Bahasa Indonesia dideklarasikan sebagai bahasa ilmiah internasional. Itulah hasil dari Musyawarah Internasional dan Seminar Forum Dewan Guru Besar Indonesia (FDGBI) yang diselenggarakan di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Rabu (6/11).
Dalam deklarasi tersebut, bahasa Indonesia dianggap layak menjadi bahasa internasional karena memenuhi beberapa hal. Pertama, bahasa Indonesia sudah diajarkan di 45 negara. Kedua, bahasa Indonesia memiliki lebih dari 100.000 kosakata dan istilah dari pelbagai bidang keilmuan.
Ketiga, jumlah penutur bahasa Indonesia sudah lebih dari 267 juta orang dan bahasa Indonesia sudah dipahami dengan baik oleh jutaan orang di berbagai negara, terutama negera-negara ASEAN. Keempat, bahasa Indonesia diproyeksikan akan menjadi bahasa pengantar dalam kegiatan perekonomian penting sehingga dipelajari oleh berbagai negara.
Deklarasi tersebut juga disertai dengan lima butir rekomendasi. Pertama, pemerintah diharap mendukung dan menindaklanjuti isi deklarasi tersebut dengan tindakan nyata oleh instansi dan kementerian terkait. Kedua, pemerintah diharap mengupayakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi PBB dan merevisi Permenristekdikti No. 20 Tahun 2017 tentang pengakuan jurnal internasional yang hanya mengakui enam bahasa resmi PBB, yaitu bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasa Perancis, bahasa Rusia, bahasa Spanyol, dan bahasa Mandarin.
Ketiga, para guru besar dan calon guru besar di Indonesia didorong untuk menerbitkan artikel internasional yang ditulis dalam bahasa Indonesia dengan bekerja sama dengan pakar internasional untuk dipublikasikan dalam jurnal-jurnal ilmiah dan prosiding kegiatan ilmiah lainnya. Harapannya, kualitas jurnal-jurnal ilmiah berbahasa Indonesia semakin meningkat.
Keempat, klaster keilmuan diharapkan dibentuk dengan pakar internasional dan kegiatan penelitian bersama diharap diselenggarakan. Tujuannya, tersusunlah terminologi keilmuan dalam bahasa Indoensia yang akan disepakati, dipahami, dan digunakan bersama oleh tiap-tiap klaster keilmuan di tingkat internasional.
Kelima, para guru besar akan menindaklanjuti deklarasi tersebut dengan menyelenggarakan seminar internasional pertama dalam bahasa Indonesia pada Rapat Kerja V FDGBI di Universitas Islam Riau pada bulan Maret 2020.
Deklarasi di atas dihadiri oleh 154 orang dari 31 delegasi Dewan Guru Besar dan para pakar/praktisi internasional penggunaan bahasa Indonesia di luar negeri. Deklarasi ini ditandatangani oleh Prof. Kamaruddin M. Said (Malaysia), Endina Asri Widartama, BBA (Singapura), Ass. Prof. Siriporn Maneechukate (Thailand), Prof. Mursalim (Ketua FDGBI), Prof. Koentjoro (Dewan Pakar FDGBI), dan Prof. Setya Yuwana (Unesa).
Peluang Sekaligus Tantangan
Deklarasi ini bagaikan embusan angin segar bagi pengembangan bahasa Indonesia setelah pada bulan September lalu Peraturan Presiden No. 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai turunan dari UU 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Deklarasi ini juga mendukung Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia. Pada pasal 1 dan 11 diatur supaya fungsi bahasa Indonesia ditingkatkan menjadi bahasa internasional.
Ada banyak peluang yang bisa diraih bangsa Indonesia jika bahasanya menjadi bahasa internasional. Yang pasti, Indonesia akan menjadi salah satu pusat perhatian dunia dan hal ini diharapkan membuat Indonesia semakin bermartabat di dunia internasional.
Di sisi lain, deklarasi ini meninggalkan tantangan. Mampukah bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional jika masih ada anggapan para penutur aslinya saja belum bangga berbahasa Indonesia? Tugas masyarakat Indonesia adalah membuktikan anggapan itu salah.
Penulis: Sony Christian Sudarsono | Editor: Benedikta Haryanti | Gambar: Freepik