertama menegaskan bahwa kenaikan harga BBM adalah langkah yang strategis dan diperlukan untuk kepentingan nasional. Alasan yang diberikan adalah beban subsidi dan fluktuasi harga minyak, yang menciptakan narasi bahwa kenaikan harga adalah solusi untuk masalah ekonomi yang lebih besar.

Sementara itu, lead kedua langsung mengarahkan pembaca pada sudut pandang bahwa kebijakan ini berdampak negatif pada masyarakat. Kata-kata seperti memberatkan rakyat kecil dan tingginya biaya hidup memunculkan kesan bahwa kebijakan tersebut tidak berpihak pada rakyat, khususnya golongan ekonomi lemah.

2. Cerita (Story)

Cerita adalah bagian dari teks yang menyajikan informasi secara lebih mendalam setelah ringkasan. Elemen cerita ini mencakup situasi (situation) dan komentar (comments), yang masing-masing memiliki fungsinya sendiri dalam menyampaikan informasi dan opini dalam teks.

a. Situasi (Situation)

Situasi menggambarkan konteks dasar dari peristiwa yang diberitakan. Pada elemen ini, penulis atau produsen teks memberikan informasi faktual yang membantu pembaca memahami latar belakang peristiwa. 

Situasi ini mencakup dua bagian utama, yaitu episode (episode) dan latar (background).

i. Episode

Episode adalah penjabaran dari rangkaian kejadian atau urutan peristiwa utama yang menjadi inti dari berita. Bagian ini biasanya mengandung fakta yang menjelaskan apa yang terjadi, di mana, kapan, dan siapa yang terlibat

Episode membantu pembaca memahami perkembangan kronologis atau alur dari kejadian yang dilaporkan, membentuk kerangka narasi utama dari berita.

Dalam berita tentang kenaikan harga BBM, episode bisa mencakup informasi bahwa pemerintah telah mengumumkan kenaikan harga bahan bakar mulai tanggal tertentu, yang berdampak pada harga kebutuhan pokok. 

Episode ini bisa merinci waktu pengumuman, respons awal masyarakat, dan kronologi kebijakan yang diambil pemerintah.

ii. Latar (Background)

Latar, atau background, memberikan konteks tambahan yang melampaui kejadian langsung dari episode. Bagian ini mencakup informasi pendukung seperti alasan kebijakan, situasi ekonomi saat itu, dan sejarah atau data relevan yang membantu memperjelas mengapa peristiwa tersebut terjadi. 

Latar dapat mencakup informasi yang bersifat umum atau lebih luas, yang tidak langsung terlihat dalam kejadian utama tetapi membantu pembaca memahami kerangka besar atau penyebab peristiwa tersebut.

Sebagai contoh, bandingkan tiga potongan berita berikut.

Tanpa latarPemerintah memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi.
Dengan latar (1)Pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi. Kenaikan harga BBM kali ini dianggap sebagai langkah yang diperlukan untuk menekan beban subsidi yang terus meningkat. Pemerintah menyatakan bahwa anggaran subsidi BBM telah mencapai titik kritis dan berisiko mengganggu program prioritas lainnya, seperti kesehatan dan pendidikan. Selain itu, harga minyak dunia yang tidak stabil mendorong pemerintah untuk mengambil kebijakan ini demi menjaga kesehatan fiskal negara. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap subsidi dan memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global.
Penjelasan dengan latar (1)Pada teks ini, latar yang diberikan adalah alasan ekonomi di balik kebijakan kenaikan harga BBM, yaitu untuk menjaga stabilitas fiskal dan mengurangi ketergantungan terhadap subsidi. Latar ini bertujuan mengarahkan pembaca untuk melihat kebijakan tersebut sebagai keputusan strategis dan penting bagi perekonomian nasional.
Dengan latar (2)Pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi. Kenaikan harga BBM dikhawatirkan akan semakin menambah beban masyarakat kecil yang sudah terbebani dengan naiknya harga kebutuhan pokok. Kelompok buruh dan mahasiswa memprotes kebijakan ini, menyebutkan bahwa kenaikan harga hanya akan memperdalam kesenjangan antara rakyat kecil dan kelompok elit yang lebih mampu. Selain itu, kenaikan ini diprediksi akan memicu kenaikan harga barang dan jasa lainnya, menambah tekanan pada ekonomi rumah tangga di seluruh negeri. “Mengapa harus rakyat kecil yang terus-menerus dikorbankan?” ujar salah satu aktivis yang menolak kebijakan tersebut.
Penjelasan dengan latar (2)Latar dalam teks ini menyoroti dampak negatif dari kebijakan kenaikan harga BBM terhadap masyarakat kecil dan kemungkinan peningkatan harga-harga lain sebagai konsekuensi langsung. Latar ini mengarahkan pembaca untuk mengkritisi kebijakan tersebut sebagai keputusan yang merugikan rakyat kecil dan mencerminkan ketidakadilan.

