Dalam linguistik, bahasa dipandang sebagai entitas yang abstrak. Bahasa hidup di dalam pikiran dan diungkapkan melalui ucapan atau tulisan. Berbeda dari objek konkret lainnya, bahasa sulit diukur atau disentuh. Lalu, bagaimana kita bisa mengenalinya secara nyata? Inilah peran penting satuan kebahasaan atau satuan lingual.
Satuan kebahasaan adalah elemen-elemen konkret dalam bahasa, dari bunyi terkecil seperti fonem hingga struktur wacana yang lebih kompleks. Dengan mempelajari satuan kebahasaan, kita dapat menguraikan bahasa menjadi bagian-bagian yang lebih jelas dan terukur, memungkinkan analisis dan pemahaman yang mendalam terhadap bahasa dalam bentuk yang nyata.
Para ahli linguistik, seperti Dr. Sudaryanto, menyebut satuan-satuan ini sebagai “eksponen bahasa,” yang artinya satuan-satuan tersebut berperan sebagai elemen dasar yang membentuk bahasa secara konkret. Satuan kebahasaan memungkinkan penutur untuk membedakan makna, menyusun kata dan kalimat, serta mengembangkan komunikasi yang efektif. Misalnya, fonem tertentu dalam bahasa tertentu dapat mengubah makna kata, sementara wacana memberikan konteks dan kedalaman makna yang lebih luas.
Dengan memahami berbagai satuan kebahasaan ini, kita bisa lebih mudah melakukan analisis struktur bahasa. Selain itu, kita juga bisa memahami bagaimana bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi yang kompleks.
Artikel ini bertujuan memberikan panduan komprehensif tentang sepuluh satuan kebahasaan utama dalam bahasa Indonesia, dari yang terkecil hingga yang terbesar. Dengan mempelajari artikel ini, pembaca diharapkan dapat memahami bagaimana bahasa direpresentasikan melalui satuan kebahasaan, mengenali peran masing-masing satuan dalam struktur bahasa, dan memahami relevansi dari setiap satuan tersebut dalam komunikasi sehari-hari maupun dalam kajian linguistik lebih lanjut.
Artikel ini akan membahas berbagai satuan kebahasaan mulai dari fona dan fonem hingga wacana, memperkenalkan definisi, fungsi, dan contohnya. Harapannya, artikel ini tidak hanya memberikan wawasan teoretis, tetapi juga menjadi sumber referensi yang aplikatif dalam memahami dan menganalisis struktur bahasa.
Satuan Kebahasaan: Satuan Fonologis dan Gramatikal
Secara umum, satuan kebahasaan ini dibagi menjadi dua kelompok utama:
- Satuan Fonologis: berupa bunyi-bunyi yang belum memiliki makna.
- Satuan Gramatikal: berupa unit yang sudah bermakna dan menyusun bahasa secara gramatikal.
Satuan Fonologis
Satuan fonologis adalah unit-unit bahasa yang terdiri dari bunyi-bunyi dasar yang pada umumnya belum memiliki makna. Meskipun tidak membawa makna tertentu, satuan fonologis berperan penting dalam membedakan makna melalui perbedaan bunyi. Adapun satuan fonologis meliputi 3 satuan berikut.
- Fona: Fona adalah bunyi terkecil dalam bahasa yang dapat diproduksi oleh alat ucap manusia. Fona dihasilkan melalui pergerakan organ-organ bicara seperti lidah, gigi, dan bibir. Fona tidak memiliki makna pada dirinya sendiri, tetapi memainkan peran penting dalam membedakan pengucapan kata-kata. Fona ditranskripsikan dalam kurung siku, misalnya [a], [p], dan [s].
- Fonem: Fonem adalah bunyi yang berfungsi membedakan makna. Fonem bisa dipahami sebagai unit terkecil yang bisa mengubah makna kata. Misalnya, kata batu dan satu hanya berbeda pada fonem awal (/b/ dan /s/), tetapi memiliki makna yang berbeda. Setiap bahasa memiliki inventaris fonem yang berbeda, dan beberapa bunyi mungkin memiliki status yang berbeda dalam bahasa yang berbeda. Fonem ditranskripsikan dalam tanda garis miring, seperti /p/, /t/, dan /m/.
- Silabel (Suku Kata): Silabel adalah unit ritmis terkecil dalam bahasa yang memiliki satu puncak kenyaringan yang diisi vokal. Silabel sering kali terdiri dari satu fonem vokal atau lebih yang diapit oleh konsonan. Struktur dasar silabel meliputi onset, puncak, dan koda, dengan puncak sebagai unsur yang selalu ada. Misalnya, kata buku terdiri dari dua silabel: bu- dan -ku. Silabel penting dalam ritme bahasa dan memainkan peran dalam penekanan kata dalam bahasa tertentu.
Satuan Gramatikal
Satuan gramatikal adalah unit-unit bahasa yang memiliki makna atau berfungsi untuk membentuk makna secara lebih kompleks. Berbeda dengan satuan fonologis, satuan gramatikal menyusun bahasa menjadi struktur-struktur yang dapat dipahami dan mengandung makna penuh. Satuan-satuan ini meliputi:
- Morfem: Morfem adalah satuan terkecil yang sudah memiliki makna. Morfem dapat berupa morfem bebas yang bisa berdiri sendiri, seperti buku atau makan, atau morfem terikat yang harus bergabung dengan morfem lain, seperti ber- dalam berlari. Morfem adalah pembentuk dasar kata dan berfungsi menyampaikan makna dasar atau mengubah makna kata dalam struktur bahasa.
- Kata: Kata adalah unit gramatikal yang terdiri atas satu morfem atau lebih dan memiliki makna yang dapat berdiri sendiri dalam komunikasi. Kata dapat terdiri dari morfem tunggal (kata dasar) seperti meja atau morfem kompleks (kata turunan) seperti bermain. Kata berperan penting sebagai pembentuk dasar dari frasa dan kalimat.
- Frasa: Frasa adalah gabungan dari dua kata atau lebih yang menduduki satu fungsi dalam kalimat dan tidak bersifat predikatif. Misalnya, rumah besar adalah frasa yang terdiri dari kata rumah dan besar, tetapi tidak memiliki makna predikatif (tidak menyatakan suatu tindakan atau keadaan). Frasa dapat berfungsi sebagai subjek, objek, atau keterangan dalam kalimat.
- Klausa: Klausa adalah gabungan kata yang memiliki predikat dan berpotensi menjadi kalimat. Klausa sering kali terdiri dari subjek dan predikat, seperti dalam klausa saya makan atau dia tidur. Dalam bahasa Indonesia, klausa dapat menjadi bagian dari kalimat yang lebih besar atau berdiri sendiri sebagai kalimat tunggal.
- Kalimat: Kalimat adalah satuan gramatikal yang memiliki makna utuh dan biasanya diakhiri dengan tanda baca (dalam tulisan) atau intonasi final (dalam lisan). Kalimat bisa terdiri dari satu klausa atau lebih. Misalnya, kalimat Saya sedang belajar di perpustakaan memiliki satu klausa dan satu predikat yang memberikan makna lengkap.
- Paragraf: Paragraf adalah gabungan kalimat yang mengembangkan satu ide pokok. Paragraf umumnya terdiri dari kalimat utama dan kalimat penjelas yang saling terkait secara logis dan kohesif. Paragraf menjadi unit pembentuk teks yang lebih besar, memungkinkan pengembangan pemikiran atau gagasan secara lebih luas dan terstruktur.
- Wacana: Wacana adalah unit bahasa terbesar yang mewakili penggunaan bahasa secara utuh, seperti dalam pidato, esai, artikel, atau percakapan. Wacana mencakup satuan kebahasaan yang lebih kecil seperti kalimat dan paragraf untuk membangun makna yang lebih kompleks. Dalam linguistik, wacana menjadi objek kajian yang penting dalam memahami konteks, maksud, dan pola interaksi sosial melalui bahasa.
10 Satuan Kebahasaan
1. Fona: Satuan Kebahasaan Terkecil
Fona adalah satuan terkecil dalam bahasa berupa bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Satuan ini belum memiliki makna.
Namun, bunyi seperti apa yang sebenarnya termasuk dalam fona? Tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dapat dikategorikan sebagai fona.
Fona adalah bunyi bahasa yang dapat membentuk satuan-satuan yang lebih besar, seperti kata atau kalimat. Oleh karena itu, suara seperti dengkuran, bersin, siulan, atau tangisan—meskipun dihasilkan oleh alat ucap manusia—tidak dianggap sebagai bagian dari fona karena tidak membentuk satuan makna dalam sistem komunikasi manusia.
Fona dapat berupa vokal atau konsonan:
- Vokal adalah bunyi yang dihasilkan tanpa rintangan aliran udara. Misalnya, bunyi [a], [i], [u], [e], [o] merupakan vokal dalam bahasa Indonesia. Vokal ditranskripsikan dengan tanda kurung siku, seperti [a] pada kata mata atau [o] pada kata bola.
- Konsonan adalah bunyi yang dihasilkan dengan hambatan di rongga suara, seperti [p], [b], [k], dan [t]. Contoh fona konsonan [b] pada kata buku atau [k] pada kata kaki.
2. Fonem
Fonem adalah satuan bunyi terkecil dalam bahasa yang memiliki kemampuan untuk membedakan makna kata. Secara teknis fonem ditranskripsikan dengan tanda garis miring (/…/).
Fonem: Bunyi dalam Suatu Bahasa
Bicara tentang fonem artinya bicara tentang daftar bunyi dalam suatu bahasa. Hanya saja, fonem merupakan bunyi dalam suatu bahasa yang memungkinkan pembedaan makna.
Misalnya, dalam bahasa Jawa dikenal fonem /d/ dan /ɖ/ seperti dalam kata /wədi/ (ditulis: wedi) dan /wəɖi/ (ditulis: wedhi). Dua bunyi tersebut merupakan fonem dalam bahasa Jawa. Namun, dalam bahasa Indonesia, bunyi [d] sejatinya tidak dikenal. Jikalau ada penutur bahasa Indonesia yang mengucapkan bunyi [d] alih-alih [ɖ], itu disebabkan kondisi tertentu pada alat ucapnya.
Dengan demikian, dalam bahasa Jawa /d/ dan dan /ɖ/ merupakan dua fonem yang berbeda. Sementara itu, dalam bahasa Indonesia hanya dikenal fonem /ɖ/.
Fonem Itu Abstrak, Realisasinya Disebut Alofon
Namun, penting untuk dicatat bahwa fonem sendiri merupakan hasil abstraksi oleh para ahli bahasa, yang mencoba mengidentifikasi bunyi-bunyi utama dalam suatu bahasa yang berpotensi membedakan makna.
Jadi, fonem adalah bentuk abstrak dari bunyi; bunyi konkret yang merupakan realisasi dari fonem disebut alofon. Alofon adalah bentuk konkret dari fonem tersebut yang dapat muncul dalam konteks tertentu. Misalnya:
- Fonem /s/ dalam bahasa Indonesia biasanya direalisasikan sebagai alofon [s].
- Fonem /i/ dalam bahasa Indonesia memiliki dua alofon, yaitu [i] dan [ɪ] seperti kata [sisɪr] dan [bibɪr]. Realisasi dari fonem /i/ yang pertama berbeda dengan yang kedua.
Fonem pada setiap bahasa tidak selalu sama. Dalam bahasa tertentu, dua bunyi yang dianggap sebagai fonem berbeda mungkin dianggap sebagai alofon dari fonem yang sama dalam bahasa lain. Sebagai contoh, bisa jadi dalam bahasa X, bunyi [r] dan [l] mungkin dianggap sebagai dua fonem berbeda, sedangkan dalam bahasa Y, keduanya mungkin dianggap sebagai alofon dari satu fonem yang sama karena tidak membedakan makna.
Fonem dengan Alofon Lebih dari Satu dalam Bahasa Indonesia
Dalam bahasa Indonesia, beberapa fonem memiliki lebih dari satu alofon tergantung pada konteks fonologisnya. Misalnya:
- Fonem /i/ memiliki alofon [i] dan [ɪ].
- Fonem /e/ bisa direalisasikan sebagai alofon [e] dan [ɛ].
- Fonem /o/ memiliki alofon [o] dan [ɔ].
- Fonem /k/ memiliki alofon [k] bunyi glotal [ʔ].
Pemahaman mengenai fonem dan alofon penting dalam linguistik karena memperlihatkan bagaimana bahasa dapat menggunakan variasi bunyi untuk membedakan atau mempertahankan makna, serta bagaimana variasi tersebut terjadi dalam konteks tertentu tanpa mengubah makna kata.
3. Silabel (Suku Kata)
Silabel atau suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam bahasa yang memiliki satu puncak kenyaringan berupa bunyi vokal. Suku kata membentuk pola bunyi dalam kata dan memainkan peran penting dalam ritme serta penekanan dalam bahasa. Terdapat dua jenis utama silabel, yaitu suku kata terbuka (yang diakhiri dengan vokal) dan suku kata tertutup (yang diakhiri dengan konsonan).
Silabel terdiri dari tiga bagian utama:
- Onset: bagian awal dari silabel yang biasanya berisi satu atau lebih konsonan. Namun, tidak semua silabel memiliki onset. Misalnya, dalam kata mata, onset pada silabel pertama adalah m.
- Puncak: inti dari silabel, yang selalu ada dalam setiap silabel. Biasanya berupa vokal dan menjadi pusat kenyaringan dalam silabel. Misalnya, dalam kata mata, a pada kedua silabel berperan sebagai puncak.
- Koda: bagian akhir dari silabel, yang biasanya berisi konsonan. Seperti onset, koda tidak selalu ada dalam setiap silabel. Misalnya, dalam kata kart, t berfungsi sebagai koda pada silabel kart.
Dengan variasi unsur-unsur ini, terdapat empat tipe dasar silabel:
- Puncak saja (misalnya, a dalam bahasa lisan).
- Onset dan puncak (misalnya, me dalam meja).
- Onset, puncak, dan koda (misalnya, kart dalam kata kart).
- Puncak dan koda (misalnya, at dalam kata bat).
Sebagai contoh, kata meja terdiri atas dua silabel:
- Silabel pertama: me (onset: m, puncak: e).
- Silabel kedua: ja (onset: j, puncak: a).
Variasi struktur silabel ini membantu mengatur ritme bahasa, memengaruhi aliran suara, dan sering kali menjadi dasar pola penekanan dalam ujaran.
4. Morfem
Morfem adalah satuan gramatikal terkecil atau satuan bermakna yang paling kecil. Artinya, morfem tidak dapat diuraikan lagi menjadi satuan bermakna yang lebih kecil. Peran morfem sangat penting sebagai pembentuk kata dalam bahasa.
Morfem Itu Abstrak
Secara abstrak, morfem mencerminkan cara ahli bahasa memandang struktur dan makna dalam pembentukan kata. Misalnya, dalam kata bersepatu, ahli bahasa menguraikannya menjadi morfem-morfem {ber-} dan {sepatu}, bukan hanya sebagai deretan bunyi atau silabel tanpa makna.
Di antara [bər], [sə], [pa], dan [tu], ternyata ada satu silabel yang memiliki ciri berbeda, yaitu silabel [bər]. Silabel tersebut memiliki makna, sedangkan tiga silabel yang lain tidak memiliki makna. Ketiga silabel yang lain baru memiliki makna setelah ketiganya bergabung menjadi bentuk [səpatu].
Para ahli bahasa pun menganggap bahwa ada satuan gramatikal yang lebih kecil daripada kata tetapi tidak semuanya dapat langsung digunakan dalam komunikasi.
Oleh karena itu, dimunculkanlah konsep tentang morfem sehingga kata bersepeda tadi dapat diuraikan menjadi dua morfem, yaitu {ber-} dan {sepeda}.
Dalam kajian bahasa, morfem ditulis dalam tanda kurung kurawal {...} untuk menunjukkan bahwa itu adalah satuan makna yang terkecil.
Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Berdasarkan analisis tentang kata bersepatu yang terdiri atas dua morfem, yaitu {ber-} dan {sepatu} di atas, dapat dikatakan bahwa ada dua jenis utama morfem, yaitu:
Baca juga: Jenis Morfem
- Morfem Bebas: Morfem yang dapat berdiri sendiri sebagai kata utuh, tanpa memerlukan tambahan morfem lain. Morfem ini sudah memiliki makna yang lengkap dan dapat digunakan langsung dalam komunikasi. Contohnya, {rumah}, {makan}, dan {besar} adalah morfem bebas yang sekaligus dapat berfungsi sebagai kata.
- Morfem Terikat: Morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dan harus melekat pada morfem lain untuk membentuk makna utuh. Jenis morfem ini termasuk unsur-unsur pembentuk kata yang sering dijumpai dalam bahasa Indonesia:
- Imbuhan: morfem terikat yang berfungsi menambahkan arti tertentu pada morfem bebas. Imbuhan dapat berupa prefiks, sufiks, atau infiks. Misalnya, dalam kata bermain, morfem {ber-} adalah imbuhan yang mengindikasikan tindakan, sedangkan dalam dibaca, {di-} menunjukkan bentuk pasif.
- Klitik: morfem terikat yang secara fonologis melekat pada kata lain, meskipun memiliki makna tersendiri. Misalnya, -ku dalam bukuku menunjukkan kepemilikan (buku milikku) dan -nya dalam rumahnya menunjukkan kepemilikan orang ketiga.
- Morfem unik: morfem yang hanya bisa berkombinasi dengan morfem tertentu saja. Misalnya morfem {kerontang} hanya bisa melekat pada morfem {kering} sehingga membentuk kata majemuk kering kerontang.
- Partikel penegas: partikel yang digunakan untuk mengungkapkan penegasan. Misalnya {–lah} dan {–kah} dalam kata makanlah dan siapakah.
- Proleksem: bentuk bahasa yang mempunyai makna leksikal seperti kata, tetapi tidak dapat berdiri sendiri apabila tidak bergabung dengan morfem lain, dan tidak dapat mengalami pengimbuhan. Misalnya, {catur-}, {adi-}, dan {maha-} dalam kata caturwulan, adikuasa, dan mahabesar.
- Pokok kata: bentuk bahasa yang juga mempunyai makna leksikal seperti kata, tetapi tidak dapat berdiri sendiri apabila tidak bersenyawa dengan morfem lain. Bedanya dengan proleksem, pokok kata dapat menjadi bentuk dasar atau dapat dilekati imbuhan. Misalnya: {juang} dan {temu} dalam kata berjuang dan pertemuan.
5. Kata
Kata adalah satuan bebas terkecil dalam bahasa yang memiliki makna dan dapat berdiri sendiri dalam frasa maupun kalimat. Setiap kata terdiri dari satu morfem atau lebih, yang membuatnya berfungsi sebagai dasar dalam penyusunan struktur bahasa.
Baca juga: Apa Itu Kata?
Jenis Kata Berdasarkan Jumlah Morfemnya
Berdasarkan jumlah morfem yang membentuknya, kata dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis utama:
- Kata Monomorfemik
Kata monomorfemik hanya terdiri dari satu morfem, sehingga tidak dapat dipecah lagi menjadi satuan bermakna yang lebih kecil. Contoh kata monomorfemik adalah meja, kayu, dan hutan. Kata-kata ini sudah memiliki makna yang utuh tanpa memerlukan tambahan morfem lain. - Kata Polimorfemik
Kata polimorfemik terdiri dari dua morfem atau lebih. Kata polimorfemik bisa berupa- kata berimbuhan: seperti berlatih dan tercapai,
- kata ulang: seperti anak-anak dan tolong-menolong,
- kata majemuk: seperti rumah sakit dan meja makan.
Kata-kata polimorfemik ini mengandung makna yang lebih kompleks dibandingkan dengan kata monomorfemik.
Jenis Kata Berdasarkan Perilaku Semantisnya
Selain berdasarkan jumlah morfemnya, kata juga dapat diklasifikasikan menurut perilakunya atau fungsinya dalam kalimat. Berdasarkan aspek ini, kata-kata dapat dibedakan menjadi beberapa kategori, seperti:
- Verba: Kata kerja yang menyatakan tindakan, misalnya makan, lari.
- Nomina: Kata benda yang merujuk pada objek atau konsep, misalnya meja, cinta.
- Adjektiva: Kata sifat yang menggambarkan sifat atau keadaan, misalnya cantik, besar.
- Adverbia: Kata keterangan yang memberikan informasi tambahan mengenai tindakan, misalnya cepat, dengan hati-hati.
- Pronomina: Kata ganti yang menggantikan nomina, seperti saya, kamu, dia.
- Demonstrativa: Kata penunjuk, seperti ini, itu.
- Interogativa: Kata tanya, seperti apa, siapa.
- Numeralia: Kata bilangan yang menyatakan jumlah, seperti dua, sepuluh.
- Preposisi: Kata depan yang menghubungkan kata dengan kata lain, seperti di, ke, dari.
- Konjungsi: Kata sambung yang menghubungkan antar-klausa, seperti dan, atau.
- Artikula: Kata yang mengindikasikan keterbatasan, misalnya sang, si.
- Interjeksi: Kata seru yang mengekspresikan perasaan spontan, seperti aduh, oh.
- Kategori Fatis: Kata yang berfungsi untuk menjaga komunikasi, seperti halo, selamat pagi.
Kata-kata ini merupakan elemen mendasar dalam konstruksi bahasa, memungkinkan pembicara dan penulis untuk menyusun frasa, klausa, dan kalimat yang lebih kompleks. Melalui kombinasi dan variasi kata, bahasa menjadi sarana komunikasi yang kaya dan ekspresif.
6. Frasa
Frasa adalah gabungan kata yang tidak melebihi batas fungsi atau hanya menduduki satu fungsi saja dalam kalimat. Dalam struktur kalimat, frasa hanya menduduki satu fungsi, misalnya sebagai subjek, predikat, objek, atau keterangan. Karena tidak melebihi batas fungsi, frasa merupakan gabungan kata yang tidak bersifat predikatif.
Baca juga: Frasa (Pengertian, Unsur, dan Jenisnya)
Sebagai contoh, dalam kalimat "Ayah saya sedang memperbaiki sepeda lama di teras rumah," terdapat beberapa frasa:
- ayah saya (subjek),
- sedang memperbaiki (predikat),
- sepeda lama (objek), dan
- di teras rumah (keterangan).
Frasa Endosentrik dan Eksosentrik
Secara sederhana ada dua jenis frasa, yaitu frasa endosentrik dan frasa eksosentrik. Frasa endosentrik. Berikut penjelasan sederhana dan contohnya.
- Frasa Endosentrik
Frasa endosentrik adalah frasa yang memiliki unsur inti yang membawa makna utama dari frasa tersebut. Unsur inti ini harus ada agar makna frasa tetap utuh.
Kata lain dalam frasa endosentrik berfungsi sebagai pelengkap atau penjelas, dan bisa dihilangkan tanpa mengubah makna dasar, meskipun mungkin akan mengurangi kedalaman informasi yang disampaikan.
Contoh:- Frasa buku baru: kata buku adalah unsur inti yang membawa makna utama (benda), sementara baru hanya sebagai penjelas. Jika baru dihilangkan, buku tetap menyampaikan makna utama, meskipun makna tambahannya hilang.
- Frasa sedang belajar: kata belajar adalah inti yang membawa makna utama (aktivitas), dan sedang hanya menambah informasi tentang waktu. Jika sedang dihilangkan, frasa belajar tetap memiliki makna utama.
Jadi, dalam frasa endosentrik, unsur inti adalah yang utama dan tidak bisa dihilangkan jika kita ingin mempertahankan makna dasar frasa.
- Frasa Eksosentrik
Frasa eksosentrik adalah frasa yang tidak memiliki unsur inti, sehingga kata-kata dalam frasa tersebut saling melengkapi dan tidak dapat mewakili frasa secara sendiri-sendiri.
Frasa ini umumnya membutuhkan keseluruhan kata dalam frasa untuk mendapatkan makna yang lengkap dan tidak bisa berdiri sendiri sebagai unsur inti.
Contoh frasa eksosentrik antara lain:- Frasa di rumah: kata di menunjukkan tempat dan tidak memiliki makna tanpa diikuti oleh rumah.
- Frasa karena hujan: kata karena menunjukkan sebab, tetapi tidak lengkap tanpa penjelasan tambahan seperti hujan.
Dalam frasa eksosentrik, kedua kata atau lebih dalam frasa tersebut harus digunakan bersama untuk mendapatkan makna yang utuh, karena tidak ada unsur inti yang bisa berdiri sendiri mewakili keseluruhan frasa.
7. Klausa
Klausa adalah satuan gramatikal yang bersifat predikatif. Maksudnya, klausa memiliki predikat sebagai unsur intinya.
Klausa disebut juga satuan gramatikal yang berpotensi menjadi kalimat karena klausa merupakan unsur langsung pembentuk kalimat.
Kalimat Ayah saya sedang memperbaiki sepeda lama di teras rumah merupakan kalimat yang terdiri atas satu klausa karena hanya memiliki satu predikat.
Ayah saya | sedang memperbaiki | sepeda lama | di teras rumah. |
Subjek | Predikat | Objek | Keterangan |
Klausa dapat berfungsi sebagai kalimat atau bagian dari kalimat karena memiliki potensi untuk menyampaikan pemikiran. Klausa dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
- Klausa Bebas: klausa yang bisa berdiri sendiri sebagai kalimat utuh jika diberi intonasi atau tanda baca yang sesuai. Misalnya, "ayah sedang makan" adalah klausa bebas karena memiliki struktur lengkap yang dapat berfungsi sebagai kalimat.
- Klausa Terikat: Klausa yang tidak dapat berdiri sendiri dan memerlukan klausa bebas untuk membentuk kalimat yang utuh. Klausa terikat sering kali digunakan dalam kalimat majemuk bertingkat sebagai klausa anak. Misalnya, dalam kalimat "Ketika adik mandi, ayah sedang makan," klausa ketika adik mandi adalah klausa terikat yang melengkapi klausa induk ayah sedang makan.
Ketika adik mandi | ayah | sedang makan. | |||
Keterangan | Subjek | Predikat | |||
Ketika | adik | mandi | |||
Konjungsi | Subjek | Predikat |
8. Kalimat
Kalimat adalah satuan gramatikal yang menyatakan pikiran atau gagasan utuh. Untuk menjadi sebuah kalimat, satuan ini harus memiliki subjek dan predikat serta intonasi akhir atau tanda baca tertentu yang menunjukkan batasan.
Kalimat dapat dibagi berdasarkan jumlah klausanya:
- Kalimat Tunggal: Terdiri atas satu klausa, misalnya "Adik mandi" atau "Ayah sedang makan." Setiap kalimat tunggal memiliki struktur sederhana dengan satu subjek dan satu predikat.
- Kalimat Majemuk: Terdiri dari lebih dari satu klausa dan dapat dibedakan menjadi dua:
- Kalimat Majemuk Setara: Menggabungkan dua klausa bebas yang setara, misalnya "Ayah sedang makan dan ibu sedang membaca." Kedua klausa bebas ini memiliki bobot yang sama dalam kalimat.
- Kalimat Majemuk Bertingkat: Menggabungkan klausa bebas (klausa induk) dengan klausa terikat (klausa anak). Contohnya, "Ketika adik mandi, ayah sedang makan." Dalam kalimat ini, klausa induk ayah sedang makan dapat berdiri sendiri, sedangkan klausa anak ketika adik mandi tidak dapat berdiri sendiri karena tidak menyampaikan makna yang lengkap.
9. Paragraf
Paragraf adalah satuan gramatikal yang terdiri dari beberapa kalimat yang mengembangkan satu gagasan pokok atau ide utama. Biasanya, paragraf merupakan bagian dari karangan atau tulisan yang utuh. Perhatikan contoh paragraf berikut.
Saat ini sampah plastik telah menjadi permasalahan genting di Indonesia. Mencengangkan, Indonesia menduduki peringkat dua dunia setelah Tiongkok dari 20 negara yang tercatat sebagai pembuang sampah plastik ke laut setiap tahunnya. Tercatat sekitar 12,7 juta ton sampah dibuang ke sungai setiap tahunnya yang kemudian bermuara ke lautan. Ditemukannya ikan paus yang mati dengan tumpukan sampah plastik di perutnya semakin menguatkan bahwa masalah plastik di Indonesia sangat pelik. Hampir bisa dikatakan, Indonesia darurat sampah plastik.
Unsur Fisik Paragraf
Berdasarkan contoh di atas, paragraf, yang juga dikenal sebagai alinea, memiliki tiga jenis kalimat penting, yaitu kalimat utama, kalimat pengembang, dan kalimat penegas.
- Kalimat Utama adalah kalimat yang mengandung gagasan pokok dari paragraf. Kalimat ini biasanya terletak di awal atau akhir paragraf, memberikan arah bagi kalimat-kalimat lain. Dalam contoh paragraf di atas, kalimat "Saat ini sampah plastik telah menjadi permasalahan genting di Indonesia" berperan sebagai kalimat utama yang menetapkan fokus paragraf pada isu sampah plastik di Indonesia.
- Kalimat Pengembang adalah kalimat-kalimat yang memperinci, menjelaskan, atau memperluas gagasan pokok yang disampaikan dalam kalimat utama. Kalimat pengembang memberikan data, fakta, atau contoh konkret yang mendukung ide utama, sehingga memperkaya pemahaman pembaca. Misalnya, kalimat "Mencengangkan, Indonesia menduduki peringkat dua dunia setelah Tiongkok dari 20 negara yang tercatat sebagai pembuang sampah plastik ke laut setiap tahunnya," memberikan fakta tambahan untuk memperkuat pernyataan utama.
- Kalimat Penegas adalah kalimat terakhir yang menegaskan kembali gagasan utama dengan cara lain, sering kali dengan nada kesimpulan atau penekanan. Kalimat ini memastikan pembaca menangkap ide utama dengan jelas dan memberikan sentuhan akhir pada paragraf. Pada contoh paragraf di atas, kalimat "Hampir bisa dikatakan, Indonesia darurat sampah plastik" adalah kalimat penegas yang menekankan keparahan masalah sampah plastik di Indonesia.
Unsur Batin Paragraf
Selain ketiga jenis kalimat tersebut, paragraf yang baik harus memiliki elemen kohesi (kesatuan bentuk) dan koherensi (kesatuan arti). Kohesi memastikan setiap kalimat saling terkait dalam struktur dan bentuknya, sementara koherensi menjaga agar kalimat-kalimat tersebut memiliki alur pemikiran yang runtut dan mudah diikuti. Kohesi dan koherensi membuat ide utama dalam paragraf dapat berkembang dengan lancar dan harmonis, seperti yang terlihat pada contoh paragraf tentang sampah plastik di atas.
10 Wacana: Satuan Kebahasaan Terbesar
Wacana berasal dari kata vacana dalam bahasa Sanskerta yang berarti ‘bacaan’. Kata tersebut masuk dalam bahasa Jawa Kuna menjadi wacana yang berarti ‘bicara’, ‘kata’, dan ‘ucapan’. Dalam bahasa Jawa Baru, kata wacana berarti ‘percakapan’. Dalam bahasa Indonesia, kata wacana digunakan sebagai padanan kata discourse dari bahasa Inggris. Di dunia linguistik, wacana berarti satuan gramatikal terbesar.
Wacana merupakan satuan kebahasaan yang kompleks. Wujud wacana bisa berupa teks utuh, baik secara lisan maupun tulisan, seperti pidato, percakapan, artikel, buku, kitab, dll. Oleh karena itu, pengertian wacana yang dimaksud dalam hal ini bukan arti wacana dalam kalimat berikut: “Ah, paling itu cuma wacana doang!”
Struktur sebuah wacana sekurang-kurangnya terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir. Adapun bagian inti merupakan bagian yang wajib ada. Bagian awal berfungsi sebagai pembuka wacana, bagian akhir berfungsi sebagai penutup wacana, dan bagian inti berfungsi memaparkan isi wacana.
Aspek ketatawacanaan meliputi kohesi, koherensi, referensi, inferensi, topik, dan skemata.
- Kohesi merupakan hubungan bentuk antarbagian wacana.
- Koherensi merupakan hubungan makna antarbagian wacana.
- Referensi merupakan pengacuan suatu bagian yang satu ke bagian lain dalam wacana tersebut.
- Inferensi merupakan penyimpulan atas proposisi-proposisi yang ada dalam suatu wacana dalam rangka memahami makna dan topik suatu wacana.
- Topik merupakan “roh” utama sebuah wacana. Topik merupakan inti yang dibahas dalam suatu wacana.
- Skemata merupakan kerangka berpikir yang terepresentasi dalam suatu wacana.
Kesimpulan
Setiap satuan kebahasaan, mulai dari fona hingga wacana, memainkan peran penting dalam membentuk, menyusun, dan menyampaikan makna dalam komunikasi. Fona dan fonem sebagai satuan terkecil memungkinkan kita membedakan makna melalui perbedaan bunyi, sedangkan silabel atau suku kata memberi ritme dan pola dasar pada kata-kata. Morfem, baik bebas maupun terikat, menjadi unsur bermakna dalam bahasa yang bergabung membentuk kata. Kata kemudian menjadi satuan terkecil yang dapat berdiri sendiri sebagai elemen bermakna dalam komunikasi.
Frasa, klausa, dan kalimat menambah kompleksitas dengan membentuk satuan-satuan yang memungkinkan kita menyampaikan informasi yang lebih terperinci. Frasa berfungsi sebagai satuan makna yang lebih sederhana, sementara klausa dan kalimat menjadi fondasi dalam membentuk ide yang utuh. Akhirnya, paragraf dan wacana menyusun pemikiran-pemikiran yang lebih besar dalam bentuk tulisan atau percakapan, memungkinkan kita untuk menyampaikan gagasan yang mendalam dan komprehensif.
Peran setiap satuan kebahasaan ini tidak hanya penting dalam komunikasi sehari-hari tetapi juga dalam kajian linguistik yang lebih mendalam, membantu kita memahami bahasa sebagai sistem yang kompleks dan terstruktur.
Jika ingin memahami lebih jauh tentang struktur bahasa atau mendalami linguistik, coba lakukan analisis pada kalimat-kalimat sederhana di sekitar kita. Perhatikan bagaimana satuan-satuan bahasa bekerja sama membentuk makna yang utuh. Mari pahami bahasa kita lebih dalam, agar kita dapat berkomunikasi dengan lebih efektif dan berarti.
Penulis: Sony Christian Sudarsono | Editor: Benedikta Haryanti | Gambar: Freepik