transitivitas dalam analisis wacana kritis

Dalam analisis wacana kritis, setiap kata, frasa, dan kalimat memiliki makna tersembunyi yang berpotensi membentuk persepsi kita terhadap sebuah isu. Salah satu konsep penting dalam analisis ini adalah transitivitas, yaitu cara kalimat mewakili realitas dan menyusun peran-peran tindakan, penginderaan, eksistensi, dan relasi dalam sebuah wacana. Melalui transitivitas, kita tidak hanya melihat tindakan apa yang terjadi, tetapi juga siapa yang bertindak, siapa yang terkena dampaknya, dan bagaimana sikap tertentu bisa disampaikan secara tersirat.

Konsep ini sangat relevan ketika kita menganalisis teks berita atau media yang mungkin tampak netral di permukaan tetapi sebenarnya mengandung pesan yang mendukung atau menolak suatu kebijakan, misalnya dalam berita tentang kenaikan harga BBM. Artikel ini akan membahas secara lengkap jenis-jenis proses transitivitas—material, mental, verbal, relasional, dan eksistensial—dan bagaimana masing-masing proses ini berfungsi sebagai “alat” dalam analisis wacana kritis. Mari kita kupas bagaimana bahasa bekerja untuk lebih dari sekadar komunikasi: bahasa adalah kekuatan yang bisa memengaruhi pikiran dan persepsi kita.

AWK dan Transitivitas

Media memiliki kekuatan yang luar biasa dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap berbagai peristiwa dan individu. Melalui pilihan kata, struktur kalimat, dan narasi yang disajikan, media tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga mengarahkan opini dan pemahaman pembacanya. 

Di sinilah analisis wacana kritis (AWK) berperan penting, terutama dalam mengungkapkan dan memahami bagaimana bahasa dalam media bisa memuat bias ideologis atau berpihak pada kepentingan tertentu. Melalui AWK, kita tidak hanya melihat apa yang disampaikan, tetapi juga mengapa dan bagaimana sesuatu disampaikan. Ini menjadi sangat penting di era di mana informasi begitu mudah diakses dan persepsi publik sangat mudah terbentuk melalui media.

Apa Itu Analisis Wacana Kritis?

Analisis wacana kritis adalah pendekatan yang bertujuan mengidentifikasi dan memahami bagaimana bahasa mencerminkan dan membentuk kekuatan sosial, ideologi, dan ketidaksetaraan dalam masyarakat. 

AWK muncul sebagai respons terhadap kebutuhan untuk tidak hanya memahami bahasa sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai alat kontrol sosial. Dalam konteks media, AWK bertujuan mengungkap kepentingan atau ideologi yang mungkin tersembunyi di balik teks. 

Analisis ini menggali lebih dalam ke lapisan-lapisan makna yang mungkin tersembunyi, menunjukkan bagaimana pilihan bahasa, struktur kalimat, dan sudut pandang yang digunakan oleh penulis atau media dapat mencerminkan bias dan sikap tertentu terhadap subjek yang diberitakan.

Mengapa Struktur Kalimat Penting?

Salah satu aspek penting dalam AWK adalah analisis transitivity atau transitivitas, yaitu struktur kalimat yang melibatkan pemilihan kata kerja, subjek, dan objek dalam suatu klausa. 

Struktur kalimat bukan sekadar aturan gramatikal—melalui struktur ini, siapa yang diposisikan sebagai pelaku, korban, atau pihak yang terdampak dapat dengan mudah dimanipulasi. 

Misalnya, berita tentang peristiwa kekerasan bisa ditulis dengan “Polisi menembak demonstran,” yang menyatakan polisi sebagai agen, atau “Demonstran tertembak oleh polisi,” yang menggeser perhatian pada demonstran sebagai pihak yang terkena dampak. Pemilihan struktur semacam ini berimplikasi pada bagaimana tanggung jawab, kepentingan, dan simpati dipersepsikan oleh pembaca.

Dalam media, struktur kalimat sering kali digunakan untuk menyampaikan pesan yang mungkin tidak eksplisit, tetapi memiliki dampak besar dalam menciptakan persepsi. 

Pemilihan bentuk aktif atau pasif, serta siapa yang ditempatkan sebagai subjek, objek, atau pihak yang terkena dampak, semuanya bisa mengubah makna yang diterima oleh pembaca dan memengaruhi bagaimana suatu peristiwa dipahami. 

Analisis terhadap struktur kalimat ini memungkinkan kita untuk memahami lebih dalam bagaimana media dapat membingkai berita dengan cara yang mungkin menguntungkan atau merugikan pihak tertentu.

Relevansi bagi Pembaca

Analisis ini relevan bagi mahasiswa, peneliti bahasa, dan masyarakat umum yang ingin memahami dan mengevaluasi teks media secara lebih kritis. 

Bagi mahasiswa dan akademisi, memahami konsep-konsep seperti transitivitas dalam AWK membuka wawasan tentang bagaimana bahasa berfungsi sebagai alat yang lebih dari sekadar penyampaian pesan, tetapi juga sebagai pembentuk persepsi. 

Bagi masyarakat umum, memahami teknik-teknik ini memberi kemampuan untuk membaca berita dengan perspektif yang lebih kritis, mengenali kemungkinan bias, dan tidak begitu saja menerima informasi secara mentah.

Melalui pemahaman terhadap analisis wacana kritis, pembaca akan lebih sadar bahwa tidak semua yang mereka baca adalah kebenaran objektif, tetapi sering kali merupakan konstruksi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, politik, dan ideologis. Ini adalah langkah awal menuju masyarakat yang lebih literat, kritis, dan mampu melihat di balik kata-kata yang tertera dalam teks berita.

Apa Itu Transitivitas dalam Analisis Wacana Kritis?

Dalam analisis wacana kritis, transitivity atau transitivitas adalah konsep yang merujuk pada cara suatu peristiwa atau tindakan direpresentasikan melalui struktur kalimat, termasuk pilihan kata kerja, subjek, dan objek. 

Transitivitas tidak hanya menggambarkan aksi atau keadaan, tetapi juga menunjukkan siapa yang berperan sebagai agen, sasaran, atau pihak yang terkena dampak dari suatu peristiwa. 

Secara sederhana, transitivitas adalah alat yang membantu kita memahami bagaimana pesan tertentu disusun dan bagaimana peran dalam peristiwa tersebut dibingkai melalui bahasa.

Definisi Transitivitas

Transitivitas dalam analisis wacana berfokus pada bagaimana struktur kalimat dapat memengaruhi interpretasi makna. Ketika kita berbicara tentang transitivitas, kita merujuk pada hubungan antara pelaku tindakan (agen), tindakan itu sendiri (proses), dan pihak yang terdampak atau objek dari tindakan tersebut. 

