Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa, sebuah alat komunikasi yang paling sering kita gunakan setiap hari. Dari percakapan sederhana hingga tulisan akademis, bahasa menjadi sarana utama untuk menyampaikan ide, emosi, dan informasi.
Pernahkah Anda bertanya-tanya bagaimana bahasa bekerja? Mengapa kita bisa memahami kata-kata yang diucapkan orang lain, atau bagaimana anak-anak belajar berbicara dengan cepat? Linguistik hadir untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini melalui pendekatan ilmiah yang mendalam.
Meskipun terdengar seperti bidang akademis yang rumit, kajian linguistik sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahasa adalah bagian tak terpisahkan dari interaksi sosial, budaya, bahkan identitas manusia.
Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi dunia linguistik dari berbagai sudut pandang. Anda akan memahami apa itu linguistik, hakikatnya, serta perannya dalam membantu kita memahami bahasa dan manusia.
1. Pengertian Linguistik
Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa dari berbagai aspek, mulai dari bunyi hingga makna, serta bagaimana bahasa digunakan dalam kehidupan manusia.
Untuk memahami linguistik lebih dalam, kita perlu mengenal asal-usul istilah ini dan ruang lingkupnya sebagai ilmu.
Mari kita mulai dengan melihat etimologi istilah linguistik, yang memberikan gambaran tentang bagaimana bahasa dipahami dan dikaji secara ilmiah.
Setelah itu, kita akan membahas ruang lingkup linguistik, yang menunjukkan bagaimana ilmu ini berhubungan erat dengan berbagai aspek kehidupan.
a. Etimologi Linguistik: Asal-Usul Kata dan Maknanya
Linguistik merupakan padanan untuk kata linguistics dari bahasa Inggris. Kata tersebut berasal dari kata lingua dalam bahasa Latin yang berarti ‘lidah’ dan kemudian berkembang menjadi ‘bahasa’. Kata ini mencerminkan peran lidah sebagai alat utama yang digunakan manusia untuk menghasilkan bunyi bahasa.
Selain itu, akhiran -ics dalam bahasa Inggris, yang berakar dari -iques dalam bahasa Prancis dan -ica dalam bahasa Latin, serta –ikos dalam bahasa Yunani. Akhiran tersebut memiliki arti ‘berkaitan dengan seni dan ilmu’.
Sufiks-sufiks tadi dapat disejajarkan dengan akhiran –logy yang juga berarti ‘ilmu’. Dengan demikian, linguistik berarti ilmu yang secara ilmiah mengkaji bahasa.
Etimologi kata ini menunjukkan bahwa linguistik bukan hanya tentang bahasa sebagai alat komunikasi, tetapi juga tentang kajian mendalam yang sistematis terhadap cara kerja bahasa itu sendiri.
Sebagai ilmu, linguistik mencakup analisis terhadap bunyi, kata, struktur, makna, dan fungsi sosial bahasa. Dengan pendekatan ilmiah, linguistik memberikan wawasan tentang bagaimana manusia menggunakan bahasa untuk berkomunikasi secara efektif.
b. Ruang Lingkup Linguistik: Kajian Bahasa dalam Kehidupan
Linguistik menempati posisi penting dalam rumpun ilmu humaniora. Kajian ini tidak hanya terbatas pada bahasa sebagai sistem komunikasi, tetapi juga menyentuh berbagai aspek lain yang lebih luas.
Misalnya, linguistik mengupas evolusi bahasa sebagai hasil perkembangan biologis manusia, termasuk struktur alat ucap dan perkembangan otak. Dalam konteks budaya, linguistik menjelaskan bagaimana bahasa mendukung perkembangan peradaban dan membangun identitas sosial manusia.
Ruang lingkup linguistik mencakup berbagai dimensi, mulai dari aspek teknis seperti fonologi (bunyi bahasa), morfologi (struktur kata), hingga aspek sosial seperti pragmatik (penggunaan bahasa dalam konteks).
Melalui pendekatan ini, linguistik membantu kita memahami manusia sebagai homo loquens (makhluk bertutur), animal symbolicum (makhluk bersimbol), dan homo semioticus (makhluk bertanda).
Selain itu, linguistik memiliki peran praktis dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dalam pengajaran bahasa, pembuatan kamus, tata bahasa, bahkan pengembangan teknologi seperti pemrosesan bahasa alami (natural language processing).
Semua ini menunjukkan bahwa linguistik adalah ilmu yang tidak hanya teoretis, tetapi juga relevan dengan kehidupan modern.