b. Komentar (Comments)

Setelah situasi dipaparkan, bagian komentar menyajikan reaksi atau pendapat dari pihak-pihak yang terlibat atau memiliki kepentingan terkait peristiwa tersebut. Komentar bisa berasal dari kutipan langsung tokoh atau pejabat, pendapat ahli, atau bahkan opini jurnalis sendiri. 

Bagian ini sering berfungsi untuk memberikan perspektif atau penilaian terhadap peristiwa dan sering kali membantu membentuk sikap pembaca terhadap isu tersebut.

Dalam berita kenaikan harga BBM, komentar mungkin menyertakan kutipan dari Menteri Keuangan yang menyatakan bahwa “Langkah ini diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi.” Di sisi lain, berita mungkin juga menyertakan kutipan dari pengamat ekonomi atau aktivis yang mengkritik kebijakan tersebut sebagai keputusan yang merugikan masyarakat.

Dengan adanya episode dan latar dalam situasi, serta komentar dari pihak-pihak terkait, superstruktur berita disusun untuk membentuk narasi yang dapat menggiring pembaca pada kesimpulan atau opini tertentu. 

Analisis superstruktur ini menunjukkan bagaimana teks tidak hanya sekadar menyampaikan fakta, tetapi juga mengatur informasi dan opini untuk mencapai efek tertentu pada audiens.

Mikrostruktur Wacana Berita

Dalam analisis wacana kritis, kita belajar bahwa bahasa tidak pernah netral. Bahasa bukan sekadar alat menyampaikan informasi, tetapi juga alat untuk menata, mengatur, dan melegitimasi makna sosial. 

Di sinilah pentingnya memeriksa mikrostruktur, yaitu peranti-peranti kebahasaan yang membentuk dan menyampaikan ideologi secara halus di dalam teks.

Bagi Teun A. van Dijk, lapisan mikro wacana adalah struktur lokal yang meliputi semantik, sintaksis, dan retorika. Namun, dalam praktik analisis linguistik kritis, level ini dapat diperinci menjadi peranti-peranti lingual tertentu yang paling sering digunakan untuk menyembunyikan atau menonjolkan kekuasaan dan ideologi, antara lain transitivitas, pasivasi, nominalisasi, pilihan kata, modalitas, dan metafora.

Setiap peranti ini mengandung “pilihan” yang tampak linguistik, tetapi sesungguhnya mencerminkan posisi ideologis penulis yang berkaitan dengan apa yang ingin disorot, apa yang ingin dihapus, dan bagaimana realitas ditampilkan.

Pada berita yang mendukung kenaikan harga BBM, diksi yang dipilih bisa menggunakan kata seperti penyesuaian harga alih-alih kenaikan harga. Frasa penyesuaian harga memberikan kesan bahwa perubahan harga adalah sesuatu yang wajar dan mungkin diperlukan, sementara kenaikan harga lebih langsung dan dapat terkesan negatif.

Pada level kalimat, berita ini bisa menyatakan, Pemerintah terpaksa melakukan penyesuaian harga demi menjaga kestabilan ekonomi. Kalimat ini memberikan pembingkaian bahwa kenaikan harga BBM adalah keputusan yang tidak dapat dihindari dan demi kebaikan bersama.

Sebaliknya, berita yang kritis mungkin menggunakan kalimat seperti, Kenaikan harga BBM memberatkan masyarakat yang sudah terhimpit beban ekonomi. Diksi memberatkan dan terhimpit secara langsung menciptakan kesan bahwa kebijakan ini berdampak negatif dan memperburuk kondisi rakyat.