Pilihan kata kerja, penempatan subjek, atau objek dalam sebuah kalimat bukanlah pilihan netral. Hal-hal tersebut menentukan siapa yang bertanggung jawab atas suatu tindakan dan siapa yang mengalami dampaknya.

Misalnya, dalam kalimat “Polisi menembak pemuda,” struktur kalimat aktif ini menonjolkan polisi sebagai agen yang bertanggung jawab atas tindakan menembak. 

Namun, jika kalimatnya diubah menjadi “Pemuda tertembak oleh polisi,” fokusnya bergeser ke pemuda sebagai pihak yang terdampak, sementara agen (polisi) tampak lebih jauh dari tanggung jawab langsung. 

Penggunaan kalimat pasif sering kali dapat mengaburkan tanggung jawab atau melembutkan kesan suatu peristiwa. Inilah alasan mengapa analisis transitivitas penting dalam analisis wacana kritis, karena menunjukkan bagaimana suatu peristiwa dapat dibingkai untuk membentuk persepsi tertentu.

Hubungan dengan Ideologi dan Representasi

Transitivitas tidak hanya berfungsi untuk menggambarkan aksi dalam bahasa. Ini juga membawa pesan ideologis yang sering kali tersirat. Pilihan struktur kalimat yang berbeda bisa mencerminkan bias tertentu atau mewakili sudut pandang yang spesifik. 

Media, misalnya, dapat menggunakan transitivitas untuk membingkai peristiwa tertentu sesuai dengan kepentingan tertentu, baik itu dalam upaya untuk menciptakan kesan simpati, mengaburkan tanggung jawab, atau mengkritik pihak tertentu. 

Struktur kalimat bisa digunakan untuk menonjolkan atau menyembunyikan siapa yang melakukan tindakan, terutama dalam konteks peristiwa kontroversial atau yang melibatkan pihak berkuasa.

Misalnya, perhatikan bagaimana peristiwa demonstrasi sering kali diberitakan. Kalimat seperti “Polisi membubarkan massa yang ricuh” menonjolkan polisi sebagai agen aktif yang bertindak untuk mengatasi situasi, sementara “Kerusuhan terjadi dalam aksi massa” mengalihkan fokus dari tindakan polisi dan mengesankan bahwa kerusuhan muncul begitu saja. 

Dengan demikian, transitivitas adalah alat ideologis yang efektif karena dapat digunakan untuk memperkuat atau mengurangi tanggung jawab atau dampak tertentu, tergantung pada siapa yang ingin ditekankan atau disembunyikan perannya.

Contoh Praktis

Untuk membantu pembaca memahami konsep ini, mari kita lihat beberapa contoh sederhana:

  • Aktif vs. Pasif: Kalimat “Perusahaan memberhentikan karyawan” menunjukkan perusahaan sebagai agen yang bertindak langsung, sementara “Karyawan diberhentikan oleh perusahaan” berfokus pada karyawan yang mengalami dampak dari tindakan tersebut.
  • Nominalisasi: Frase “Pemberhentian karyawan” adalah bentuk nominalisasi dari kata kerja “memberhentikan” diubah menjadi kata benda “pemberhentian.” Bentuk ini mengaburkan siapa yang sebenarnya melakukan tindakan dan dapat mengurangi kesan tanggung jawab dari perusahaan.

Dengan contoh-contoh ini, kita dapat melihat bahwa pilihan struktur kalimat dalam berita atau teks lainnya tidak hanya sekadar soal penyampaian informasi; pilihan ini memiliki dampak pada bagaimana pembaca memahami suatu peristiwa dan siapa yang dianggap bertanggung jawab. Transitivitas memberikan kita alat untuk membaca teks dengan lebih kritis dan memahami bagaimana makna dapat dibentuk melalui bahasa.

Komponen-Komponen Transitivitas dalam Analisis Wacana Kritis

Transitivitas dalam analisis wacana kritis adalah konsep yang lebih dari sekadar struktur kalimat. Ia memiliki tiga komponen utama yang membantu kita memahami bagaimana suatu peristiwa atau tindakan diatur dalam bahasa: proses (process), peserta (participant), dan keadaan (circumstances). 

Masing-masing komponen ini memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang cara peristiwa dibingkai dan peran apa yang dimainkan oleh masing-masing entitas dalam peristiwa tersebut.

Proses (Process)

Komponen pertama dari transitivitas adalah proses, yang merujuk pada tipe-tipe tindakan atau peristiwa yang direpresentasikan dalam sebuah kalimat. Dalam analisis wacana kritis, proses sangat penting karena memberikan gambaran tentang jenis peristiwa yang sedang terjadi, apakah itu merupakan aksi fisik, pemikiran atau perasaan, hubungan, atau komunikasi. 

Beberapa tipe proses utama dalam transitivitas meliputi jenis-jenis berikut.

  1. Proses Material: Menggambarkan tindakan fisik yang melibatkan gerakan atau perubahan di dunia luar. Ini biasanya melibatkan agen yang melakukan tindakan dan objek yang terkena dampaknya.
    • Contoh: “Polisi menembak pemuda.” Di sini, “menembak” adalah proses material yang menunjukkan aksi fisik yang dilakukan polisi terhadap pemuda.
  2. Proses Mental: Mengacu pada proses yang berkaitan dengan persepsi, emosi, atau pemikiran individu. Proses mental menunjukkan pengalaman internal pelaku.
    • Contoh: “Pemuda merasa takut.” Di sini, “merasa” adalah proses mental yang menggambarkan pengalaman emosional pemuda.
  3. Proses Verbal: Merujuk pada tindakan komunikasi seperti berkata, menyatakan, atau melaporkan. Proses verbal ini menunjukkan tindakan berbicara atau menyampaikan pesan.
    • Contoh: “Juru bicara menyatakan kebijakan baru.” Di sini, “menyatakan” adalah proses verbal yang menggambarkan tindakan komunikasi dari juru bicara.
  4. Proses Relasional: Menghubungkan subjek dengan atribut atau menjelaskan hubungan antara dua entitas, biasanya dalam bentuk “adalah” atau “memiliki.”
    • Contoh: “Kebijakan tersebut adalah solusi terbaik.” Dalam kalimat ini, “adalah” merupakan proses relasional yang menghubungkan kebijakan dengan atribut “solusi terbaik.”
  5. Proses Eksistensial: Menyatakan keberadaan atau eksistensi sesuatu, sering kali menggunakan kata kerja seperti “ada” atau “muncul.”
    • Contoh: “Ada peningkatan jumlah pengangguran.” Kata “ada” di sini menunjukkan proses eksistensial yang menyatakan keberadaan suatu keadaan atau fenomena.

Dengan memahami berbagai tipe proses ini, kita dapat lebih kritis melihat bagaimana bahasa digunakan untuk menggambarkan peristiwa dan pengalaman, serta cara pandang yang dibentuk terhadap peristiwa tersebut.

Peserta (Participants)

Komponen kedua dari transitivitas adalah peserta atau partisipan, yaitu peran yang dimainkan oleh entitas yang terlibat dalam suatu peristiwa atau tindakan. Peserta utama dalam analisis transitivitas adalah agen dan objek. Peserta ini sangat penting karena menentukan siapa yang melakukan tindakan dan siapa yang menerima atau terkena dampaknya.

  1. Agen: Merupakan pelaku utama atau pihak yang melakukan tindakan dalam proses material. Agen memiliki peran aktif dan sering kali ditempatkan sebagai subjek kalimat.
  • Contoh: “Pemerintah memperketat aturan.” Di sini, “pemerintah” adalah agen yang melakukan tindakan “memperketat.”
  1. Objek: Pihak atau entitas yang menerima dampak dari tindakan atau proses yang dilakukan agen. Objek biasanya ditempatkan setelah kata kerja dalam struktur kalimat.
  • Contoh: “Pemerintah memperketat aturan.” Dalam contoh ini, “aturan” adalah objek yang menerima dampak dari tindakan “memperketat.”

Peserta lainnya bisa mencakup pihak yang tidak aktif tetapi tetap terkena pengaruh, atau pihak yang hanya menjadi bagian dari deskripsi keadaan tanpa melakukan tindakan aktif. Memahami peran peserta ini memungkinkan kita untuk melihat siapa yang diberi tanggung jawab dalam sebuah peristiwa dan siapa yang digambarkan sebagai pihak yang mengalami dampaknya.

Keadaan (Circumstances)

Komponen terakhir dalam transitivitas adalah keadaan, yang memberikan informasi tambahan tentang konteks peristiwa atau tindakan, seperti waktu, tempat, cara, atau alasan. Keadaan tidak wajib ada dalam setiap kalimat, tetapi ketika digunakan, elemen ini memberikan rincian yang memperjelas situasi.

  1. Waktu: memberikan informasi kapan suatu peristiwa terjadi.
  • Contoh: “Polisi menembak pemuda tadi malam.”
  1. Tempat: menunjukkan di mana peristiwa berlangsung.
  • Contoh: “Polisi menembak pemuda di alun-alun kota.”
  1. Cara: menjelaskan bagaimana peristiwa terjadi, sering kali menunjukkan intensitas atau metode.
  • Contoh: “Polisi menembak pemuda dari jarak dekat.” Di sini, “dari jarak dekat” adalah keadaan yang menunjukkan cara tindakan dilakukan.

Dengan memahami elemen keadaan, kita dapat lebih paham akan konteks yang sengaja ditambahkan atau dihilangkan oleh penulis berita untuk membentuk persepsi tertentu. 

Misalnya, penyebutan “dari jarak dekat” dalam contoh di atas dapat menekankan ketegangan atau kegentingan situasi, sedangkan menghilangkannya mungkin membuat peristiwa terlihat kurang mengancam.

Dengan memahami tiga komponen utama ini—proses, peserta, dan keadaan—kita dapat lebih kritis dalam membaca dan menganalisis teks media. Struktur kalimat tidak hanya soal tata bahasa, tetapi juga tentang bagaimana makna dibentuk, siapa yang bertanggung jawab, dan bagaimana peristiwa dipahami dalam konteks sosial dan ideologis yang lebih luas.

Jenis-Jenis Proses dalam Transitivitas: Mengungkap Nuansa Makna

Struktur kalimat atau transitivitas sangat penting dalam analisis wacana kritis karena setiap klausa atau kalimat adalah representasi dari realitas yang dihadirkan penulis atau pembicara. Melalui pemilihan tipe proses tertentu—baik itu verbal, mental, relasional, material, atau eksistensial—penutur memilih bagaimana suatu peristiwa, tindakan, atau keadaan digambarkan, dan keputusan ini bisa memengaruhi persepsi audiens tentang peristiwa tersebut.

Misalnya, apakah peristiwa dilihat sebagai aksi fisik (material), kondisi atau status (relasional), komunikasi (verbal), atau sekadar keberadaan tanpa pelaku (eksistensial) dapat menentukan kesan tentang siapa yang terlibat, siapa yang bertanggung jawab, atau apakah peristiwa itu terjadi secara “alami” tanpa pelaku tertentu. Oleh karena itu, analisis terhadap transitivitas ini membantu mengungkap cara suatu teks membangun makna dan menata realitas sosial tertentu.

Proses Material

Proses material dalam wacana berita berfungsi untuk menyoroti peran peserta (baik agen maupun objek) melalui struktur kalimat yang menonjolkan tindakan (proses material perbuatan) atau peristiwa (proses material kejadian). Berikut adalah elaborasi singkat mengenai dua jenis proses material tersebut, disertai dengan contoh-contoh yang relevan.

1. Proses Material Perbuatan

Proses material perbuatan berfokus pada tindakan aktif yang dilakukan oleh agen (pelaku tindakan) dan biasanya menonjolkan apa yang dilakukan oleh peserta utama dalam berita. 

Contoh:

  • “Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi untuk mengurangi beban subsidi.”
    • Dalam kalimat ini, kata kerja “menaikkan” menunjukkan tindakan aktif dari pemerintah sebagai agen, sementara “harga BBM bersubsidi” menjadi objek tindakan. Tindakan menaikkan harga secara aktif menunjukkan bahwa pemerintah bertindak langsung dalam mengambil keputusan tersebut.
  • “Pemerintah mengurangi anggaran subsidi dan mengalokasikannya ke sektor lain.”
    • Kata “mengurangi” dan “mengalokasikan” menggambarkan proses perbuatan yang dilakukan oleh pemerintah, menonjolkan peran aktif pemerintah dalam menangani anggaran, sehingga framing berita bisa memperlihatkan pemerintah seolah-olah sedang melakukan upaya yang bertanggung jawab.

Dengan menggunakan proses material perbuatan, berita bisa memberikan kesan bahwa pemerintah mengambil tindakan yang “terukur” atau “berkomitmen” untuk mencapai hasil tertentu.

2. Proses Material Kejadian

Proses material kejadian lebih berfokus pada peristiwa yang terjadi terhadap peserta tertentu, bukan tindakan yang dilakukan oleh agen tertentu. Dalam bingkai berita tentang kenaikan harga BBM, proses material kejadian dapat dipakai untuk menggambarkan dampak dari kenaikan harga tanpa menyebutkan pelaku spesifik. Ini membuat peristiwa tampak terjadi secara alami atau sebagai konsekuensi dari kondisi tertentu, sehingga menggeser fokus dari aktor ke kejadian itu sendiri.

Contoh:

  • “Harga BBM bersubsidi mengalami kenaikan yang signifikan akibat tekanan ekonomi global.”
    • Dalam kalimat ini, “mengalami kenaikan” adalah proses material kejadian yang menempatkan “harga BBM bersubsidi” sebagai objek kejadian, tanpa menyebutkan siapa yang menaikkan harga tersebut. Hal ini memberikan kesan bahwa kenaikan harga terjadi sebagai suatu peristiwa alami akibat faktor eksternal.
  • “Biaya transportasi umum meningkat setelah penyesuaian harga BBM.”
    • Di sini, “meningkat” menggambarkan kejadian yang terjadi pada “biaya transportasi umum,” menyoroti dampak yang dirasakan oleh masyarakat tanpa secara eksplisit menyebutkan pemerintah sebagai agen yang menaikkan harga.

Dengan menggunakan proses material kejadian, framing berita berfokus pada konsekuensi dari kebijakan kenaikan harga BBM tanpa menyebutkan pelaku utama, sehingga bisa menggiring pembaca untuk melihatnya sebagai dampak yang wajar atau tak terhindarkan.

Dampak Proses Material Perbuatan dan Kejadian

Dalam analisis wacana kritis, pilihan antara proses material perbuatan dan proses material kejadian dapat membentuk bingkai tertentu.

  • Proses Material Perbuatan: Menonjolkan tindakan aktif pemerintah sebagai aktor dalam kenaikan harga BBM, memberikan kesan keputusan ini sebagai langkah yang disengaja dan terukur.
  • Proses Material Kejadian: Menyajikan kenaikan harga sebagai kejadian yang terjadi secara alami akibat kondisi ekonomi global, mereduksi kesan bahwa pemerintah bertindak sebagai pihak yang sepenuhnya bertanggung jawab.

Dengan demikian, proses material dalam analisis wacana kritis sangat efektif dalam menunjukkan bagaimana berita memilih perspektif tertentu untuk membingkai tindakan atau peristiwa sesuai dengan agenda atau perspektif yang ingin disampaikan.

Proses Mental

Proses mental dalam berita memiliki peran besar dalam menunjukkan persepsi, perasaan, atau reaksi dari pihak-pihak tertentu terhadap suatu peristiwa. Penggunaan proses mental bisa dipakai untuk menunjukkan bagaimana pihak-pihak tertentu “merasa”, “berpikir”, atau “melihat” suatu isu yang diberitakan. 

Berikut adalah elaborasi dari jenis proses mental yang terkait dengan bingkai berita ini, beserta contoh yang relevan.

1. Proses Mental Perasaan

Proses mental perasaan menonjolkan bagaimana seorang pengindra (seperti pejabat pemerintah atau tokoh tertentu) merasakan atau menilai kebijakan (seperti kenaikan harga BBM bersubsidi). 

Dalam konteks ini, berita yang mendukung kebijakan tersebut bisa memilih kata kerja yang mencerminkan sikap positif, optimis, atau simpati dari pengindra terhadap keputusan ini, meskipun di tengah kesulitan ekonomi masyarakat.

Contoh:

  • “Menteri Keuangan merasa optimis bahwa kenaikan harga BBM akan mendorong pemulihan ekonomi nasional.”
    • Kata kerja “merasa optimis” menunjukkan sikap positif dari Menteri Keuangan sebagai pengindera, dan “kenaikan harga BBM” adalah fenomena yang dinilai. 
    • Klausa ini memperlihatkan keyakinan bahwa kenaikan harga akan membawa hasil yang diharapkan, sehingga memberikan kesan bahwa kebijakan ini perlu diterima demi masa depan ekonomi.
  • “Pemerintah merasakan tanggung jawab besar untuk menjaga anggaran negara melalui penyesuaian harga BBM.”
    • Dalam kalimat ini, “merasakan tanggung jawab besar” adalah proses mental yang menampilkan perasaan tanggung jawab dari pemerintah. 
    • Berita ini menekankan bahwa kebijakan diambil dengan perasaan tanggung jawab yang besar, menampilkan kesan bahwa pemerintah berupaya bersikap bijak dan bertanggung jawab.

2. Proses Mental Pemikiran

Proses mental pemikiran dalam berita yang mendukung kebijakan kenaikan harga BBM sering kali menampilkan proses berpikir atau keyakinan yang menunjukkan bahwa kebijakan tersebut adalah hasil pertimbangan matang. 

Berita bisa menggunakan proses ini untuk menunjukkan bagaimana pihak-pihak terkait mempertimbangkan keuntungan jangka panjang dari kebijakan, meskipun ada dampak langsung bagi masyarakat.

Contoh:

  • “Pemerintah mempertimbangkan bahwa kenaikan harga BBM adalah langkah terbaik untuk mengurangi ketergantungan pada subsidi.”
    • “Mempertimbangkan” di sini adalah proses mental yang menunjukkan bahwa pemerintah telah menimbang-nimbang aspek positif dari kebijakan tersebut. 
    • Kalimat ini mengimplikasikan bahwa keputusan ini sudah dipikirkan secara matang dan bukan keputusan yang terburu-buru, sehingga pembaca dapat melihat kebijakan sebagai langkah yang logis.
  • “Menteri Energi berpendapat bahwa dengan menaikkan harga BBM, pemerintah dapat mengalihkan subsidi ke sektor lain yang lebih membutuhkan.”
    • Kata “berpendapat” adalah proses mental yang menunjukkan pemikiran Menteri Energi. 
    • Di sini, subsidi yang dialihkan menjadi fenomena yang dipikirkan, menunjukkan bahwa ada pertimbangan rasional di balik keputusan tersebut. 
    • Hal ini membingkai keputusan pemerintah sebagai upaya untuk menyelaraskan prioritas anggaran dengan kebutuhan yang lebih mendesak.

3. Proses Mental Penglihatan

Proses mental penglihatan berkaitan dengan cara pihak tertentu melihat atau memandang suatu kebijakan. Misalnya, proses ini bisa dipakai untuk menggambarkan kebijakan kenaikan harga BBM sebagai sesuatu yang dilihat atau dipandang dari sisi positif atau peluang jangka panjang.

Contoh:

  • “Pemerintah melihat kenaikan harga BBM sebagai peluang untuk mendorong investasi di sektor energi terbarukan.”
    • Di sini, “melihat” merupakan proses mental penglihatan yang menunjukkan bagaimana pemerintah memandang kebijakan kenaikan harga sebagai sesuatu yang positif dan berorientasi masa depan. 
    • Ini memberikan kesan bahwa pemerintah mengambil kebijakan ini demi membuka peluang yang lebih besar di sektor lain.
  • “Para ekonom mengamati bahwa kenaikan harga BBM akan memberikan sinyal positif bagi pasar internasional.”
    • “Mengamati” merupakan proses penglihatan yang menyiratkan pengamatan para ekonom sebagai pengindera. 
    • Fenomena yang diamati (kenaikan harga BBM yang memberikan sinyal positif) menekankan bahwa kebijakan ini tidak hanya penting untuk dalam negeri, tetapi juga berdampak positif di tingkat global.

