
Konsep SPEAKING dari Dell Hymes adalah salah satu teori penting dalam linguistik yang membantu kita memahami bagaimana konteks memengaruhi komunikasi.
Komunikasi bukan hanya soal kata-kata yang diucapkan, tetapi juga tentang elemen sosial, budaya, dan situasional yang menyertainya.
Tanpa memahami konteks, pesan bisa disalahartikan, bahkan gagal mencapai tujuan.
Dell Hymes, seorang ahli bahasa dan antropologi, menyadari pentingnya hubungan antara bahasa dan konteks sosial.
Melalui teorinya, Hymes menunjukkan bahwa bahasa tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai budaya, identitas, dan hubungan sosial.
Teori SPEAKING dirancang untuk menganalisis berbagai aspek dalam komunikasi. Teori ini menawarkan delapan elemen kunci yang mencakup latar, peserta, tujuan, hingga jenis komunikasi.
Kerangka ini membantu kita memahami tidak hanya “apa” yang dikatakan, tetapi juga “bagaimana,” “mengapa,” dan “dalam konteks apa” sesuatu itu disampaikan.
Artikel ini akan membahas teori SPEAKING Dell Hymes secara lengkap. Mulai dari sejarah dan latar belakang teori ini, penjelasan setiap elemennya, hingga contoh penerapan dalam berbagai situasi.
Dengan memahami teori ini, Anda dapat mengaplikasikannya untuk menganalisis komunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Baca juga: Peran Konteks dalam Kajian Pragmatik
1. Teori SPEAKING Dell Hymes: Penjelasan Umum
Teori SPEAKING adalah salah satu kerangka kerja yang dikembangkan oleh Dell Hymes, seorang ahli bahasa dan antropologi yang dikenal luas atas kontribusinya dalam memahami hubungan antara bahasa dan masyarakat.
Konsep ini menjadi landasan penting dalam linguistik dan antropologi, karena berhasil menjelaskan bahwa komunikasi tidak hanya soal struktur bahasa, tetapi juga melibatkan konteks sosial dan budaya.
Untuk memahami teori ini secara menyeluruh, kita perlu melihat latar belakang historisnya, siapa Dell Hymes itu, kapan teori ini dirumuskan, serta tujuan utama dari pendekatan ini.
Berikut adalah penjelasan mengenai sejarah dan latar belakang teori SPEAKING.
1.1 Sejarah dan Latar Belakang Teori SPEAKING
Dell Hymes adalah seorang linguis dan antropolog yang mempelopori studi tentang hubungan antara bahasa dan budaya.
Ia percaya bahwa bahasa adalah bagian integral dari praktik sosial dan budaya, sehingga memerlukan pendekatan yang lebih holistik untuk memahaminya.
Pendekatan ini memperluas cakupan linguistik tradisional, yang sebelumnya lebih fokus pada struktur formal bahasa.
Teori SPEAKING pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960-an, dalam konteks perkembangan linguistik antropologi sebagai disiplin ilmu yang mengintegrasikan studi bahasa dengan kebudayaan.
Saat itu, Hymes ingin menjawab tantangan bagaimana menganalisis komunikasi secara menyeluruh, terutama di masyarakat yang kaya akan keberagaman budaya dan praktik bahasa.
Tujuan utama dari teori SPEAKING adalah untuk memperluas pemahaman tentang bagaimana bahasa digunakan dalam berbagai konteks sosial.
Hymes ingin menunjukkan bahwa bahasa tidak hanya berfungsi untuk menyampaikan pesan, tetapi juga sebagai sarana untuk membangun identitas, mengekspresikan nilai budaya, dan mengelola hubungan sosial.
Kerangka SPEAKING memungkinkan analisis yang lebih terstruktur terhadap elemen-elemen konteks yang membentuk komunikasi.
2. Komponen SPEAKING
SPEAKING adalah akronim yang menggambarkan delapan elemen utama dalam komunikasi yang berfokus pada konteks sosial, budaya, dan fisik tempat komunikasi berlangsung.
Setiap elemen tersebut memiliki peran penting dalam membentuk makna dari interaksi yang terjadi. Delapan elemen tersebut adalah:
- Setting (Situasi)
- Participants (Peserta)
- Ends (Tujuan)
- Acts of Sequence (Rangkaian Tindakan)
- Key (Kunci)
- Instrumentalities (Alat)
- Norms (Norma)
- Genre (Jenis)
Dengan memahami masing-masing elemen ini, kita dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai bagaimana suatu komunikasi terjadi dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyampaian serta penerimaan pesan.
2.1 Setting (Situasi)
Setting atau situasi adalah konteks fisik dan sosial tempat komunikasi berlangsung. Ini mencakup waktu, tempat, suasana, serta kondisi fisik dan psikologis peserta.
Aspek ini membantu kita untuk memahami mengapa dan bagaimana bahasa digunakan dalam konteks tertentu.
Misalnya, komunikasi di ruang kelas dengan dosen akan sangat berbeda jika dibandingkan dengan percakapan santai antara teman di kafe.
Dalam situasi formal, kita cenderung menggunakan bahasa yang lebih terstruktur dan sopan, sementara dalam situasi informal, bahasa yang digunakan lebih bebas dan santai.
2.2 Participants (Peserta)
Participants adalah individu atau kelompok yang terlibat dalam komunikasi.
Setiap peserta dalam komunikasi membawa serta identitas, peran sosial, status, dan latar belakang budaya yang berbeda. Semua faktor ini mempengaruhi cara mereka berkomunikasi dan memahami pesan yang disampaikan.
Peserta dalam komunikasi dapat berupa dua orang yang memiliki hubungan kerja, seperti atasan dan bawahan, atau bisa juga berupa kelompok yang memiliki kedudukan sosial yang berbeda.
Pemahaman terhadap peran dan hubungan antar peserta akan menentukan bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi tersebut.
2.3 Ends (Tujuan)
Ends atau tujuan merujuk pada hasil atau tujuan yang ingin dicapai dalam komunikasi.
Setiap komunikasi memiliki tujuan yang jelas, seperti menyampaikan informasi, meminta bantuan, atau sekadar bercakap-cakap untuk membangun hubungan.
Peserta komunikasi perlu memiliki pemahaman yang sama mengenai tujuan tersebut agar komunikasi dapat berlangsung dengan efektif.
Sebagai contoh, percakapan antara seorang dosen dan mahasiswa dalam konteks pembelajaran akan berbeda tujuannya dibandingkan dengan percakapan yang terjadi di ruang tunggu rumah sakit, yang mungkin lebih bertujuan untuk menghibur atau mengurangi kecemasan.
2.4 Acts of Sequence (Rangkaian Tindakan)
Act of sequence adalah urutan tindakan yang terjadi selama komunikasi serta bentuk dan isi dari pesan yang disampaikan. Ini mencakup bagaimana pesan disusun, apakah dalam bentuk pertanyaan, pernyataan, atau perintah, serta bagaimana respons terhadap pesan tersebut diberikan. Selain itu, Acts of sequence juga melibatkan isi komunikasi (apa yang diungkapkan) dan bentuknya (bagaimana pesan disampaikan), termasuk pilihan kata, gaya bahasa, serta struktur ujaran yang digunakan.
Dengan demikian, Acts of sequence tidak hanya soal urutan tindakan dalam komunikasi, tetapi juga mencakup isi dan bentuk komunikasi. Elemen ini menjelaskan bagaimana pesan disusun, bagaimana disampaikan, dan bagaimana interaksi berlangsung dalam suatu konteks sosial. Dengan pemahaman ini, kita bisa menggunakan Acts of sequence secara lebih luas untuk menganalisis komunikasi, baik dari segi struktur isi maupun alur percakapan dalam berbagai situasi.
Misalnya, seorang komika mungkin memulai dengan membangun premis yang menarik, mengembangkan narasi dengan gaya bahasa santai dan humoris, serta mengakhiri dengan punchline yang mengejutkan. Isi (materi lelucon) dan bentuk (intonasi, jeda komedi, ekspresi wajah) sangat menentukan efektivitas komunikasi dengan audiens.
2.5 Key (Kunci)
Key atau kunci adalah nada atau suasana komunikasi. Ini mencakup aspek seperti keseriusan, humor, atau emosi yang terkandung dalam percakapan.
Kunci memengaruhi bagaimana pesan disampaikan dan diterima, serta bagaimana peserta berperilaku selama komunikasi.
Dalam komunikasi yang serius, kita mungkin berbicara dengan nada yang lebih rendah dan berhati-hati, sementara dalam percakapan yang lebih santai, nada kita bisa lebih ceria dan penuh canda.
2.6 Instrumentalities (Alat)
Instrumentalities mengacu pada alat atau sarana yang digunakan dalam komunikasi, baik berupa bahasa lisan (verbal) maupun non-lisan (non-verbal).
Ini mencakup gaya bahasa, dialek, aksen, serta gerakan tubuh atau ekspresi wajah.
Alat yang digunakan dapat mencerminkan status sosial, pendidikan, dan bahkan identitas budaya seseorang.
Sebagai contoh, seseorang yang berbicara dalam dialek daerah tertentu mungkin menggunakan bahasa yang lebih informal dengan teman-temannya, sementara saat berbicara dengan atasan, mereka cenderung memilih bahasa yang lebih formal dan terstruktur.
2.7 Norms (Norma)
Norms atau norma adalah aturan-aturan sosial dan kebahasaan yang mengatur perilaku peserta dalam komunikasi.
Norma ini bisa bersifat eksplisit atau implisit, tergantung pada budaya dan masyarakat tempat komunikasi tersebut berlangsung.
Dalam hal ini, norma memastikan bahwa komunikasi berlangsung dengan cara yang dapat diterima oleh semua peserta.
Misalnya, dalam komunikasi formal seperti pidato, ada norma-norma tertentu mengenai bagaimana cara berbicara yang tepat, sementara dalam komunikasi sehari-hari, norma-norma tersebut bisa lebih fleksibel.
2.8 Genre (Jenis)
Genre adalah jenis atau bentuk komunikasi yang digunakan. Genre bisa berupa pidato, wawancara, diskusi, atau percakapan biasa.
Pemilihan genre yang tepat sangat penting karena menentukan bagaimana pesan disampaikan dan diterima oleh peserta.
Sebagai contoh, jenis komunikasi dalam presentasi akademik tentu berbeda dengan percakapan santai antara dua orang teman.
Genre ini juga mencakup penggunaan media komunikasi, apakah melalui lisan, tulisan, atau melalui platform digital.
3. Penerapan Teori SPEAKING dalam Analisis Komunikasi
Teori SPEAKING memberikan kerangka yang sangat berguna untuk menganalisis komunikasi dalam berbagai konteks.
Melalui pendekatan ini, kita bisa melihat bagaimana semua elemen—mulai dari setting hingga genre—bekerja bersama untuk membentuk komunikasi yang efektif dan bermakna.
Perhatikan contoh dialog berikut.
Mary : Ayah, bolehkah aku memakai mobil malam ini?
Ayah : Tidak bisa! Kamu tidak boleh bawa mobil malam ini. Titik.
Mary : Ayah lagi kesal ya? Ayah : Jelas ayah kesal. Nilai sekolahmu turun terus begitu kok. Kamu tidak pantas pakai mobil.
Mary : Ayah khawatir ya sama nilai-nilaiku?
Ayah : Iya dong. Kamu tahu kan ayah mau kamu meneruskan kuliah.
Mary : Ayah sungguh mementingkan kuliahku.
Ayah : Kan ayah sendiri tidak sempat kuliah. Akibatnya ayah tidak pernah bisa mendapatkan nafkah yang baik. Ayah tahu uang bukan segalanya, tetapi yang jelas kan banyak membantu. Ayah cuma mau kamu mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Mary : Oh gitu. Apa yang bisa aku lakukan, Yah? Mungkin aku harus mengubah kebiasaanku, ya?
Ayah : Padahal kan sebenarnya kamu mampu. Maka ayah jadi kesal kalau kamu tidak sungguh-sungguh dalam sekolah. Ayah rasa kamu boleh deh pakai mobil asal kamu mengerjakan PR-mu nanti malam. Itu saja kok. Janji ya?
Dialog antara Mary dan ayahnya merupakan contoh komunikasi interpersonal dalam keluarga yang berkembang dari permintaan sederhana menjadi percakapan yang penuh makna.
Dengan menggunakan teori SPEAKING dari Dell Hymes, kita dapat menganalisis bagaimana setiap elemen dalam komunikasi ini membentuk dinamika percakapan antara seorang anak dan orang tuanya.
3.1 Setting & Participants
Percakapan ini berlangsung di rumah, lingkungan yang nyaman tetapi juga menjadi tempat di mana aturan dan nilai keluarga diterapkan.
Suasana awal percakapan tampaknya tegang, karena Mary mengajukan permintaan untuk menggunakan mobil. Namun, permintaan itu langsung ditolak oleh ayahnya dengan nada yang tegas.
Sebagai figur otoritas dalam keluarga, ayah memiliki hak untuk mengontrol keputusan ini, sementara Mary, sebagai anak, berada dalam posisi untuk meminta dan bernegosiasi.
Namun, percakapan ini tidak berhenti hanya pada penolakan, melainkan berkembang menjadi eksplorasi lebih dalam tentang perasaan dan harapan ayah terhadap masa depan Mary.
3.2 End
Pada awalnya, tujuan utama Mary adalah mendapatkan izin untuk menggunakan mobil. Sementara itu, ayahnya ingin menunjukkan ketidaksetujuannya karena kinerja akademik Mary yang menurun.
Namun, seiring percakapan berlangsung, Mary mulai memahami bahwa alasan di balik penolakan ayahnya bukan sekadar hukuman, melainkan bentuk kekhawatiran terhadap masa depannya.
Ayah ingin Mary belajar lebih giat agar bisa memiliki kehidupan yang lebih baik, sesuatu yang tidak sempat ia raih sendiri.
Dari yang awalnya hanya sekadar diskusi tentang izin, percakapan ini berubah menjadi refleksi emosional yang lebih dalam mengenai nilai pendidikan dan aspirasi orang tua untuk anaknya.
3.3 Acts of Sequence
Dari segi alur komunikasi, percakapan ini mengikuti pola yang menarik.
Mary membuka dengan permintaan, yang langsung dihadapi dengan penolakan tegas dari ayahnya.
Namun, alih-alih menyerah atau berdebat, Mary memilih untuk bertanya lebih lanjut tentang perasaan ayahnya. Ini membuat percakapan bergeser dari konflik menuju eksplorasi emosional.
Ayah, yang sebelumnya hanya memberikan jawaban singkat dan tegas, mulai membuka diri dan menjelaskan alasan di balik keputusannya.
Ia berbagi pengalaman pribadinya dan mengungkapkan kekhawatirannya terhadap masa depan Mary.
Pada akhirnya, terjadi kompromi: ayah mengizinkan Mary menggunakan mobil, tetapi dengan syarat ia harus mengerjakan tugas sekolahnya terlebih dahulu.
Percakapan ini menunjukkan bagaimana komunikasi yang awalnya kaku dan otoritatif bisa berubah menjadi dialog yang lebih terbuka dan penuh pengertian ketika kedua belah pihak bersedia untuk saling mendengar.
3.4 Key
Nada percakapan juga mengalami perubahan yang mencerminkan dinamika emosionalnya.
Ayah memulai dengan nada keras dan otoritatif, menunjukkan ketegasannya dalam mendidik anak.
Namun, ketika Mary menggali lebih dalam mengenai alasan di balik keputusan ayahnya, nada ini mulai melunak, berubah menjadi lebih reflektif dan emosional.
Pada akhirnya, nada percakapan menjadi lebih bersahabat dan penuh kasih sayang, ketika mereka mencapai kesepakatan.
3.5 Instrumentalities
Bahasa yang digunakan dalam percakapan ini juga sangat khas komunikasi keluarga.
Ayah menggunakan kalimat-kalimat langsung dan otoritatif di awal, tetapi kemudian beralih ke ungkapan emosional yang lebih reflektif, seperti ketika ia mengungkapkan bagaimana kegagalannya untuk kuliah memengaruhi cara pandangnya terhadap pendidikan Mary.
Mary, di sisi lain, menunjukkan kecerdasan emosional dalam cara berkomunikasi.
Ia tidak hanya meminta, tetapi juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menggiring percakapan ke arah yang lebih mendalam.
3.6 Norm
Percakapan ini juga mencerminkan norma sosial dalam hubungan orang tua dan anak.
Dalam banyak budaya, orang tua sering kali memiliki ekspektasi tinggi terhadap pendidikan anak-anak mereka. Orang tua melihat anak sebagai kunci untuk kehidupan yang lebih baik.
Norma ini terlihat dalam cara ayah Mary menekankan pentingnya pendidikan. Menurut Mary, pendidikan bukan hanya sebagai bentuk tanggung jawab akademik, melainkan juga sebagai peluang yang harus dimanfaatkan demi masa depan yang lebih cerah.
3.7 Genre
Jika kita melihat percakapan ini dari perspektif genre komunikasi, ini bukan sekadar diskusi keluarga biasa. Percakapan ini mengandung unsur negosiasi, yaitu Mary harus memahami perasaan ayahnya dan mencari solusi yang dapat diterima oleh keduanya.
Ada juga unsur konseling emosional, ketika ayah akhirnya mengungkapkan ketakutannya, sementara Mary memberikan respons yang lebih dewasa dengan menunjukkan kesediaannya untuk berubah.
3.8 Simpulan
Secara keseluruhan, analisis dengan teori SPEAKING membantu kita memahami bagaimana percakapan ini berkembang dan bagaimana setiap elemen dalam komunikasi berperan dalam membentuk dinamika interaksi antara Mary dan ayahnya.
Percakapan ini bukan hanya tentang izin menggunakan mobil, tetapi tentang ekspektasi, harapan, dan kasih sayang yang terkandung dalam komunikasi antara orang tua dan anak.
4. Penutup
Komunikasi adalah jantung dari interaksi manusia, dan teori SPEAKING yang dirumuskan oleh Dell Hymes memberikan cara yang komprehensif untuk memahami bagaimana komunikasi berlangsung dalam berbagai konteks sosial, budaya, dan situasional.
Dengan menguraikan elemen-elemen seperti latar, peserta, tujuan, dan norma, teori ini menunjukkan bahwa komunikasi bukan hanya soal kata-kata, tetapi juga konteks yang membentuk makna di baliknya.
Teori SPEAKING memiliki relevansi yang luar biasa, terutama di era digital saat ini.
Dalam komunikasi online, seperti media sosial, email, atau platform pesan instan, banyak elemen konteks sering kali terabaikan.
Misalnya, tanpa nada suara atau ekspresi wajah, pesan yang sama dapat ditafsirkan secara berbeda.
Dengan memahami elemen-elemen dalam SPEAKING, kita dapat lebih peka terhadap bagaimana pesan disampaikan dan diterima, bahkan dalam lingkungan komunikasi yang serba cepat dan global.
Penulis: Sony Christian Sudarsono | Editor: Benedikta Haryanti | Gambar: ELLO