2. Mengkaji Bahasa vs Mempelajari Bahasa
a. Mengkaji Bahasa: Pendekatan Ilmiah terhadap Bahasa
Linguistik adalah ilmu bahasa. Namun, mempelajari linguistik tidak sama dengan mempelajari bahasa itu sendiri.
Baca juga: Mempelajari Ilmu Bahasa Berbeda dengan Mempelajari Bahasa
Ketika seseorang mempelajari linguistik, fokusnya adalah mengkaji berbagai fenomena kebahasaan secara ilmiah. Kajian ini melibatkan analisis mendalam tentang struktur, fungsi, dan penggunaan bahasa untuk menemukan kebenaran yang bersifat ilmiah.
Dengan kata lain, linguistik bertujuan untuk memahami “bagaimana bahasa bekerja” dan bukan “bagaimana cara berbahasa.”
Pendekatan dalam mengkaji bahasa bersifat logis dan sistematis. Logis berarti kajian tersebut didasarkan pada penalaran yang rasional, bukan sekadar spekulasi. Sistematis berarti analisis dilakukan melalui langkah-langkah terorganisasi yang sesuai dengan prosedur ilmiah.
Sebagai contoh, seorang linguis mungkin menganalisis mengapa imbuhan tertentu berubah bentuk dalam kata-kata tertentu, seperti bekerja dari imbuhan ber- dan kerja. Analisis ini tidak hanya menjelaskan pola, tetapi juga memberikan wawasan tentang sistem bahasa yang lebih besar.
Seorang linguis bertugas menjelaskan fenomena kebahasaan secara menyeluruh, termasuk penyebab, dampak, dan bahkan solusi atas berbagai masalah kebahasaan.
Oleh karena itu, mempelajari linguistik bukan sekadar mempelajari teori, tetapi juga menerapkannya pada situasi nyata untuk memahami hubungan antara bahasa dan masyarakat.
b. Mempelajari Bahasa: Keterampilan Praktis dalam Berkomunikasi
Di sisi lain, mempelajari bahasa bertujuan agar seseorang dapat menggunakan bahasa tersebut secara efektif. Fokus utamanya adalah pada keterampilan berbahasa, seperti menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Berbeda dengan mengkaji bahasa yang bersifat teoretis, mempelajari bahasa lebih bersifat praktis.
Kegiatan mempelajari bahasa mencakup pembelajaran tentang tata bahasa, kosakata, pelafalan, dan cara berkomunikasi yang baik.
Contohnya, dalam belajar bahasa asing, orang biasanya diajarkan cara mengucapkan kata dengan benar, membentuk kalimat, dan memahami budaya yang terkait dengan bahasa tersebut.
Hal ini bertujuan agar pemelajar dapat berkomunikasi dengan lancar dalam bahasa tersebut.
Selain itu, mempelajari bahasa juga dapat menjadi seni. Misalnya, keterampilan berbicara seperti orasi atau stand-up comedy menekankan pada keindahan penyampaian dan keefektifan pesan. Keterampilan menulis, seperti menghasilkan puisi atau cerita, juga melibatkan kreativitas tinggi.
Dengan demikian, seorang pembelajar bahasa dapat menjadi seniman bahasa, seperti penulis, penyair, atau pembicara publik.
c. Perbedaan Utama antara Mengkaji Bahasa dan Mempelajari Bahasa
Untuk merangkum perbedaan ini, berikut adalah beberapa poin utamanya.
Aspek | Mengkaji Bahasa | Mempelajari Bahasa |
Tujuan | Memahami bahasa secara ilmiah dan menemukan pengetahuan baru tentang struktur, fungsi, dan penggunaan bahasa. | Menguasai keterampilan berbahasa untuk berkomunikasi dengan baik dan benar, baik lisan maupun tulisan. |
Pendekatan | Logis, sistematis, berbasis teori; menggunakan metode ilmiah untuk menganalisis fenomena kebahasaan. | Praktis dan pragmatis; berfokus pada pembelajaran keterampilan seperti menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. |
Hasil Akhir | Pengetahuan mendalam tentang struktur, fungsi, dan sistem bahasa, termasuk solusi atas masalah kebahasaan. | Keterampilan berbahasa, seperti berbicara dengan lancar, menulis dengan baik, atau menguasai bahasa asing. |
d. Mengapa Keduanya Penting?
Baik mengkaji bahasa maupun mempelajari bahasa memiliki peran yang penting. Mengkaji bahasa membantu kita memahami bahasa secara mendalam, yang berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan, seperti pembuatan tata bahasa, kamus, dan teknologi linguistik.
Sementara itu, mempelajari bahasa memungkinkan manusia berinteraksi dan berkomunikasi dengan efektif, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam konteks profesional.
Dengan memahami perbedaan ini, kita dapat melihat bagaimana linguistik sebagai ilmu bahasa melengkapi upaya manusia untuk terus meningkatkan keterampilan berbahasa dan memperkaya pengetahuan tentang bahasa itu sendiri.
3. Linguistik sebagai Ilmu
Dalam filsafat ilmu pengetahuan, sebagaimana diungkapkan oleh Jujun Suriasumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, sebuah ilmu harus memenuhi tiga landasan utama:
- ontologis,
- epistemologis, dan
- aksiologis.
Linguistik memenuhi ketiga landasan tersebut sehingga menjadikannya ilmu yang layak untuk dipelajari secara akademik dan diterapkan secara praktis.
Baca juga: Linguistik Disebut Ilmu karena Memenuhi Tiga Landasan Ini
a. Landasan Ontologis Linguistik
Landasan ontologis berkaitan dengan objek kajian ilmu. Dalam linguistik, objek kajiannya adalah bahasa, yang terdiri dari:
- Objek Formal: Bahasa sebagai sistem komunikasi manusia.
- Objek Material: Satuan-satuan kebahasaan, seperti bunyi, kata, frasa, hingga wacana.
i. Objek Kajian Linguistik
Landasan ontologis linguistik berkaitan dengan apa yang menjadi objek kajiannya. Untuk memahami hal ini, penting untuk mengenal dua jenis objek dalam ilmu pengetahuan, yaitu objek formal dan objek material.
Objek formal adalah sudut pandang atau aspek tertentu dari sebuah fenomena yang dikaji oleh sebuah ilmu. Dalam linguistik, objek formalnya adalah bahasa itu sendiri, tetapi bukan sebagai alat komunikasi belaka.
Linguistik memandang bahasa sebagai sistem yang kompleks dan terstruktur, yang dapat dianalisis untuk memahami bagaimana bahasa bekerja. Dengan kata lain, linguistik tidak hanya tertarik pada “bahasa sebagai alat berbicara,” tetapi pada bahasa sebagai sistem yang memiliki aturan dan pola tertentu.
Sementara itu, objek material adalah hal konkret atau nyata yang menjadi fokus kajian suatu ilmu. Dalam linguistik, objek materialnya meliputi satuan-satuan kebahasaan seperti bunyi bahasa (fonem), kata, frasa, kalimat, dan wacana.
Ini berarti, linguistik menganalisis elemen-elemen yang membangun bahasa, baik secara individu maupun dalam konteks yang lebih luas.
Sebagai contoh:
- Ketika linguistik mengkaji bunyi bahasa, ini termasuk objek material yang disebut fonologi.
- Jika yang dikaji adalah struktur kata, ini termasuk dalam morfologi.
- Ketika fokusnya adalah susunan kata dalam kalimat, ini masuk ke ranah sintaksis.
- Sementara itu, wacana yang melibatkan hubungan antar kalimat dan konteks disebut analisis wacana.
Bayangkan Anda mempelajari sebuah mobil. Objek materialnya adalah mobil itu sendiri dengan semua komponennya seperti roda, mesin, dan setir. Objek formalnya adalah cara Anda memandang atau menganalisis mobil tersebut—misalnya dari segi desain, efisiensi bahan bakar, atau teknologi mesinnya.
Dalam konteks linguistik, bahasa adalah “mobilnya,” sementara cara linguistik menganalisis bahasa adalah “sudut pandangnya.”
Dengan memahami perbedaan ini, kita dapat melihat bahwa linguistik memiliki pendekatan khusus dalam mengkaji bahasa.
Linguistik tidak hanya mengamati bahasa secara kasat mata, tetapi juga mendalami pola, struktur, dan fungsi yang ada di balik penggunaan bahasa tersebut.
Hal ini membuat linguistik menjadi ilmu yang sistematis dan mendalam dalam memahami bahasa manusia.
ii. Objek Primer dan Sekunder
Linguistik mempelajari bahasa dalam berbagai bentuknya:
- Bahasa Lisan sebagai objek kajian primer.
- Bahasa Tertulis sebagai objek sekunder.
Objek primer dan objek sekunder dalam konteks linguistik mengacu pada tingkat prioritas dan fokus kajian terhadap berbagai bentuk bahasa. Istilah ini membantu menjelaskan apa yang menjadi pusat perhatian utama dalam kajian linguistik dan apa yang dianggap sebagai pelengkap atau perluasan dari kajian tersebut.
Objek Primer
Objek primer adalah fokus utama dalam kajian linguistik, yaitu hal yang paling mendasar dan universal dalam fenomena bahasa. Dalam linguistik, objek primer adalah bahasa lisan.
Mengapa bahasa lisan menjadi objek primer? Karena bahasa lisan adalah bentuk komunikasi yang paling awal dan alami bagi manusia.
Sebelum manusia mengenal tulisan atau bentuk-bentuk komunikasi lainnya, bahasa lisan telah digunakan sebagai cara untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan informasi.
Bahasa lisan juga memiliki elemen dasar yang membentuk struktur bahasa, seperti bunyi (fonem), pola kata, dan intonasi.
Misalnya, ketika seorang linguis mempelajari bagaimana bunyi dihasilkan oleh alat ucap manusia atau bagaimana pola intonasi digunakan untuk menyampaikan makna tertentu, ia sebenarnya sedang mempelajari bahasa lisan sebagai objek primer.
Objek Sekunder
Objek sekunder adalah bentuk lain dari bahasa yang tidak bersifat mendasar tetapi tetap menjadi bagian penting dalam kajian linguistik. Dalam hal ini, bahasa tertulis menjadi objek sekunder dalam linguistik.
Bahasa tertulis dianggap sekunder karena merupakan representasi dari bahasa lisan yang diciptakan belakangan dalam sejarah manusia.
Meskipun penting untuk komunikasi modern, tulisan bukanlah bentuk alami dari bahasa manusia. Namun, kajian terhadap teks dan dokumen tertulis tetap relevan, terutama dalam bidang-bidang seperti sintaksis, analisis wacana, dan sejarah bahasa.
Sementara itu, belakangan salah satu sistem tanda yang sebenarnya bukan merupakan bahasa juga dikaji dengan perspektif linguistik, yaitu sistem isyarat. Orang pun menyebutnya bahasa isyarat.
Bahasa isyarat adalah bentuk komunikasi yang digunakan oleh komunitas Tuli. Sistem ini unik karena tidak melibatkan bunyi, tetapi tetap memiliki struktur gramatikal dan pola-pola tertentu yang mirip dengan bahasa lisan.
Kini, bahasa isyarat menjadi objek kajian yang semakin penting dalam linguistik, karena membantu memahami bagaimana bahasa bekerja tanpa melibatkan suara.
Bahasa lisan dan tertulis saling melengkapi dalam kajian linguistik. Bahasa lisan sebagai objek primer memberikan dasar pemahaman tentang bagaimana bahasa bekerja secara alami. Sementara itu, bahasa tertulis (juga ditambah bahasa isyarat) sebagai objek sekunder memperluas pemahaman ini dengan menunjukkan bagaimana bahasa dapat beradaptasi dalam berbagai medium komunikasi.
Sebagai contoh, seorang linguis mungkin mempelajari perbedaan antara cara seseorang berbicara (lisan) dan cara ia menulis (tertulis), atau bagaimana struktur bahasa lisan diterjemahkan ke dalam bahasa isyarat. Dengan demikian, kajian linguistik mencakup semua bentuk bahasa untuk memahami komunikasi manusia secara holistik.
iii. Bahasa sebagai Fakta Sosial
Kajian linguistik dibedakan lebih lanjut melalui dikotomi yang diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure, yaitu:
- Langue: Sistem bahasa yang disepakati oleh komunitas penuturnya. Ini adalah fakta sosial yang mencerminkan kesepakatan kolektif tentang struktur bahasa.
- Parole: Realisasi individu dari penggunaan bahasa, seperti cara seseorang berbicara atau menulis.
Konsep ini dipengaruhi oleh teori fakta sosial dari Emile Durkheim, yang melihat bahasa sebagai produk kesepakatan bersama yang mengikat perilaku masyarakat.
Dalam pandangan Durkheim, fakta sosial adalah segala cara bertindak, berpikir, dan merasakan yang bersifat eksternal terhadap individu, tetapi memiliki kekuatan mengikat yang kuat.
Fakta sosial ini eksis secara kolektif dan mencakup norma, nilai, tradisi, dan kebiasaan yang mengatur kehidupan masyarakat.
Durkheim menekankan bahwa fakta sosial bukanlah hasil dari pilihan individu semata, melainkan merupakan konstruksi kolektif yang mengikat perilaku anggota masyarakat.
Misalnya, aturan sopan santun dalam masyarakat tertentu adalah fakta sosial karena setiap orang tunduk pada aturan tersebut tanpa perlu menciptakannya sendiri.
Disebut Fakta Sosial karena …
Bahasa disebut sebagai fakta sosial karena memenuhi karakteristik tersebut. Pertama, bahasa adalah sistem komunikasi yang tidak diciptakan oleh satu individu, melainkan terbentuk secara kolektif oleh masyarakat pengguna bahasa.
Kedua, bahasa bersifat mengikat karena setiap anggota masyarakat harus mengikuti aturan kebahasaan yang berlaku agar dapat berkomunikasi.
Misalnya, tata bahasa dan kosakata suatu bahasa adalah hasil kesepakatan bersama yang harus dipatuhi oleh penuturnya.
Jika seseorang menyimpang terlalu jauh dari aturan ini, ia mungkin tidak akan dipahami oleh orang lain.
Ketiga, bahasa memiliki kekuatan eksternal yang memengaruhi cara berpikir dan bertindak manusia.
Misalnya, istilah-istilah yang ada dalam suatu bahasa dapat membentuk cara individu memandang dunia.
Konsep ini dikenal sebagai hipotesis linguistic relativity atau Sapir-Whorf Hypothesis, yang menyatakan bahwa struktur bahasa memengaruhi pola pikir penggunanya.
Sebagai fakta sosial, bahasa juga menunjukkan dinamika masyarakat yang terus berkembang. Perubahan dalam tata bahasa, munculnya kata-kata baru, dan hilangnya bahasa tertentu adalah cerminan dari perubahan dalam pola pikir, budaya, dan struktur sosial masyarakat.
Dengan demikian, bahasa sebagai fakta sosial adalah hasil konstruksi kolektif yang mengatur cara manusia berkomunikasi, berpikir, dan menjalani kehidupan sosial.
Hal ini menunjukkan betapa eratnya hubungan antara bahasa dan masyarakat, sekaligus menggarisbawahi pentingnya linguistik sebagai ilmu yang mempelajari bahasa secara mendalam.
b. Landasan Epistemologis Linguistik
Landasan epistemologis linguistik menjelaskan bagaimana linguistik menghasilkan pengetahuan tentang bahasa secara ilmiah.
Epistemologi berhubungan dengan cara sebuah ilmu mengkaji objeknya, termasuk pendekatan, metode, dan sistematika yang digunakan.
Dalam linguistik, pendekatan-pendekatan utama yang digunakan adalah formalisme dan fungsionalisme, yang masing-masing memiliki fokus dan metode yang berbeda.
i. Pendekatan Formalisme: Struktur Internal Bahasa
Pendekatan formalisme dalam linguistik memusatkan perhatian pada struktur internal bahasa. Dalam pendekatan ini bahasa dilihat sebagai sistem yang berdiri sendiri, terpisah dari konteks sosial dan budaya. Analisis dalam formalisme fokus pada komponen-komponen bahasa. Misalnya:
- Fonologi: Studi tentang bunyi bahasa, termasuk bagaimana bunyi diproduksi, diatur, dan saling berhubungan dalam sebuah sistem bahasa.
- Morfologi: Analisis tentang struktur kata, misalnya bagaimana akar kata, imbuhan, dan proses pembentukan kata lainnya bekerja.
- Sintaksis: Kajian tentang bagaimana kata-kata dirangkai menjadi frasa, klausa, dan kalimat yang sesuai dengan aturan tata bahasa.
Sebagai contoh, formalisme mempelajari bagaimana sebuah kalimat seperti Budi menendang bola terbentuk dari subjek Budi, predikat menendang, dan objek bola tanpa memedulikan bagaimana kalimat tersebut digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuannya adalah untuk memahami aturan dasar yang mendasari pembentukan kata atau kalimat dalam suatu bahasa.
ii. Pendekatan Fungsionalisme: Bahasa dalam Konteks Sosial
Sebaliknya, fungsionalisme menekankan pentingnya fungsi bahasa dalam kehidupan manusia. Pendekatan ini melihat bahasa sebagai alat komunikasi yang tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial dan budaya tempat bahasa itu digunakan.
Kajian dalam fungsionalisme dapat melibatkan:
- Pragmatik: Analisis tentang bagaimana bahasa digunakan dalam konteks tertentu untuk menyampaikan maksud atau tujuan tertentu.
- Sosiolinguistik: Studi tentang hubungan antara bahasa dan masyarakat, termasuk bagaimana faktor sosial seperti usia, gender, atau status memengaruhi cara orang berbahasa.
- Analisis Wacana: Kajian tentang bagaimana bahasa digunakan dalam teks atau percakapan untuk membangun makna dalam konteks tertentu.
Misalnya, dalam fungsionalisme, tuturan seperti Budi menendang bola akan dipelajari dalam konteks tertentu. Akibatnya, akan muncul analisis mengapa bentuk tuturannya bukan malah Bola ditendang Budi.
iii. Metode Penelitian Linguistik: Logis dan Sistematis
Pendekatan-pendekatan ini didukung oleh metode penelitian yang logis dan sistematis, yang menjadi ciri khas linguistik sebagai ilmu.
Penelitian dalam linguistik menggunakan langkah-langkah yang terstruktur untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasi data bahasa.
Metode ini memungkinkan temuan-temuan linguistik dapat diuji kebenarannya secara ilmiah.
Salah satu rujukan penting dalam metode penelitian linguistik adalah buku Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa karya Sudaryanto yang diterbitkan oleh Sanata Dharma University Press.
Buku ini memberikan panduan yang lengkap tentang cara mengumpulkan data bahasa, bagaimana menganalisis data tersebut dengan teknik-teknik yang relevan, dan bagaimana menyajikan hasil analisisnya.
iv. Kombinasi Formalisme dan Fungsionalisme
Meskipun kedua pendekatan ini berbeda, keduanya saling melengkapi dalam memberikan pemahaman yang menyeluruh tentang bahasa.
Formalisme membantu kita memahami struktur dasar bahasa, sementara fungsionalisme menjelaskan bagaimana bahasa digunakan dalam kehidupan nyata.
Dengan menggabungkan kedua pendekatan ini, linguistik mampu menjawab pertanyaan tentang “bagaimana bahasa bekerja” sekaligus “mengapa bahasa digunakan dengan cara tertentu.”
Dengan pendekatan yang beragam dan metode yang sistematis, linguistik tidak hanya menjadi ilmu yang teoretis tetapi juga memberikan wawasan yang aplikatif untuk memahami bahasa dan penggunaannya dalam kehidupan manusia.
c. Landasan Aksiologis Linguistik
Landasan aksiologis linguistik menjelaskan manfaat dan tujuan praktis dari ilmu linguistik.
Aksiologi berhubungan dengan nilai-nilai yang dihasilkan oleh ilmu ini, baik secara teoretis maupun dalam penerapannya di masyarakat.
Dalam linguistik, landasan ini tercermin dari hasil kajian bahasa yang tidak hanya deskriptif tetapi juga memberikan kontribusi nyata dalam berbagai bidang.
i. Manfaat Praktis: Dasar Tata Bahasa dan Kamus
Salah satu hasil utama linguistik adalah deskripsi tentang struktur dan penggunaan bahasa.
Deskripsi ini digunakan untuk menyusun produk kebahasaan seperti tata bahasa dan kamus, yang kemudian menjadi acuan penting dalam pembelajaran bahasa.
Sebagai contoh, tata bahasa membantu memahami aturan pembentukan kata dan kalimat, sedangkan kamus menyediakan makna dan penggunaan kata dalam berbagai konteks.
Produk kebahasaan ini bermanfaat dalam banyak aspek kehidupan, mulai dari pendidikan hingga literasi.
Misalnya, tata bahasa standar diperlukan dalam pengajaran bahasa di sekolah, sedangkan kamus membantu penutur bahasa memperluas kosakata dan memahami penggunaan kata secara tepat.
ii. Linguistik dalam Analisis Ideologi dan Kekuasaan
Selain manfaat praktis, linguistik juga memberikan kontribusi penting dalam memahami aspek sosial dan politik bahasa.
Kajian linguistik modern mencakup analisis tentang ideologi dan kekuasaan yang tersembunyi dalam penggunaan bahasa.
Bahasa tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga sarana untuk membentuk opini, mengukuhkan kekuasaan, atau bahkan membongkar ketidakadilan.
Sebagai contoh, dalam analisis wacana kritis, seorang linguis dapat mengkaji bagaimana pilihan kata dalam media massa menciptakan narasi tertentu yang mendukung kepentingan pihak tertentu.
Misalnya, penggunaan istilah seperti penyesuaian harga dibandingkan kenaikan harga dapat membingkai persepsi publik terhadap suatu kebijakan.
iii. Dari Word Order ke World Order
Linguistik tidak hanya membahas struktur internal bahasa, atau yang sering disebut sebagai word order (tata kata), tetapi juga dampaknya terhadap dunia sosial, atau yang disebut world order (tata dunia).
P. Ari Subagyo, dalam disertasinya tentang wacana tajuk tentang terorisme, menyoroti bagaimana bahasa dapat digunakan untuk membangun narasi global yang memengaruhi persepsi masyarakat tentang konflik dan kekuasaan.
Sebagai contoh, narasi media tentang “perang melawan terorisme” sering kali menggunakan kata-kata yang menguatkan posisi kekuasaan tertentu sambil menekan pihak lain.
Kajian linguistik membantu mengungkap pola-pola ini, sehingga ketidakadilan yang tersembunyi dalam bahasa dapat diidentifikasi dan diatasi.
iv. Linguistik sebagai Ilmu yang Relevan dan Berdaya Guna
Dengan memenuhi landasan aksiologis, linguistik menjadi ilmu yang tidak hanya menjelaskan bagaimana bahasa bekerja, tetapi juga memberikan manfaat nyata.
Dari menciptakan pedoman kebahasaan hingga menganalisis dinamika kekuasaan dalam komunikasi, linguistik memiliki peran penting dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan inklusif.
Manfaat linguistik tidak hanya terbatas pada pembelajaran bahasa, tetapi juga meluas ke ranah sosial, budaya, dan politik.
Dengan memahami bahasa sebagai alat yang memengaruhi dunia, linguistik memberikan kontribusi yang signifikan bagi kehidupan manusia di berbagai aspek.
4. Jenis Linguistik
Linguistik memiliki banyak cabang yang mencerminkan cara bahasa dikaji dan dianalisis. Berikut adalah uraian beberapa jenis linguistik berdasarkan pendekatan yang digunakan, periode waktu yang dikaji, tujuan, dan fokusnya.
a. Sinkronis vs. Diakronis
Linguistik dapat dikaji berdasarkan kurun waktu tertentu. Ferdinand de Saussure, seorang pelopor linguistik modern, memperkenalkan dikotomi sinkronis dan diakronis untuk membedakan cara pandang terhadap bahasa.
Baca juga: Linguistik Diakronis dan Linguistik Sinkronis
Linguistik diakronis mempelajari perkembangan bahasa dari waktu ke waktu, menjadikannya lintas zaman.
Kajian ini sering dilakukan pada abad ke-19 dan berfokus pada bagaimana bahasa berubah, berkembang, dan bercabang menjadi bahasa-bahasa baru.
Sebagai contoh, kajian diakronis menunjukkan bahwa bahasa Italia, Spanyol, Portugis, dan Prancis berasal dari bahasa Latin.
Di Nusantara, analisis terhadap bahasa Jawa, Sunda, dan Melayu menunjukkan hubungan kekerabatan dalam rumpun bahasa Austronesia.
Kajian diakronis bertujuan untuk menemukan pola perubahan bahasa serta kekerabatan antarbahasa, yang pada akhirnya mengarah pada rekonstruksi bahasa proto, atau bahasa induk.
Misalnya, melalui kajian ini ditemukan bahwa bunyi p dalam bahasa Proto-Austronesia berubah menjadi h dalam bahasa Melayu, seperti pada kata putih (Proto-Austronesia) menjadi potiq (Jawa Kuno) dan puhi (Fiji).
Sebaliknya, linguistik sinkronis berfokus pada kajian bahasa pada kurun waktu tertentu saja. Pendekatan ini tidak membandingkan bahasa dengan masa lampau, melainkan menggambarkan keadaan bahasa pada satu titik waktu.
Misalnya, kajian sinkronis pada bahasa Indonesia hari ini akan menganalisis struktur kata, pola kalimat, dan penggunaan bahasa dalam media sosial.
Saussure mengkritik kajian diakronis karena terlalu berorientasi pada sejarah dan memperkenalkan pendekatan sinkronis sebagai paradigma baru.
Kajian sinkronis bertujuan untuk memahami pola dan kaidah yang mendasari sistem bahasa pada suatu waktu tertentu tanpa melihat perkembangan sejarahnya.
b. Deskriptif vs. Preskriptif
Linguistik juga dapat dibedakan berdasarkan tujuan kajiannya, yaitu deskriptif dan preskriptif.
Linguistik deskriptif berusaha menggambarkan bagaimana bahasa benar-benar digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kajian ini mendokumentasikan tata bahasa dan pola penggunaan bahasa sebagaimana adanya tanpa memberikan penilaian atau aturan.
Contohnya adalah penelitian Ferdinand de Saussure tentang langue (sistem bahasa kolektif) dan parole (penggunaan bahasa secara individual), yang membantu memahami bagaimana bahasa berfungsi dalam masyarakat.
Pendekatan ini dianggap lebih akurat karena memberikan gambaran lengkap tentang keberagaman bahasa.
Misalnya, linguistik deskriptif akan mencatat bagaimana penutur bahasa Indonesia di berbagai daerah menggunakan kata tidak atau nggak dalam konteks berbeda tanpa menetapkan mana yang benar atau salah.
Di sisi lain, linguistik preskriptif bertujuan untuk menetapkan aturan-aturan tentang bagaimana bahasa “seharusnya” digunakan.
Kajian ini sering dilakukan oleh pengajar bahasa, penulis buku tata bahasa, atau penyusun pedoman bahasa formal.
Misalnya, tata bahasa Indonesia mengajarkan bahwa imbuhan me(N)- pada kata menulis mengalami perubahan menjadi men- sebelum kata dasar yang diawali bunyi [t].
Namun, pendekatan preskriptif sering dikritik karena tidak selalu mencerminkan keberagaman penggunaan bahasa dalam kenyataan.
Misalnya, standar preskriptif mungkin mengabaikan variasi dialek atau gaya bahasa informal yang digunakan oleh mayoritas penutur.
Meskipun demikian, kajian preskriptif tetap memiliki nilai praktis, terutama untuk keperluan pendidikan, profesionalisme, dan komunikasi resmi. Di sisi lain, linguistik deskriptif memberikan pandangan yang lebih luas dan fleksibel tentang bagaimana bahasa berfungsi dalam konteks sosial.
c. Struktural, Fungsional, dan Kritis
Ketiga pendekatan ini mencerminkan fokus yang berbeda dalam analisis bahasa.
- Linguistik struktural mempelajari bentuk atau struktur internal bahasa tanpa mempertimbangkan konteks sosialnya. Fokusnya adalah pada komponen seperti fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Misalnya, analisis struktural akan meneliti bagaimana kata bermain dibentuk dari imbuhan ber- dan kata dasar main.
- Linguistik fungsional menekankan penggunaan bahasa dalam konteks sosial dan budaya. Pendekatan ini melihat bagaimana bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dalam interaksi manusia. Misalnya, analisis fungsional akan mempelajari bagaimana orang menggunakan kata bermain dalam konteks yang berbeda, seperti berbicara dengan anak-anak atau dalam diskusi formal.
- Linguistik kritis mengkaji hubungan antara bahasa, kekuasaan, dan ideologi. Pendekatan ini digunakan untuk mengungkap bagaimana bahasa dapat mencerminkan dan memperkuat struktur sosial tertentu. Sebagai contoh, analisis wacana kritis dapat mengkaji bagaimana istilah pengungsi digunakan dalam media untuk membangun citra tertentu yang memengaruhi opini publik.
d. Mencerminkan Cara Pandang
Berbagai jenis linguistik mencerminkan cara pandang yang berbeda terhadap bahasa. Kajian sinkronis dan diakronis membantu memahami bahasa dalam dimensi waktu.
Sementara itu, linguistik deskriptif dan preskriptif menawarkan pendekatan yang berbeda dalam melihat penggunaan bahasa.
Pendekatan struktural, fungsional, dan kritis memperluas cakupan linguistik dengan menganalisis bahasa dari segi bentuk, fungsi, hingga ideologi.
Dengan memadukan berbagai pendekatan ini, linguistik menjadi ilmu yang kaya dan relevan untuk memahami bahasa dalam segala aspeknya.
5. Linguistik: Ilmu yang Dekat dengan Kehidupan
Linguistik adalah ilmu yang tidak hanya mendalam tetapi juga sangat relevan dalam kehidupan sehari-hari.
Kajian ini membawa kita pada pemahaman yang lebih luas tentang bagaimana bahasa bekerja, bagaimana manusia berkomunikasi, dan bagaimana bahasa memengaruhi cara kita berpikir, bertindak, dan berinteraksi.
Dari analisis struktur kata hingga pembongkaran ideologi dalam wacana, linguistik membantu menjelaskan fenomena-fenomena bahasa yang sering kali kita anggap remeh.
Bahasa, yang tampak sederhana, ternyata memiliki sistem yang rumit dan kekuatan yang luar biasa dalam membentuk dunia di sekitar kita.
Dengan mempelajari linguistik, kita tidak hanya memahami bahasa secara ilmiah tetapi juga lebih mengenal diri kita sebagai manusia. Bahasa adalah cerminan budaya, identitas, dan sejarah kita, dan linguistik menjadi kunci untuk membuka rahasia di balik itu semua.
Jadi, apakah Anda tertarik untuk menjelajahi lebih dalam tentang ilmu yang mempelajari bahasa ini? Jadikan linguistik sebagai jendela untuk memahami manusia dan dunia lebih baik.
Mari terus belajar, berdiskusi, dan menghargai keajaiban bahasa yang membuat kita menjadi makhluk yang unik dan berdaya.
Mari melihat linguistik sebagai ilmu yang akan menjadikan bahasa lebih dari sekadar kata-kata!
Penulis: Sony Christian Sudarsono | Editor: Benedikta Haryanti