4. Proses Mental Keinginan

Proses mental keinginan digunakan untuk menunjukkan harapan atau keinginan tertentu dari pihak-pihak terkait terhadap suatu isu yang sedang diberitakan.. Dalam berita yang mendukung kebijakan kenaikan harga BBM, proses mental keinginan bisa dipakai untuk menonjolkan harapan-harapan positif dari pihak pemerintah atau tokoh masyarakat.

Contoh:

  • “Pemerintah berharap kenaikan harga BBM akan mendorong masyarakat untuk lebih hemat dalam penggunaan bahan bakar.”
    • Dalam kalimat ini, “berharap” adalah proses mental keinginan, dan fenomenanya adalah harapan bahwa kenaikan harga akan mendorong penghematan. 
    • Framing ini dapat memberikan kesan bahwa kebijakan diambil dengan harapan untuk membangun perilaku konsumsi yang lebih bertanggung jawab di masyarakat.
  • “Presiden menginginkan agar kebijakan ini membawa manfaat bagi stabilitas ekonomi dalam jangka panjang.”
    • Kata “menginginkan” menunjukkan proses keinginan dari presiden terhadap kebijakan tersebut, yaitu “membawa manfaat bagi stabilitas ekonomi”. 
    • Hal ini memberikan kesan bahwa kebijakan tersebut bukanlah demi keuntungan jangka pendek, tetapi demi stabilitas jangka panjang yang akan menguntungkan masyarakat luas.

Pemanfaatan Proses Mental

Melalui proses mental, berita yang mendukung kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi dapat dibingkai untuk menunjukkan berbagai bentuk persepsi dan harapan positif dari pihak pemerintah atau pakar ekonomi. 

Dengan menggunakan pilihan kata yang mencerminkan perasaan, pemikiran, penglihatan, dan keinginan, berita dapat menampilkan kebijakan ini sebagai keputusan yang sudah dipertimbangkan, direncanakan dengan baik, dan diharapkan dapat memberikan manfaat dalam jangka panjang, meskipun rakyat sedang berada dalam kondisi ekonomi yang sulit.

Proses Verbal

Proses verbal dalam berita memainkan peran penting dalam mengkomunikasikan pernyataan atau ucapan pihak-pihak tertentu, seperti pejabat pemerintah, pakar, atau tokoh masyarakat, yang berkaitan dengan kebijakan atau isu tertentu. 

Dalam konteks berita yang cenderung mendukung kenaikan harga BBM bersubsidi, proses verbal dapat digunakan untuk menyampaikan pendapat, justifikasi, atau penjelasan yang mendukung kebijakan tersebut, meskipun rakyat sedang mengalami kesulitan ekonomi. 

Dalam berita yang mendukung kebijakan ini, proses verbal dapat digunakan untuk menunjukkan bagaimana pejabat pemerintah “mengatakan”, “menyatakan”, atau “mengklaim” bahwa kebijakan kenaikan harga BBM akan memberikan dampak positif dalam berbagai aspek.

Contoh:

  • “Menteri Keuangan menyatakan bahwa kenaikan harga BBM adalah langkah tepat untuk menjaga kestabilan anggaran negara.”
    • Di sini, “Menteri Keuangan” sebagai pengucap memberikan ucapan berupa pernyataan “kenaikan harga BBM adalah langkah tepat.” 
    • Frasa ini menunjukkan justifikasi pemerintah yang mengklaim bahwa kebijakan ini dilakukan demi tujuan positif, yaitu kestabilan anggaran.
  • “Presiden mengatakan bahwa kenaikan harga BBM dapat memperkuat daya saing ekonomi Indonesia di pasar internasional.”
    • “Presiden” sebagai pengucap menyatakan harapan bahwa kenaikan harga BBM akan memperkuat daya saing, yang mengarahkan pembaca pada pandangan bahwa keputusan ini berorientasi pada kepentingan jangka panjang.

Proses verbal juga bisa digunakan untuk menunjukkan pernyataan atau pandangan positif dari para pakar atau ahli. Dalam berita yang mendukung kebijakan, proses verbal ini dapat menggambarkan pandangan para ahli sebagai dukungan terhadap kebijakan tersebut.

Contoh:

  • “Seorang pakar ekonomi menyebutkan bahwa kenaikan harga BBM diperlukan untuk mengurangi beban subsidi yang selama ini membengkak.”
    • Di sini, “Seorang pakar ekonomi” bertindak sebagai pengucap, dan ucapannya adalah “kenaikan harga BBM diperlukan untuk mengurangi beban subsidi.” 
    • Pernyataan ini menyiratkan bahwa kebijakan ini memiliki dasar ekonomi yang kuat dan bertujuan untuk mengatasi persoalan keuangan negara.
  • “Ekonom senior menyatakan bahwa kebijakan ini adalah bentuk reformasi yang berani demi masa depan yang lebih stabil.”
    • Pada kalimat ini, “Ekonom senior” sebagai pengucap memberikan pernyataan yang menunjukkan pandangan positif terhadap kebijakan kenaikan harga BBM, yang disebut sebagai “reformasi berani.” 
    • Ucapan ini dapat mempengaruhi pembaca untuk melihat kebijakan ini sebagai langkah penting dan berani demi stabilitas.

Proses Relasional

Proses relasional dalam analisis wacana kritis berfungsi untuk memberikan pengertian, identifikasi, atau definisi terhadap sesuatu. Dalam proses ini, ada dua partisipan utama: penunjuk dan tertunjuk. Penunjuk adalah elemen yang menjelaskan atau memberi identitas terhadap sesuatu, sementara tertunjuk adalah elemen yang didefinisikan atau dijelaskan.

Dalam konteks berita yang mendukung kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi, proses ini digunakan untuk memberi gambaran atau menjelaskan peristiwa dengan cara tertentu yang mendukung narasi kebijakan. 

Dalam wacana berita yang mendukung kebijakan tersebut, proses relasional dapat digunakan untuk memberikan definisi atau karakterisasi positif terhadap kebijakan atau situasi yang ada. Berita yang cenderung mendukung kebijakan ini akan menggambarkan peristiwa atau kondisi dengan cara yang memberikan legitimasi terhadap kenaikan harga BBM.

Dalam proses ini, kebijakan kenaikan harga BBM bisa digambarkan sebagai solusi yang rasional atau diperlukan untuk mencapai suatu tujuan yang lebih besar, seperti kestabilan ekonomi negara.

Contoh:

  • “Kenaikan harga BBM bersubsidi adalah langkah yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan fiskal negara.”
    • Di sini, “Kenaikan harga BBM bersubsidi” berfungsi sebagai penunjuk yang dijelaskan oleh “langkah yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan fiskal negara” sebagai tertunjuk, yang memberikan definisi positif terhadap kebijakan tersebut.
  • “Harga BBM yang lebih tinggi menjadi pilihan terbaik untuk memastikan keberlanjutan subsidi.”
    • Kalimat ini menekankan bahwa harga BBM yang lebih tinggi (penunjuk) merupakan “pilihan terbaik” (tertunjuk), dengan maksud memberikan legitimasi terhadap kenaikan harga.

Proses relasional juga dapat digunakan untuk menjelaskan atau mengidentifikasi alasan-alasan yang mendasari kebijakan, sehingga pembaca dapat melihatnya sebagai sesuatu yang wajar atau perlu dilakukan.

Contoh:

  • “Peningkatan harga BBM adalah akibat dari fluktuasi harga minyak global yang tidak dapat dihindari.”
    • Di sini, “Peningkatan harga BBM” berfungsi sebagai penunjuk, yang didefinisikan oleh “akibat dari fluktuasi harga minyak global yang tidak dapat dihindari” sebagai tertunjuk, memberikan kesan bahwa kenaikan harga BBM adalah sesuatu yang terpaksa dilakukan.
  • “Subsidi BBM yang terus meningkat telah membebani anggaran negara, menjadikan kenaikan harga BBM sebagai langkah yang bijaksana.”
    • Frasa “Subsidi BBM yang terus meningkat” menjadi penunjuk, yang didefinisikan oleh “telah membebani anggaran negara, menjadikan kenaikan harga BBM sebagai langkah yang bijaksana” sebagai tertunjuk, memberi penekanan pada alasan ekonomi yang mendasari kebijakan ini.

Proses relasional dalam wacana berita yang mendukung kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi sangat penting untuk memberikan pengertian atau legitimasi terhadap kebijakan tersebut. 

Melalui penggunaan proses relasional, berita dapat memberikan identifikasi yang mendukung kebijakan dengan cara menjelaskan alasan-alasan, kondisi, dan manfaat yang terkait dengan kebijakan kenaikan harga BBM. 

Ini membantu menciptakan kerangka berpikir yang positif bagi pembaca terhadap kebijakan tersebut, meskipun situasi ekonomi masyarakat mungkin sedang sulit.

Proses Eksistensial

Proses eksistensial dalam berita digunakan untuk menyatakan bahwa sesuatu “ada” atau “terdapat” dan menggambarkan keberadaan peristiwa, kondisi, atau situasi tertentu. 

Dalam konteks berita yang cenderung mendukung kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi, proses eksistensial dapat digunakan untuk menekankan adanya kondisi atau fakta yang seolah-olah mendukung kebijakan tersebut, meskipun masyarakat sedang mengalami kesulitan ekonomi. 

Dengan menyampaikan keberadaan situasi ini, proses eksistensial dapat memperkuat kerangka berpikir bahwa kebijakan tersebut perlu atau tak terhindarkan.

Proses eksistensial bisa digunakan untuk menggambarkan bahwa “ada” situasi atau kebutuhan tertentu yang mendasari kebijakan kenaikan harga BBM.

Contoh:

  • “Ada kebutuhan mendesak untuk menjaga kestabilan anggaran negara.”
    • Di sini, frasa “Ada kebutuhan mendesak” menekankan keberadaan situasi genting terkait anggaran negara. 
    • Frasa ini menyiratkan bahwa kenaikan harga BBM adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan mendesak tersebut.
  • “Terdapat ancaman pada stabilitas fiskal jika harga BBM tidak disesuaikan.”
    • Kalimat ini menunjukkan bahwa “Terdapat ancaman” adalah alasan yang membenarkan penyesuaian harga BBM. 
    • Dengan menyatakan ancaman tersebut, berita mengesankan bahwa tindakan kenaikan harga ini tak bisa dihindari demi stabilitas fiskal.

Proses eksistensial juga dapat menyoroti adanya dukungan atau persetujuan dari berbagai pihak, baik dari masyarakat maupun tokoh-tokoh penting. Ini memberikan kesan bahwa kebijakan tersebut didukung oleh banyak pihak.

Contoh:

  • “Ada dukungan luas dari kalangan bisnis atas kebijakan kenaikan harga BBM.”
    • Kalimat ini menunjukkan bahwa “Ada dukungan luas” sebagai alasan bahwa kebijakan ini dianggap baik oleh sektor bisnis, yang sering diasumsikan memahami kepentingan ekonomi dengan baik.
  • “Terdapat pemahaman di kalangan pakar bahwa kebijakan ini diperlukan untuk mengurangi beban subsidi.”
    • Di sini, “Terdapat pemahaman” di kalangan pakar menunjukkan bahwa kebijakan kenaikan harga BBM bukanlah keputusan yang tidak dipertimbangkan, melainkan didukung oleh ahli yang paham dampaknya terhadap keuangan negara.

Studi Kasus: Bagaimana Transitivitas Mewarnai Berita Tentang Kenaikan Harga BBM

Berikut contoh teks berita yang akan dianalisis.

Presiden Jokowi Sebut Kebijakan Kenaikan Harga BBM Adalah Pilihan Terakhir Pemerintah

JAKARTA, KRjogja.com – Keputusan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) adalah pilihan terakhir pemerintah.

Demikian Presiden Joko Widodo, dalam konferensi pers di Istana Merdeka Jakarta, Sabtu.(3/9/2022)

“Ini adalah pilihan terakhir pemerintah, yaitu mengalihkan subsidi BBM sehingga harga beberapa jenis BBM yang selama ini mendapat subsidi akan mengalami penyesuaian, dan sebagian subsidi BBM akan dialihkan untuk bantuan yang lebih tepat sasaran,” kata Presiden Jokowi didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Dalam konferensi pers tersebut, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi pertalite dari Rp7.650,00 per liter menjadi Rp10 ribu/liter; solar bersubsidi dari Rp5.150,00/liter menjadi Rp6.800,00/liter; dan pertamax nonsubsidi dari Rp12.500,00/liter menjadi Rp14.500,00/liter yang berlaku sejak Sabtu, 3 September 2022, pukul 14.30 WIB.

“Mestinya uang negara itu harus diprioritaskan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat yang kurang mampu dan saat ini pemerintah harus membuat keputusan dalam situasi yang sulit,” ungkap Presiden.

Pemerintah, menurut Presiden Jokowi, telah berupaya sekuat tenaga untuk melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia.

“Saya sebetulnya ingin harga BBM di dalam negeri tetap terjangkau dengan memberikan subsidi dari APBN. Akan tetapi, anggaran subsidi dan kompensasi BBM pada tahun 2022 telah meningkat tiga kali lipat dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun,” kata Presiden.

Nilai subsidi BBM tersebut, kata Presiden Jokowi, juga terus meningkat.

“Dan lagi lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu yaitu pemilik mobil-mobil pribadi,” kata Presiden.

Pemerintah sudah menyiapkan bantuan langsung tunai (BLT) BBM sebesar Rp12,4 triliun yang diberikan kepada 20,65 juta keluarga yang kurang mampu sebesar Rp150 ribu/bulan dan mulai diberikan pada bulan September selama 4 bulan.

Pemerintah juga menyiapkan anggaran sebesar Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp3,5 juta/bulan dalam bentuk bantuan subsidi upah yang diberikan sebesar Rp600 ribu.

“Saya juga telah memerintahkan kepada pemerintah daerah untuk menggunakan 2 persen dana transfer umum sebesar Rp2,17 triliun untuk bantuan angkutan umum bantuan ojek online dan untuk nelayan,” kata Presiden.

Presiden mengatakan bahwa pemerintah berkomitmen agar penggunaan subsidi yang merupakan uang rakyat harus tepat sasaran.

“Subsidi harus lebih menguntungkan masyarakat yang kurang mampu,” ungkap Presiden.(ati/ant)

Sumber: https://www.krjogja.com/nasional/1242468056/presiden-jokowi-sebut-kebijakan-kenaikan-harga-bbm-adalah-pilihan-terakhir-pemerintah?page=1

Teks berita di atas menggunakan beberapa jenis proses transitivitas (proses material, mental, verbal, relasional, dan eksistensial) untuk membentuk narasi atau bingkai yang menggambarkan kebijakan kenaikan harga BBM. 

Setiap proses memberikan peran yang berbeda bagi pelaku, objek, atau keadaan dalam narasi, yang secara keseluruhan menyusun bingkai atau cara berita ini dipahami oleh pembaca.

Proses-Proses dalam Teks dan Analisisnya:

  1. Proses Material:
    • Contoh: “”Pemerintah, menurut Presiden Jokowi, telah berupaya sekuat tenaga untuk melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia””
    • Analisis:
      • Kata kerja “berupaya” dan “melindungi” menunjukkan tindakan nyata yang dilakukan oleh pemerintah. Proses material ini menggambarkan tindakan aktif yang melibatkan agen, yaitu pemerintah, dengan tujuan melindungi rakyat.
      • Dengan menggambarkan pemerintah sebagai agen yang “berupaya sekuat tenaga,” kalimat ini membentuk bingkai bahwa pemerintah telah melakukan segala upaya untuk mencegah dampak negatif dari kenaikan harga minyak dunia. Penggunaan frasa “sekuat tenaga” memperkuat kesan bahwa pemerintah bekerja keras untuk kepentingan rakyat. Hal ini menciptakan kesan positif terhadap pemerintah sebagai pihak yang peduli dan berusaha keras demi kesejahteraan masyarakat.
      • Dengan memfokuskan narasi pada upaya pemerintah dalam melindungi rakyat, kalimat ini menempatkan kenaikan harga BBM sebagai akibat dari “gejolak harga minyak dunia,” yang seolah-olah berada di luar kendali pemerintah. Hal ini mengurangi tanggung jawab langsung pemerintah atas dampak kenaikan harga BBM, karena dianggap sebagai tindakan yang diperlukan untuk mengatasi keadaan yang tidak terelakkan.
      • Kalimat ini juga menciptakan kesan empati dan tanggung jawab, seolah-olah pemerintah tidak hanya sebagai pembuat kebijakan tetapi juga sebagai pelindung rakyat yang berusaha keras menghadapi kondisi global yang sulit.
  2. Proses Verbal:
    • Contoh: “Presiden Jokowi Sebut Kebijakan Kenaikan Harga BBM Adalah Pilihan Terakhir Pemerintah.”
    • Analisis:
      • Proses verbal di sini ditandai dengan kata “sebut.” Ini adalah tindakan komunikasi yang menekankan bahwa Presiden secara eksplisit mengutarakan pandangannya. 
      • Penggunaan proses verbal ini tidak hanya menekankan keterlibatan langsung Presiden dalam menyatakan kebijakan, tetapi juga menunjukkan bahwa keputusan kenaikan harga adalah pilihan terakhir, yang digambarkan sebagai pernyataan resmi dan penuh pertimbangan. 
      • Frasa “pilihan terakhir” memberi kesan bahwa kebijakan ini adalah tindakan yang terpaksa dan bijaksana, membentuk bingkai bahwa keputusan tersebut tidak diambil dengan mudah dan telah melalui pertimbangan matang.
  3. Proses Relasional:
    • Contoh: “Keputusan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) adalah pilihan terakhir pemerintah.”
    • Analisis:
      • Dalam kalimat ini, kata kerja “adalah” berfungsi sebagai penghubung (relasi) antara “keputusan untuk menaikkan harga BBM” dan “pilihan terakhir pemerintah.” Proses relasional ini tidak menggambarkan tindakan fisik (seperti proses material) atau pemikiran (seperti proses mental), melainkan hubungan antara keputusan dan sifat atau penilaian terhadap keputusan tersebut.
      • Bingkai Keputusan yang Tak Terelakkan: Dengan menyebut keputusan menaikkan harga BBM sebagai “pilihan terakhir,” kalimat ini membingkai kebijakan tersebut seolah-olah sebagai langkah yang tak terhindarkan dan hanya diambil dalam kondisi mendesak. Hal ini memberikan kesan bahwa pemerintah sebenarnya tidak ingin menaikkan harga, tetapi harus melakukannya karena sudah tidak ada pilihan lain.
      • Penekanan pada Pertimbangan yang Hati-hati: Proses relasional ini juga membentuk persepsi bahwa keputusan menaikkan harga BBM sudah dipertimbangkan dengan matang. Dengan mengaitkannya sebagai “pilihan terakhir,” pembaca diarahkan untuk memahami kebijakan ini sebagai langkah yang diambil dengan penuh pertimbangan, sehingga diharapkan lebih mudah diterima publik.
      • Pengalihan Tanggung Jawab: Kalimat ini juga bisa membentuk bingkai bahwa pemerintah hanyalah “terpaksa” membuat keputusan tersebut karena kondisi eksternal, seperti gejolak harga minyak dunia. Dengan bingkai ini, pembaca cenderung melihat pemerintah sebagai pihak yang bijaksana dan berpihak pada rakyat, tetapi harus mengambil langkah yang sulit.
      • Melalui proses relasional ini, pemerintah diposisikan sebagai pihak yang membuat keputusan kenaikan harga BBM dengan bijak dan sebagai upaya terakhir. Bingkai ini membantu membentuk persepsi positif terhadap kebijakan tersebut dan mengurangi resistensi publik terhadap kenaikan harga, dengan mengesankan bahwa langkah ini diambil demi kepentingan rakyat dan hanya karena situasi yang mendesak.
  4. Proses Eksistensial:
    • Contoh: “Dan lagi lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu yaitu pemilik mobil-mobil pribadi.”
    • Analisis:
      • Proses eksistensial bertujuan untuk menyatakan keberadaan atau eksistensi sesuatu dalam suatu keadaan. Dalam kalimat ini, frasa “lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu” menyatakan keberadaan fakta atau situasi mengenai distribusi subsidi yang tidak tepat sasaran. Kata “justru dinikmati” menyoroti situasi bahwa subsidi yang seharusnya membantu masyarakat yang kurang mampu ternyata lebih banyak dinikmati oleh masyarakat yang mampu.
      • Pernyataan Keberadaan Masalah dalam Kebijakan: Proses eksistensial ini membingkai keberadaan situasi yang dianggap tidak ideal, yaitu sebagian besar subsidi dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu, seperti pemilik mobil pribadi. Dengan menyoroti persentase “lebih dari 70 persen,” pembaca diarahkan untuk melihat adanya masalah dalam distribusi subsidi yang kurang tepat sasaran.
      • Penguatan Alasan untuk Kenaikan Harga: Dengan menyatakan bahwa sebagian besar subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu, kalimat ini berfungsi sebagai justifikasi atau alasan mengapa pemerintah merasa perlu mengalihkan subsidi atau menyesuaikan harga BBM. Hal ini memberikan kesan bahwa kebijakan kenaikan harga adalah langkah untuk memperbaiki distribusi subsidi yang tidak merata.
      • Pengalihan Tanggung Jawab: Dalam konteks yang lebih luas, proses eksistensial ini juga bisa membentuk bingkai bahwa pemerintah tidak hanya menaikkan harga BBM, tetapi juga bertindak untuk memperbaiki ketidakseimbangan dalam subsidi. Pembaca mungkin melihat bahwa keputusan kenaikan harga adalah bagian dari upaya korektif untuk memastikan subsidi benar-benar mencapai kelompok yang membutuhkan.
      • Dengan proses eksistensial ini, pembaca diperkenalkan pada fakta adanya ketidaktepatan dalam distribusi subsidi, yang pada gilirannya memperkuat argumen bahwa kebijakan kenaikan harga BBM bertujuan untuk memperbaiki alokasi subsidi. Bingkai ini memudahkan pembaca untuk menerima kebijakan tersebut sebagai langkah perbaikan yang rasional dan dibutuhkan.
  5. Proses Mental:
    • Contoh: “Saya sebetulnya ingin harga BBM di dalam negeri tetap terjangkau dengan memberikan subsidi dari APBN.”
    • Analisis:
      • “Ingin” di sini adalah proses mental yang mengungkapkan perasaan atau keinginan pribadi Presiden. Dengan menyatakan bahwa ia sebenarnya ingin harga tetap terjangkau, pernyataan ini membentuk persepsi bahwa pemerintah pada dasarnya peduli pada kebutuhan masyarakat. 
      • Hal ini membuat pembaca mungkin merasa bahwa kenaikan harga dilakukan bukan karena kemauan pemerintah, tetapi karena keadaan yang memaksa. Proses mental ini memberikan sentuhan emosional pada kebijakan, menempatkan Presiden dalam posisi yang memahami kebutuhan masyarakat tetapi terpaksa mengambil keputusan sulit.

Secara keseluruhan, pilihan struktur kalimat dan transitivitas dalam berita ini memiliki peran besar dalam membentuk opini publik. Pembaca diarahkan untuk melihat kebijakan sebagai upaya yang diperlukan dan penuh pertimbangan, sekaligus melihat pemerintah sebagai pihak yang berusaha tetap peduli pada masyarakat. Struktur transitivitas di sini menunjukkan bahwa pilihan kalimat bukan sekadar masalah tata bahasa, melainkan alat ideologis yang membingkai realitas sosial, membentuk respons publik, dan mendorong penerimaan terhadap kebijakan yang mungkin kontroversial.

Analisis Transitivitas Penting

Transitivitas adalah salah satu alat penting dalam analisis wacana kritis yang membuka wawasan tentang bagaimana bahasa tidak hanya menyampaikan fakta, tetapi juga dapat membawa pesan tersembunyi yang bersifat ideologis. 

Dengan memahami transitivitas—meliputi tipe-tipe proses, peran peserta, dan elemen keadaan—kita bisa melihat lebih dalam bagaimana berita atau teks media tidak selalu menyajikan peristiwa secara netral. 

Di tengah derasnya arus informasi, kemampuan untuk membaca berita dengan kritis adalah keterampilan yang semakin krusial. Struktur kalimat bukanlah elemen yang netral; ia membawa perspektif yang secara halus dapat mengarahkan pembaca untuk menginterpretasikan informasi sesuai dengan bias atau sudut pandang tertentu. 

Kesadaran akan bias struktural dalam bahasa media membantu kita tidak mudah terpengaruh oleh framing yang dibuat oleh penulis berita atau lembaga media. Literasi media bukan sekadar kemampuan untuk memahami berita, tetapi juga kemampuan untuk mengidentifikasi pilihan bahasa yang dapat memengaruhi persepsi kita.

Menjadi kritis terhadap bahasa media adalah langkah penting menuju pemahaman yang lebih obyektif terhadap realitas yang kompleks. Dengan memahami bagaimana struktur kalimat dapat membentuk cara kita melihat suatu peristiwa atau tokoh, kita dapat memfilter informasi dengan lebih bijak, terutama ketika isu-isu sosial, politik, dan hukum menjadi semakin kompleks dan mudah dipolitisasi.

Sebagai langkah awal dalam menerapkan pemahaman ini, mari mencoba menganalisis satu atau dua artikel berita harian menggunakan konsep-konsep transitivitas yang telah dibahas. Perhatikan struktur kalimat, jenis proses yang dipilih, peran peserta dalam tindakan yang digambarkan, serta apakah agen terlihat jelas atau justru disamarkan. 

Melalui latihan sederhana ini, kita akan semakin peka terhadap bahasa dan struktur yang digunakan dalam media, dan kita akan memiliki kemampuan untuk memahami informasi secara lebih kritis. Pada akhirnya, kemampuan ini akan membuat kita menjadi pembaca yang tidak hanya menerima informasi secara pasif, tetapi juga mampu menganalisis, mempertanyakan, dan memahami konteks lebih dalam. 

Dengan menjadi pembaca yang kritis, kita berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih sadar akan potensi manipulasi dalam bahasa media dan mampu mengambil sikap yang lebih obyektif terhadap realitas di sekitarnya.

Penulis: Sony Christian Sudarsono | Editor: Benedikta Haryanti | Gambar: Freepik

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *