Teori semiotika Saussure adalah kerangka yang signifikan untuk memahami bahasa dan komunikasi. Pada artikel ini, kita akan membahas bagaimana menerapkan teori semiotika Saussure pada analisis wacana.
Pertama, mari kita pahami secara singkat apa itu teori semiotika Saussure dan signifikansinya. Saussure, seorang ahli bahasa dan filsuf Swiss, dikenal karena karya perintisnya dalam studi linguistik dan semiologi atau semiotika, studi tentang tanda dan simbol. Teori semiotiknya didasarkan pada konsep “tanda”, yang terdiri dari penanda/signifier/signifiant (bentuk fisik dari tanda, seperti kata atau gambar) dan petanda/signified/signifié (konsep atau ide yang diwakili oleh tanda).
Baca juga: Pokok-Pokok Pemikiran Ferdinand de Saussure
Hubungan antara penanda dengan petanda bersifat arbitrer. Artinya tidak ada motivasi khusus mengapa sebuah petanda diungkapkan dengan penanda tertentu. Itulah yang disebut arbitraritas tanda.
Baca juga: Arbitrer: Kunci Penting dalam Memahami Struktur Tanda
Konsep arbitraritas dalam teori Saussure dapat diterapkan untuk menganalisis wacana. Analisis wacana berfokus pada bagaimana tanda linguistik diproduksi, diterima, dan diterjemahkan dalam konteks sosial dan historis tertentu. Dengan memahami bagaimana arbitraritas tanda memengaruhi interpretasi tanda dalam wacana, analisis wacana dapat memahami bagaimana makna diproduksi dan berkembang dalam konteks sosial dan historis tertentu.
Penerapan semiotika Saussure pada analisis wacana
Sekarang, mari kita bahas bagaimana menerapkan teori semiotika Saussure pada analisis wacana. Langkah pertama dalam proses ini adalah mengidentifikasi dan mengumpulkan wacana yang akan dianalisis. Ini bisa berupa pidato politik, iklan, postingan media sosial, atau bentuk komunikasi lisan atau tertulis lainnya.
Setelah wacana dikumpulkan, kita dapat menggunakan konsep penanda dan petanda Saussure untuk menganalisis penanda dan petanda dalam wacana. Misalnya, kita dapat mempertimbangkan kata dan frasa yang digunakan dalam wacana dan bagaimana kaitannya dengan konsep yang diwakilinya. Kita juga dapat memikirkan tentang bagaimana wacana menggunakan berbagai jenis tanda, seperti gambar, gerak tubuh, atau suara, dan bagaimana mereka berkontribusi pada makna wacana secara keseluruhan.
Dengan demikian, hal pertama yang dilakukan ketika menganalisis wacana dengan “alat” semiotika Saussure adalah mengidentifikasi petanda apa yang ingin disampaikan. Setelah itu, kita mencari tahu bagaimana petanda itu diungkapkan melalui penanda.
Penting juga untuk mempertimbangkan konteks wacana itu terjadi. Konteks dapat memengaruhi interpretasi tanda-tanda dalam wacana, sehingga sangat penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor seperti penonton, niat pembicara, dan latar belakang budaya dan sejarah.
Sebuah wacana dapat dianalisis dengan konsep arbitraritas tanda dalam semiotika Saussure. Tujuan analisis semacam ini adalah untuk memahami bagaimana makna dalam wacana dibentuk melalui hubungan antara penanda dengan petandanya. Analisis semiotika juga dapat membantu mengungkap makna tersembunyi atau implisit dalam suatu wacana dan memahami bagaimana tanda-tanda dalam wacana digunakan untuk memengaruhi pandangan dan perilaku mitra bicara.
Semiotika Saussure untuk wacana politik
Untuk mengilustrasikan bagaimana semiotika Saussure dapat diterapkan pada analisis wacana, mari kita perhatikan beberapa contoh. Salah satu penerapan teori Saussure adalah analisis pidato politik. Dengan memeriksa bahasa dan tanda yang digunakan dalam pidato politik, kita dapat memperoleh wawasan tentang pesan politisi dan ideologi dasar yang mereka wakili.
Misalnya, pidato politik mungkin menggunakan kata dan frasa dengan konotasi positif untuk menciptakan rasa harapan dan optimisme. Penggunaan kata-kata seperti “kemajuan”, “kesempatan”, dan “kemakmuran” dapat mengomunikasikan pesan perubahan positif dan masa depan yang cerah.
Di sisi lain, pidato politik dapat menggunakan kata dan frasa dengan konotasi negatif untuk menimbulkan rasa takut atau urgensi. Penggunaan kata-kata seperti “ancaman”, “bahaya”, dan “krisis” dapat mengomunikasikan pesan bahaya dan perlunya tindakan.
Misalnya, perhatikan contoh dua pidato politik berikut.
Pidato 1
“Rakyat Indonesia yang tercinta,
Hari ini, kami mengumumkan bahwa harga bahan bakar minyak akan mengalami kenaikan. Ini adalah langkah yang sulit namun penting yang diambil untuk memastikan kelangsungan stabilitas ekonomi negara kita.
Kenaikan harga BBM ini akan membantu menutupi defisit anggaran dan membiayai program-program pembangunan yang akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Kami yakin bahwa Anda semua akan mengerti dan menerima kenaikan harga ini sebagai bagian dari upaya kita untuk memastikan masa depan yang lebih baik bagi semua orang.
Terima kasih atas perhatian dan dukungan seluruh rakyat Indonesia.”
Pidato 2
“Rakyat Indonesia yang terhormat,
Hari ini, kami menentang keras kenaikan harga bahan bakar minyak yang diumumkan oleh pemerintah. Ini adalah tindakan yang tidak adil dan tidak memperhatikan kondisi masyarakat yang sudah sulit.
Kenaikan harga BBM akan membebani masyarakat yang sudah menderita akibat pandemi dan kebijakan ekonomi yang salah. Ini bukan solusi yang tepat untuk membiayai program-program pembangunan. Sebaliknya, pemerintah harus mencari sumber pendapatan lain yang lebih adil dan tidak membebani rakyat.
Kami meminta pemerintah untuk membatalkan kenaikan harga BBM dan berpikir ulang tentang kebijakan ekonomi yang diterapkan. Rakyat tidak boleh dipaksa untuk membayar harga yang tidak adil.
Terima kasih atas perhatian dan dukungan seluruh rakyat Indonesia.”
Dalam pidato pertama, kita dapat melihat bagaimana tanda-tanda seperti “defisit anggaran” dan “program-program pembangunan” dipilih dan digunakan untuk membentuk makna tentang kenaikan harga BBM. Sementara itu, dalam pidato kedua, tanda-tanda seperti “kebijakan ekonomi yang salah” dan “sumber pendapatan lain” dipilih dan digunakan untuk membentuk makna tentang kenaikan harga BBM. Analisis sederhana ini dapat membantu mengungkap bagaimana tanda-tanda tersebut dipilih dan digunakan untuk memengaruhi pandangan audiens tentang kenaikan harga BBM.
Semiotika Saussure untuk wacana iklan
Contoh lain bagaimana teori semiotika Saussure dapat diterapkan pada analisis wacana adalah analisis iklan. Iklan menggunakan bahasa dan tanda untuk membujuk konsumen dan mempromosikan produk. Dengan menerapkan konsep Saussure pada analisis iklan, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang makna dan pesan yang mendasari teks-teks tersebut.
Misalnya, iklan produk kecantikan mungkin menggunakan gambar model yang menarik dan tampak muda untuk mewakili gagasan bahwa menggunakan produk tersebut akan membuat konsumen lebih menarik dan awet muda. Penggunaan kata-kata seperti “bercahaya”, “halus”, dan “mewah” juga dapat menciptakan suasana yang positif dan menarik serta memperkuat pesan iklan.
Selain bahasa dan gambar yang digunakan dalam iklan, tata letak, skema warna, dan musik juga dapat menyampaikan makna. Misalnya, iklan yang menggunakan warna-warna cerah, bersemangat, dan musik ceria dapat menciptakan suasana yang positif dan energetik. Sementara itu, iklan yang menggunakan warna-warna gelap, redup, dan musik yang tidak menyenangkan dapat menimbulkan rasa misteri atau bahaya.
Dengan menganalisis tanda yang digunakan dalam sebuah iklan, kita dapat memperoleh wawasan tentang pesan dan makna yang mendasari iklan tersebut. Kita juga dapat mempertimbangkan konteks iklan dibuat dan didistribusikan, seperti konsumen, niat pengiklan, dan latar belakang budaya dan sejarah, untuk lebih memahami signifikansi dan dampaknya.
Perhatikan contoh-contoh iklan berikut!
- “Nikmati kebebasan menjelajahi dunia bersama Shosha” (Iklan mobil)
- “Transformasi dirimu dengan Pulchra Skincare. Tingkatkan kepercayaan diri dan dan tampil sempurna setiap saat.” (Iklan produk kosmetik)
- “Peningkatan performa dalam genggamanmu. Victoria Sport akan membantumu menjadi yang terbaik.” (Iklan sepatu olahraga)
Dalam teks (1), kata-kata “kebebasan” dan “menjelajahi dunia” membentuk simbol yang mengkomunikasikan bahwa memiliki mobil yang diiklankan akan memberikan kenyamanan dan kebebasan bagi pemiliknya. Sementara itu, dalam iklan (2), kata “percantik” membentuk simbol yang tidak memiliki hubungan alami dengan produk kosmetik. Ini adalah contoh dari arbitrariness karena makna kata-kata ini dibentuk melalui hubungan antara kata-kata dan pikiran manusia, bukan melalui hubungan tetap antara kata-kata dan produk kosmetik. Pun demikian dengan kata-kata “peningkatan performa” dan “terbaik” dalam iklan (3) yang membentuk simbol yang tidak memiliki hubungan alami dengan sepatu olahraga.
Ini adalah contoh dari kearbitreran tanda dalam wacana iklan. Makna kata-kata dibentuk melalui hubungan antara kata-kata dan pikiran manusia, bukan melalui hubungan alami antara kata-kata dan produk yang diiklankan.
Semiotika Saussure untuk wacana kesalahpahaman
Terakhir, kita juga dapat menerapkan teori semiotika Saussure pada analisis kesalahpahaman dalam komunikasi verbal.
Dalam teori semiotika Saussure, arbitraritas menunjukkan bahwa hubungan antara penanda dan petanda tidak selalu pasti dan dapat berubah-ubah, tergantung pada interpretasi penerima. Kesalahpahaman dalam komunikasi sering terjadi karena penerima memiliki interpretasi yang berbeda dari petanda yang seharusnya diterima dari penanda. Dalam kasus ini, konsep arbitraritas menunjukkan bagaimana pemahaman yang salah dapat terjadi dan memperkuat pentingnya komunikasi yang jelas dan efektif.
Contohnya adalah ketika seseorang mengatakan “Saya akan datang sebentar lagi” dan orang lain memahami “Saya akan datang dalam waktu satu jam.” Dalam hal ini, arbitraritas antara penanda “sebentar lagi” dan petanda “dalam waktu satu jam” menyebabkan kesalahpahaman. Ini menunjukkan bagaimana interpretasi penerima yang berbeda dari signified dapat mempengaruhi pemahaman akan maksud dari pesan.
Dalam komunikasi politik antara pemerintah dan rakyat, kesalahpahaman sering terjadi karena perbedaan interpretasi antara pemerintah dan rakyat terhadap petanda yang diterima. Misalnya, pemerintah mengumumkan kebijakan untuk menaikkan harga BBM, tetapi rakyat menafsirkan bahwa ini merupakan tindakan yang tidak adil dan hanya akan membebani mereka. Padahal, pemerintah mungkin memiliki alasan dan tujuan tertentu dalam mengambil keputusan tersebut. Namun karena perbedaan interpretasi petanda, komunikasi ini dapat menimbulkan kesalahpahaman dan ketidakpuasan dari rakyat.
Dapat disimpulkan bahwa kesalahpahaman dalam komunikasi sering terjadi karena perbedaan antara petanda yang dimaksud oleh pembicara dan penanda yang diterima oleh penerima pesan. Meskipun penandanya sama, interpretasi subjektif penerima terhadap petanda dapat memengaruhi pemahaman mereka terhadap maksud dari pesan yang diterima, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesalahpahaman.
Menganalisis wacana dengan konsep arbitraritas bertujuan untuk memahami bagaimana makna wacana tersebut dibentuk melalui hubungan antara penanda dan petanda, serta bagaimana kedua elemen tersebut dapat berbeda antara pembicara dan penerima pesan. Ini juga membantu memahami bagaimana kesalahpahaman dalam komunikasi dapat terjadi dan cara untuk meminimalisasinya. Manfaat dari analisis ini adalah untuk memahami bagaimana wacana dapat memengaruhi pemikiran dan perilaku seseorang, dan bagaimana cara untuk menafsirkan wacana dengan lebih baik dan tepat.
Penulis: Sony Christian Sudarsono dan ChatGPT | Editor: Benedikta Haryanti