Dengan demikian jika kita bandingkan dengan makrostruktur yang berbicara tentang apa yang dikatakan dalam teks (tema besar atau inti makna) dan superstruktur yang menjelaskan bagaimana teks diorganisasi, mikrostruktur berfokus pada bagaimana bahasa bekerja untuk membangun dan meyakinkan makna.

1. Transitivitas: Menentukan Siapa yang Bertindak dan Siapa yang Terkena Dampak

Transitivitas, dalam linguistik sistemik Halliday, adalah sistem untuk menggambarkan hubungan tindakan, pelaku, dan sasaran dalam klausa. Dalam AWK, sistem ini digunakan untuk melihat bagaimana media menampilkan atau menyembunyikan tanggung jawab sosial.

Dalam berita kenaikan harga BBM, perhatikan kalimat-kalimat berikut.

“Pemerintah menaikkan harga BBM.”
“Pemerintah telah berupaya sekuat tenaga melindungi rakyat.”

Dua kalimat ini menunjukkan struktur transitif aktif: subjek (pemerintah) bertindak langsung sebagai pelaku (actor) yang berinisiatif. Namun, menariknya, tindakan yang kontroversial seperti kenaikan harga tetap digambarkan dalam bentuk aktif-agensif, bukan disamarkan.

Mengapa? Karena di sini pemerintah sedang melakukan strategi legitimasi kekuasaan. Keputusan diambil secara sadar dan bermoral. Transitivitas aktif digunakan bukan untuk menutupi, melainkan untuk menunjukkan kontrol dan tanggung jawab moral dari pemerintah.

Namun pada berita yang lebih kritis (misalnya di media oposisi), kita bisa menemukan versi lain berikut.

“Harga BBM dinaikkan oleh pemerintah.”
atau bahkan “Harga BBM naik.”

Keduanya mengurangi visibilitas pelaku. Kalimat kedua bahkan menghapus pelaku sepenuhnya, seolah-olah harga BBM naik dengan sendirinya. Perbedaan bentuk ini menunjukkan bahwa transitivitas adalah elemen utama dalam strategi representasi kekuasaan.

2. Pasivasi: Menyembunyikan Pelaku atau Tanggung Jawab

Pasivasi merupakan bentuk gramatikal yang menyingkirkan pelaku dari permukaan teks. Cara ini sering digunakan untuk mengaburkan agen dalam tindakan yang berpotensi negatif.

Misalnya, bandingkan dua versi berikut.

Aktif: “Pemerintah menaikkan harga BBM.”
Pasif: “Harga BBM dinaikkan.”

Kalimat kedua menghapus agen “pemerintah”, menciptakan kesan bahwa kenaikan harga BBM adalah peristiwa alamiah, bukan keputusan politik.
Inilah bentuk strategi impersonalisasi (impersonalization) yang sering digunakan media untuk menjaga jarak dari kontroversi.

3. Nominalisasi: Mengubah Tindakan menjadi Benda

Nominalisasi adalah proses mengubah verba (kata kerja) menjadi nomina (kata benda). Dalam AWK, ini penting karena menyembunyikan hubungan sebab-akibat dan pelaku tindakan.

Perhatikan kalimat berikut:

“Telah terjadi penyesuaian harga BBM.”

Secara gramatikal, kata penyesuaian adalah bentuk nominalisasi dari menyesuaikan. Perubahan ini membuat tindakan menaikkan harga menjadi terdengar netral dan administratif. 

Selain itu, nominalisasi mengaburkan agen dan efeknya: siapa yang menyesuaikan, siapa yang terdampak, semua menjadi samar.

Kata lain seperti pengalihan subsidi, peningkatan efisiensi, atau penghematan anggaran berfungsi serupa. Diksi-diksi tersebut menjadikan tindakan pemerintah tampak seperti entitas rasional, objektif, dan tak terbantahkan, bukan keputusan yang bisa diperdebatkan.

4. Pilihan Kata (Leksikon): Antara Netralitas dan Pembingkaian

Van Dijk menyebut leksikon sebagai salah satu “pintu masuk ideologi” paling efektif. Kata adalah cara paling langsung untuk mengarahkan cara berpikir pembaca.

Dalam berita BBM, misalnya:

  • digunakan kata “penyesuaian harga” alih-alih “kenaikan harga”,
  • “mengalihkan subsidi” alih-alih “menghapus subsidi”,
  • “tepat sasaran” alih-alih “pengurangan bantuan.”

Semua pilihan ini membentuk bingkai teknokratis dan moral. Kebijakan digambarkan bukan sebagai “beban rakyat”, tetapi sebagai “langkah reformasi.” Pilihan kata menjadi alat untuk mengubah persepsi tanpa perlu mengubah fakta.

5. Modalitas: Sikap Penutur terhadap Kebenaran dan Kewajiban

Modalitas menunjukkan seberapa yakin penutur terhadap proposisi yang diucapkan atau seberapa kuat komitmennya terhadap tindakan tertentu. Ciri ini sering muncul melalui kata seperti harus, mesti, perlu, mungkin, sebaiknya.

Dalam berita tentang kenaikan harga BBM, Presiden misalnya mengatakan ujaran-ujaran berikut.

“Pemerintah harus membuat keputusan dalam situasi yang sulit.”
“Subsidi harus lebih menguntungkan masyarakat yang kurang mampu.”

Kata harus memberi kesan kewajiban moral dan urgensi rasional. Keputusan pemerintah tidak digambarkan sebagai pilihan bebas, tetapi sebagai tugas kenegaraan yang tidak bisa dihindari.

Modalitas seperti ini sering dipakai untuk menutup ruang perdebatan karena setiap alternatif dianggap tidak bermoral.

6. Metafora: Membingkai Realitas melalui Imaji

Metafora bukan hanya gaya bahasa estetis, melainkan alat konseptual untuk memahami dunia. Dalam teks berita, metafora sering digunakan untuk moral pembingkaian, membingkai kebijakan dalam narasi moral.

Contoh dari berita tentang kenaikan harga BBM misalnya sebagai berikut.

“Anggaran subsidi membengkak tiga kali lipat.”
“APBN terbebani sangat berat.”
“Pemerintah berupaya melindungi rakyat dari gejolak harga dunia.”

Metafora membengkak dan beban menghidupkan citra tubuh yang sakit dan berat, menciptakan urgensi tindakan penyembuhan (kenaikan harga BBM).

Sementara itu, metafora melindungi rakyat membangun citra paternalistik: pemerintah sebagai bapak yang mengayomi. Dengan demikian, metafora menanamkan emosi dan legitimasi moral yang sulit diperdebatkan secara rasional.

Dari Struktur Linguistik ke Struktur Kekuasaan

Melalui keenam fitur ini, kita melihat bahwa mikrostruktur bukan sekadar detail kebahasaan, melainkan arena tempat ideologi bekerja dalam wujud bahasa. Setiap pilihan gramatikal, aktif atau pasif, konkret atau nominal, keras atau lunak, adalah keputusan ideologis.

Dalam berita kenaikan harga BBM, keseluruhan fitur ini membentuk citra tunggal, yakni pemerintah sebagai aktor rasional, moral, dan pelindung rakyat.

Dengan demikian, analisis mikrostruktur mengajarkan kita satu hal penting berikut.

“Bahasa tidak hanya mengatakan sesuatu tentang dunia, tetapi juga membentuk cara kita memahaminya.”

Dan di sinilah kekuatan sejati wacana, di antara kata kerja yang diubah, metafora yang diselipkan, dan kalimat yang disusun dengan hati-hati.

Penutup: Membaca Berita, Membaca Dunia

Melalui tiga lapisan analisis, makrostruktur, superstruktur, dan mikrostruktur, Teun A. van Dijk membantu kita melihat bahwa berita bukan sekadar cermin realitas, tetapi cara tertentu untuk membentuk realitas.

Teori ini mengajarkan bahwa membaca berita secara kritis berarti:

  1. menanyakan apa yang ditekankan (makrostruktur),
  2. mengamati bagaimana informasi diurutkan (superstruktur), dan
  3. meneliti bagaimana bahasa digunakan untuk menanamkan ideologi (mikrostruktur).

Dengan memahami tiga lapisan ini, kita belajar bahwa bahasa memiliki kekuatan ganda: bisa menjadi alat pencerahan, tapi juga alat legitimasi kekuasaan.

Ketika kita mampu membaca teks secara kritis, kita tidak hanya memahami berita, tapi juga memahami cara dunia berbicara dan bagaimana kita bisa berbicara balik padanya.Penulis: Sony Christian Sudarsono | Editor: Benedikta Haryanti | Gambar: Freepik

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *