sinkronis diakronis

Bagaimana cara terbaik memahami bahasa: dengan menelusuri sejarahnya atau menganalisis strukturnya saat ini? Dalam linguistik, pendekatan sinkronis dan diakronis menjadi dua metode utama dalam mengkaji bahasa, dan pemikiran Ferdinand de Saussure telah mengubah cara kita memahami sistem tanda dan makna dalam komunikasi manusia.

Baca juga: Bahasa sebagai Tanda yang Arbitrer: Semiotika Saussure

1. Bahasa dalam Waktu: Mengkajinya sebagai Sistem atau Sejarah?

Bahasa adalah alat komunikasi yang begitu dekat dengan kehidupan kita sehari-hari, tetapi memahami bagaimana bahasa bekerja bukanlah hal yang sederhana. 

Pernahkah Anda bertanya-tanya bagaimana sebuah kata mendapatkan maknanya? Atau mengapa bahasa terus berubah dari waktu ke waktu? 

Inilah pertanyaan-pertanyaan yang menjadi dasar kajian linguistik, ilmu yang mempelajari bahasa secara ilmiah.

Salah satu tokoh paling berpengaruh dalam perkembangan linguistik modern adalah Ferdinand de Saussure, seorang ahli bahasa asal Swiss yang dikenal sebagai bapak strukturalisme dalam linguistik

Dalam karyanya yang monumental, Course in General Linguistics (1916), Saussure menggagas pendekatan baru dalam studi bahasa yang berbeda dari pendekatan historis yang dominan pada masanya. 

Ia menegaskan bahwa bahasa tidak hanya bisa dikaji dari segi perkembangannya dalam sejarah (kajian diakronis), tetapi juga harus dipelajari dalam satu titik waktu tertentu (kajian sinkronis).

Pendekatan ini bukan hanya berdampak pada studi linguistik, tetapi juga menjadi fondasi bagi semiotika, ilmu yang mempelajari tanda dan makna. 

Konsep-konsep seperti langue dan parole, signifier dan signified, serta relasi sintagmatik dan paradigmatik muncul sebagai konsekuensi dari pandangan Saussure bahwa bahasa adalah sebuah sistem yang bekerja dalam tatanan tertentu, bukan sekadar kumpulan kata yang berkembang dari masa ke masa.

Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam bagaimana kajian sinkronis dan diakronis bekerja dalam analisis bahasa serta bagaimana gagasan Saussure mengubah cara kita memahami bahasa dan makna. 

Memahami perbedaan antara kedua pendekatan ini tidak hanya penting bagi akademisi linguistik, tetapi juga bagi siapa saja yang ingin memahami bagaimana bahasa membentuk cara kita berpikir dan berkomunikasi.

2. Kajian Sinkronis dan Diakronis dalam Linguistik

Dalam mempelajari bahasa, kita bisa mengambil dua pendekatan utama: kajian diakronis, yang menelusuri bagaimana bahasa berkembang dari masa ke masa, dan kajian sinkronis, yang mempelajari bahasa dalam satu titik waktu tertentu. 

Ferdinand de Saussure menekankan bahwa kajian sinkronis lebih penting dalam memahami bagaimana bahasa bekerja sebagai sistem yang hidup dalam masyarakat.

Pendekatan diakronis sering digunakan dalam studi sejarah bahasa, sementara pendekatan sinkronis lebih relevan dalam analisis struktural bahasa modern. 

Kedua pendekatan ini memiliki peran yang berbeda, tetapi saling melengkapi dalam pemahaman tentang bagaimana bahasa berkembang dan berfungsi dalam komunikasi manusia.

Saussure mengibaratkan perbedaan antara kajian sinkronis dan diakronis dengan batang pohon yang dipotong. 

Jika kita melihat batang pohon dari sisi samping, kita akan melihat bagaimana pohon itu tumbuh dari waktu ke waktu, dengan lapisan-lapisan lingkaran tahunan yang menunjukkan proses pertumbuhan. Ini adalah pendekatan diakronis—kita menelusuri perubahan bahasa dari masa ke masa.

Sebaliknya, jika kita memotong batang pohon dan melihat bagian penampangnya, kita hanya akan melihat pola lingkaran-lingkaran dalam satu titik waktu tertentu, tanpa peduli bagaimana lingkaran itu terbentuk di masa lalu. Inilah pendekatan sinkronis—kita hanya fokus pada struktur bahasa sebagaimana adanya dalam satu periode waktu tertentu.

Dengan analogi ini, kita dapat lebih memahami bagaimana kedua pendekatan ini memiliki sudut pandang yang berbeda dalam melihat bahasa. Mari kita mulai dengan memahami kajian diakronis, yang meneliti evolusi bahasa dari waktu ke waktu.

2.1 Kajian Diakronis: Studi Bahasa dalam Dimensi Sejarah

Kajian diakronis adalah pendekatan dalam linguistik yang meneliti perubahan bahasa dari waktu ke waktu

Pendekatan ini memungkinkan kita untuk memahami bagaimana bahasa berkembang, mengapa suatu kata berubah makna, atau bagaimana struktur gramatikal mengalami modifikasi seiring berjalannya waktu.

Salah satu contoh klasik dari kajian diakronis adalah perkembangan Bahasa Latin menjadi bahasa Roman seperti Prancis, Spanyol, dan Italia. 

Kata aqua dalam Bahasa Latin, misalnya, berevolusi menjadi eau dalam Bahasa Prancis dan agua dalam Bahasa Spanyol. 

Perubahan ini tidak terjadi dalam sekejap, tetapi melalui proses panjang yang melibatkan berbagai faktor sosial, politik, dan budaya.

Kelebihan Kajian Diakronis

 ✅ Memberikan wawasan mendalam tentang sejarah dan evolusi bahasa.
✅ Berguna dalam rekonstruksi bahasa purba dan pencarian hubungan antar bahasa.
✅ Membantu memahami perubahan tata bahasa dan kosakata dalam jangka panjang.

Pendekatan diakronis dalam studi linguistik memiliki keunggulan yang tidak dapat diabaikan, terutama dalam memberikan pemahaman yang lebih luas tentang sejarah dan evolusi bahasa

Dengan menelusuri bagaimana bahasa berkembang dari waktu ke waktu, kita dapat memahami pola perubahan yang terjadi pada suatu sistem bahasa, baik dalam hal fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik. 

Pendekatan ini sangat berguna dalam merekonstruksi bahasa purba, memungkinkan para ahli linguistik historis untuk menyusun kembali bentuk-bentuk bahasa yang telah punah berdasarkan jejak yang tersisa dalam bahasa modern. 

Selain itu, dengan membandingkan berbagai bahasa, kita bisa menemukan hubungan genetik antarbahasa, misalnya bagaimana Bahasa Latin berkembang menjadi bahasa Roman seperti Prancis, Spanyol, dan Italia, atau bagaimana Bahasa Proto-Austronesia melahirkan berbagai bahasa di wilayah Asia Tenggara dan Pasifik.

Keterbatasan Kajian Diakronis

 ❌ Tidak cukup efektif dalam memahami bahasa sebagai sistem yang hidup dalam masyarakat saat ini.
❌ Cenderung lebih fokus pada asal-usul bahasa daripada fungsi komunikatifnya.
❌ Tidak menjelaskan bagaimana struktur bahasa bekerja dalam satu periode waktu tertentu.

Namun, meskipun kajian diakronis memberikan wawasan mendalam tentang sejarah bahasa, ia memiliki keterbatasan dalam memahami bahasa sebagai sebuah sistem yang digunakan dalam masyarakat saat ini. 

Studi yang terlalu berfokus pada evolusi bahasa sering kali mengabaikan bagaimana bahasa itu berfungsi dalam konteks komunikasi kontemporer. 

Kajian ini lebih condong kepada asal-usul bahasa dibandingkan dengan bagaimana bahasa itu digunakan oleh penutur dalam interaksi sehari-hari. 

Akibatnya, pendekatan ini kurang efektif dalam menjelaskan bagaimana elemen-elemen bahasa saling berinteraksi dalam satu periode waktu tertentu. 

Bahasa adalah sesuatu yang terus berkembang, tetapi dalam kehidupan sehari-hari, yang lebih relevan adalah bagaimana bahasa itu bekerja saat ini, bukan bagaimana ia berubah dari masa lalu.

2.2 Kajian Sinkronis: Studi Bahasa dalam Kurun Waktu Tertentu

Berbeda dengan pendekatan diakronis, kajian sinkronis mempelajari bahasa dalam satu titik waktu tertentu tanpa memperhatikan bagaimana bahasa itu berkembang di masa lalu. 

Pendekatan ini lebih relevan dalam memahami bagaimana suatu bahasa digunakan dalam masyarakat pada suatu periode tertentu.

Saussure menekankan bahwa bahasa harus dipandang sebagai sebuah sistem tanda yang bekerja dengan aturan-aturan internal. 

Oleh karena itu, analisis bahasa tidak harus selalu dikaitkan dengan sejarahnya, melainkan lebih pada bagaimana elemen bahasa berinteraksi dalam suatu sistem tertentu.

Contoh penerapan kajian sinkronis adalah analisis tata bahasa dan fonologi dalam bahasa modern

Misalnya, dalam studi tata bahasa Bahasa Indonesia saat ini, kita bisa menganalisis bagaimana pola kalimat aktif dan pasif berfungsi dalam komunikasi, tanpa harus menelusuri bagaimana bentuk-bentuk ini berkembang dari bahasa Melayu kuno.

Kelebihan Kajian Sinkronis

 ✅ Membantu memahami bahasa sebagai sistem yang hidup dalam masyarakat saat ini.
✅ Lebih relevan dalam studi linguistik struktural dan semiotika.
✅ Dapat digunakan untuk menganalisis variasi bahasa dalam konteks sosial tertentu.

Sebagai respons terhadap keterbatasan kajian diakronis, kajian sinkronis muncul sebagai pendekatan yang lebih relevan dalam memahami bahasa sebagai sistem yang hidup dan digunakan oleh masyarakat saat ini

Dengan meneliti bahasa dalam satu titik waktu tertentu, pendekatan ini memungkinkan kita untuk melihat bagaimana aturan-aturan bahasa berfungsi dalam komunikasi nyata. 

Saussure menegaskan bahwa bahasa bukan hanya sekadar akumulasi perubahan historis, tetapi juga merupakan suatu struktur yang harus dipahami dalam keadaan tetap dalam suatu periode waktu tertentu.

Keunggulan lain dari pendekatan sinkronis adalah relevansinya dalam linguistik struktural dan semiotika

Karena pendekatan ini menekankan pada hubungan antarunsur dalam bahasa, ia menjadi dasar bagi studi strukturalisme yang melihat bahasa sebagai sistem yang terdiri dari tanda-tanda yang saling berhubungan. 

Dalam semiotika, kajian sinkronis membantu kita memahami bagaimana makna dibentuk dalam bahasa melalui hubungan antara penanda (signifier) dan petanda (signified). 

Selain itu, pendekatan ini juga sangat berguna dalam menganalisis variasi bahasa dalam konteks sosial tertentu, seperti perbedaan gaya bahasa antara kelompok sosial atau bagaimana bahasa dipengaruhi oleh faktor budaya dan media dalam suatu masyarakat pada periode tertentu.

Keterbatasan Kajian Sinkronis

 ❌ Tidak memberikan wawasan tentang bagaimana bahasa berkembang dalam jangka panjang.
❌ Tidak menjelaskan asal-usul suatu kata atau perubahan makna dari masa ke masa.

Namun, meskipun kajian sinkronis memberikan pemahaman yang lebih tajam tentang struktur bahasa, ia memiliki keterbatasan dalam melihat perubahan bahasa dalam jangka panjang

Pendekatan ini tidak mampu menjelaskan mengapa suatu kata bisa mengalami pergeseran makna dari satu era ke era berikutnya atau bagaimana suatu struktur gramatikal bisa berubah seiring waktu. 

Dengan kata lain, kajian sinkronis bersifat statis dan kurang memperhitungkan aspek historis dari suatu bahasa. 

Oleh karena itu, meskipun pendekatan ini sangat berguna dalam menganalisis sistem bahasa dalam satu periode, ia tidak cukup untuk menjelaskan dinamika bahasa dalam perjalanan waktu yang lebih panjang.

2.3 Kajian Sinkronis Landasan Linguistik Modern, Kajian Diakronis Melengkapi

Melalui dua pendekatan ini, kita dapat melihat bahwa kajian diakronis dan sinkronis bukanlah dua pendekatan yang saling bertentangan, melainkan saling melengkapi. 

Kajian diakronis memberikan wawasan tentang asal-usul dan perkembangan bahasa, sementara kajian sinkronis memungkinkan kita untuk memahami bagaimana bahasa berfungsi dalam masyarakat saat ini

Dengan memahami kedua pendekatan ini, kita bisa memperoleh gambaran yang lebih komprehensif tentang bagaimana bahasa bekerja, baik dalam konteks sejarah maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Dari kedua pendekatan ini, kajian sinkronis menjadi landasan bagi studi linguistik modern yang lebih menekankan bahasa sebagai sistem daripada sebagai produk sejarah. 

Pendekatan ini kemudian berkembang dalam teori-teori semiotika Saussure yang lebih lanjut membahas bagaimana bahasa membentuk makna dalam komunikasi manusia.

Bagaimana konsep-konsep ini berhubungan dengan teori tanda dan struktur bahasa? Mari kita bahas lebih lanjut dalam bagian berikutnya! 

3. Konsep Dasar Semiotika Saussure dalam Kajian Sinkronis

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Saussure menekankan pentingnya kajian sinkronis dalam memahami bahasa sebagai sistem yang hidup dalam suatu periode waktu tertentu. 

Namun, bagaimana sebenarnya bahasa itu bekerja sebagai sistem? Bagaimana elemen-elemen bahasa saling berhubungan sehingga menciptakan makna?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, Saussure mengembangkan beberapa konsep kunci dalam semiotika. Konsep-konsep ini mencakup langue dan parole, penanda dan petanda, serta relasi sintagmatik dan paradigmatik

Dengan memahami konsep-konsep ini, kita dapat melihat bagaimana bahasa tidak hanya sekadar alat komunikasi, tetapi juga suatu sistem yang memiliki aturan dan struktur internal.

3.1 Langue dan Parole: Struktur dan Manifestasi Bahasa

Salah satu konsep paling fundamental dalam teori Saussure adalah langue dan parole

Ia membedakan antara bahasa sebagai sistem sosial yang digunakan oleh suatu komunitas (langue) dan bahasa sebagai manifestasi individu dalam bentuk ujaran atau tulisan (parole).

Langue adalah aspek kolektif dari bahasa. Ini adalah seperangkat aturan, kaidah, dan konvensi yang dipahami bersama oleh para penutur suatu bahasa. 

Tanpa langue, individu tidak akan bisa memahami atau menggunakan bahasa secara efektif. 

Misalnya, dalam bahasa Indonesia, kita memiliki aturan bahwa kata kerja tidak mengalami perubahan bentuk berdasarkan waktu (tidak ada perubahan seperti gowent dalam bahasa Inggris). 

Aturan ini adalah bagian dari langue, karena merupakan sistem yang telah diterima secara kolektif oleh penutur bahasa Indonesia.

Sementara itu, parole adalah realisasi bahasa dalam praktiknya—yakni bagaimana individu menggunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. 

Ucapan seseorang, tulisan dalam novel, atau percakapan spontan di pasar semuanya merupakan contoh parole. 

Meskipun bersifat individual, parole tetap harus mengikuti aturan yang telah ditentukan dalam langue

Sebagai contoh, seseorang mungkin memiliki gaya berbicara yang khas, tetapi ia tetap harus menggunakan kata dan struktur yang bisa dipahami oleh lawan bicaranya.

Konsep langue dan parole menjadi sangat relevan dalam kajian sinkronis karena membantu kita memahami bagaimana bahasa bekerja dalam satu periode waktu tertentu. 

Jika kita hanya melihat parole tanpa memahami langue, kita akan kesulitan melihat pola-pola umum dalam bahasa. 

Sebaliknya, dengan menganalisis langue, kita dapat memahami sistem bahasa secara lebih mendalam, terlepas dari bagaimana individu menggunakannya dalam komunikasi sehari-hari.

3.2 Penanda (Signifier) dan Petanda (Signified): Struktur Tanda Bahasa

Selain melihat bahasa sebagai sistem, Saussure juga memperkenalkan konsep tanda bahasa (linguistic sign), yang terdiri dari dua elemen utama: penanda (signifier) dan petanda (signified).

Penanda adalah bentuk fisik dari suatu tanda, baik berupa suara, tulisan, atau simbol. Sementara itu, petanda adalah konsep atau makna yang diasosiasikan dengan tanda tersebut. 

Hubungan antara keduanya bersifat arbitrer, artinya tidak ada hubungan alamiah antara suatu bentuk bunyi atau tulisan dengan makna yang diwakilinya.

Sebagai contoh, kata pohon dalam bahasa Indonesia adalah sebuah penanda yang merujuk pada konsep tumbuhan berkayu yang tinggi (petanda). 

Namun, dalam bahasa lain, konsep yang sama bisa diwakili oleh penanda yang berbeda, misalnya tree dalam bahasa Inggris atau arbre dalam bahasa Prancis. 

Ini menunjukkan bahwa hubungan antara penanda dan petanda bukanlah sesuatu yang tetap, melainkan hasil dari konvensi sosial dalam suatu komunitas bahasa.

Dalam kajian sinkronis, memahami konsep penanda dan petanda sangat penting karena bahasa tidak hanya terdiri dari kata-kata yang berdiri sendiri, tetapi juga membentuk sistem makna yang lebih kompleks. 

Sebuah kata bisa memiliki makna yang berbeda tergantung pada konteks penggunaannya dan hubungan dengan kata-kata lain dalam sistem bahasa tersebut.

Sebagai contoh dalam komunikasi sehari-hari, kata bintang bisa memiliki makna yang berbeda tergantung pada konteksnya. 

Dalam konteks astronomi, bintang merujuk pada benda langit yang bersinar. Namun, dalam konteks hiburan, bintang bisa merujuk pada seseorang yang terkenal, seperti “bintang film”. 

Kajian sinkronis membantu kita memahami bagaimana makna ini dibentuk dan digunakan dalam suatu periode waktu tertentu tanpa harus menelusuri sejarah kata tersebut.

3.3 Relasi Sintagmatik dan Paradigmatik: Hubungan Antarunsur dalam Bahasa

Dalam sistem bahasa, elemen-elemen linguistik tidak berdiri sendiri, melainkan saling berhubungan dalam dua jenis hubungan utama: relasi sintagmatik dan relasi paradigmatik.

Relasi sintagmatik adalah hubungan antara elemen bahasa dalam satu struktur. 

Misalnya, dalam sebuah kalimat, kata-kata memiliki hubungan horizontal satu sama lain berdasarkan urutan dan fungsi tata bahasa. Perhatikan contoh berikut:

“Anita membaca buku di perpustakaan.”

Dalam kalimat ini, kata Anita, membaca, buku, dan di perpustakaan saling berhubungan secara sintagmatik karena masing-masing memiliki peran dalam struktur kalimat. 

Jika kita mengubah urutan kata atau menghilangkan salah satu unsur, struktur kalimat bisa menjadi tidak jelas atau berubah maknanya.

Sementara itu, relasi paradigmatik adalah hubungan antara elemen bahasa dalam satu kategori yang bisa saling menggantikan. 

Misalnya, dalam kalimat di atas, kata membaca bisa diganti dengan kata kerja lain seperti menulis atau mempelajari tanpa mengubah struktur sintagmatik kalimat tersebut. 

Oleh karena itu, kita bisa mendapatkan variasi seperti:

  • Anita menulis buku di perpustakaan.
  • Anita mempelajari buku di perpustakaan.

Relasi paradigmatik memungkinkan kita untuk memahami bagaimana pilihan kata dalam suatu bahasa dapat bervariasi tanpa mengubah tata kalimat secara keseluruhan.

Konsep sintagmatik dan paradigmatik menjadi sangat penting dalam analisis sinkronis karena menunjukkan bagaimana elemen bahasa berinteraksi dalam satu periode waktu tertentu. 

Jika hanya melihat bahasa sebagai sekumpulan kata-kata yang berdiri sendiri, kita tidak akan bisa memahami bagaimana kata-kata itu membentuk makna dalam suatu struktur yang lebih besar. 

Dengan memahami hubungan sintagmatik dan paradigmatik, kita bisa melihat bagaimana bahasa bekerja sebagai sistem yang kompleks dan dinamis.

3.4 Dari Historis ke Struktural

Dengan memahami konsep langue dan parole, penanda dan petanda, serta relasi sintagmatik dan paradigmatik, kita bisa melihat bagaimana bahasa tidak hanya merupakan sekumpulan kata dan aturan, tetapi juga merupakan suatu sistem tanda yang memiliki struktur internal yang terorganisir.

Kajian sinkronis memungkinkan kita untuk memahami bagaimana bahasa bekerja dalam suatu periode waktu tertentu tanpa harus melihat sejarahnya. 

Inilah yang membedakan pendekatan linguistik struktural dari pendekatan historis yang lebih menitikberatkan pada perkembangan bahasa dari waktu ke waktu.

Dalam bagian berikutnya, kita akan melihat bagaimana kajian sinkronis dan diakronis memberikan kontribusi bagi studi bahasa modern serta bagaimana pendekatan ini tetap relevan dalam berbagai bidang linguistik dan semiotika kontemporer.

4. Implikasi Kajian Sinkronis dan Diakronis dalam Studi Bahasa Modern

Setelah memahami bagaimana kajian sinkronis dan diakronis bekerja dalam studi linguistik, kini kita dapat melihat bagaimana kedua pendekatan ini berpengaruh dalam perkembangan studi bahasa modern. 

Meskipun Saussure lebih menekankan pentingnya kajian sinkronis, bukan berarti pendekatan diakronis menjadi usang. 

Sebaliknya, dalam berbagai bidang linguistik dan komunikasi, kedua pendekatan ini saling melengkapi dan tetap relevan hingga saat ini.

Pemikiran Saussure tentang bahasa sebagai sistem yang harus dianalisis dalam satu periode waktu tertentu telah menginspirasi berbagai teori dalam linguistik struktural dan semiotika modern

Di sisi lain, kajian diakronis tetap menjadi alat penting dalam memahami perubahan bahasa dalam konteks sejarah dan sosial. 

Bahkan dalam era digital, kedua pendekatan ini tetap digunakan untuk menganalisis bahasa dalam berbagai bentuk komunikasi modern, mulai dari media sosial hingga algoritma mesin pencari.

4.1 Pengaruh Pemikiran Saussure terhadap Perkembangan Linguistik Struktural dan Semiotika Modern

Konsep kajian sinkronis yang diperkenalkan oleh Saussure tidak hanya menjadi dasar bagi linguistik modern, tetapi juga melahirkan linguistik struktural, sebuah aliran pemikiran yang melihat bahasa sebagai suatu sistem tanda yang memiliki hubungan internal yang kompleks.

Dalam linguistik struktural, bahasa dianalisis berdasarkan hubungan antarunsurnya tanpa perlu melihat sejarahnya. 

Pendekatan ini memungkinkan para linguistik untuk mempelajari bahasa dalam berbagai konteks sosial, budaya, dan komunikasi tanpa terbebani oleh kajian historis yang panjang.

Pemikiran Saussure juga menjadi fondasi bagi perkembangan semiotika modern, yang tidak hanya digunakan dalam studi bahasa, tetapi juga dalam analisis media, sastra, dan budaya populer. 

Dalam semiotika, bahasa dipandang sebagai sistem tanda yang bekerja dalam suatu konteks sosial tertentu

Misalnya, bagaimana sebuah merek (brand) membangun identitas melalui logo, slogan, dan simbol visualnya dapat dianalisis dengan pendekatan semiotika Saussurean.

Pengaruh ini kemudian berkembang lebih jauh dalam berbagai teori lain, seperti Strukturalisme Levi-Strauss, Teori Tanda Roland Barthes, hingga Dekonstruksi Derrida

Dengan kata lain, pemikiran Saussure tidak hanya membentuk studi linguistik, tetapi juga memberikan dampak besar dalam ilmu komunikasi, filsafat, dan studi budaya.

4.2 Relevansi Kajian Sinkronis dalam Analisis Bahasa Digital dan Komunikasi Modern

Di era digital, kajian sinkronis menjadi semakin relevan karena bahasa terus berkembang dalam bentuk yang dinamis dan cepat berubah. 

Misalnya, bahasa yang digunakan di media sosial, seperti Twitter, Instagram, atau TikTok, sering kali memiliki pola dan struktur unik yang tidak selalu mengikuti aturan bahasa formal.

Pendekatan sinkronis memungkinkan kita untuk menganalisis fenomena ini tanpa harus melihat sejarah panjangnya. 

Sebagai contoh, penggunaan kata vibes, gaslighting, atau cancel culture dalam bahasa Inggris modern tidak harus dikaji dari akar katanya, tetapi lebih kepada bagaimana kata-kata tersebut digunakan dalam konteks komunikasi digital saat ini.

Selain itu, kajian sinkronis juga digunakan dalam Natural Language Processing (NLP), cabang ilmu komputer yang berfokus pada bagaimana mesin memahami dan memproses bahasa manusia. 

Algoritma pencarian Google, chatbot berbasis AI, dan teknologi terjemahan otomatis seperti Google Translate semuanya menggunakan pendekatan sinkronis dalam memahami struktur bahasa yang sedang digunakan saat ini tanpa memperhatikan sejarah kata atau perubahan tata bahasa dalam jangka panjang.

Dengan kata lain, kajian sinkronis bukan hanya berguna dalam studi linguistik akademik, tetapi juga menjadi fondasi dalam pengembangan teknologi berbasis bahasa yang semakin canggih di era digital.

4.3 Bagaimana Pendekatan Diakronis Tetap Penting dalam Studi Sejarah Bahasa dan Perubahan Linguistik

Meskipun kajian sinkronis sangat relevan dalam analisis bahasa modern, pendekatan diakronis tetap memiliki peran penting, terutama dalam studi sejarah bahasa dan perubahan linguistik.

Dalam linguistik historis, kajian diakronis digunakan untuk memahami bagaimana suatu bahasa berevolusi dari waktu ke waktu. Pendekatan ini memungkinkan kita untuk melacak asal-usul suatu kata, memahami perubahan fonetik dalam suatu bahasa, atau melihat bagaimana struktur gramatikal berkembang seiring perubahan sosial dan budaya.

Sebagai contoh, perubahan dari bahasa Inggris Kuno ke bahasa Inggris Modern dapat dianalisis dengan pendekatan diakronis. 

Kata hūs dalam bahasa Inggris Kuno berkembang menjadi house dalam bahasa Inggris Modern. 

Jika hanya menggunakan kajian sinkronis, kita mungkin hanya memahami struktur kata house dalam bahasa saat ini, tetapi tidak dapat mengetahui bagaimana dan mengapa kata tersebut berubah dari bentuk aslinya.

Selain itu, dalam studi sosiolinguistik, kajian diakronis sering digunakan untuk melihat bagaimana faktor sosial, politik, dan ekonomi mempengaruhi perubahan bahasa. 

Sebagai contoh, di Indonesia, banyak kosakata yang berasal dari serapan bahasa asing, seperti bahasa Belanda pada masa kolonial (kantor, meja, gratis) atau bahasa Inggris di era globalisasi (internet, influencer, startup).

Di bidang etimologi, pendekatan diakronis juga sangat penting dalam menelusuri asal-usul kata. 

Sebagai contoh, kata sahabat dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dalam bahasa Arab ṣaḥābah, yang berarti ‘teman dekat’ atau ‘pengikut Nabi’. 

Dengan pendekatan diakronis, kita bisa melihat bagaimana sebuah kata mengalami perubahan fonetik dan semantik seiring berjalannya waktu.

Pendekatan ini juga menjadi sangat relevan dalam studi revitalisasi bahasa, seperti dalam upaya menghidupkan kembali bahasa-bahasa yang hampir punah, seperti bahasa Latin, Sanskerta, atau beberapa bahasa suku asli di berbagai belahan dunia.

Dengan demikian, meskipun pendekatan sinkronis sangat berguna dalam memahami bahasa dalam konteks modern, kajian diakronis tetap memiliki nilai yang tidak tergantikan dalam memahami sejarah, perkembangan, dan perubahan bahasa dalam jangka panjang.

5. Kesimpulan: Memahami Bahasa sebagai Sistem yang Hidup dan Bergerak

Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, melainkan sebuah sistem yang terus berkembang, baik dalam ruang lingkup sosial maupun sepanjang perjalanan sejarahnya. 

Dalam memahami bahasa secara ilmiah, dua pendekatan utama yang diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure, yaitu kajian sinkronis dan kajian diakronis, memberikan perspektif yang saling melengkapi.

Kajian diakronis membantu kita melihat bagaimana bahasa berkembang dari masa ke masa, memberikan wawasan tentang perubahan fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik dalam suatu bahasa. 

Pendekatan ini memungkinkan kita untuk memahami sejarah bahasa, hubungan antarbahasa, serta bagaimana faktor sosial dan budaya mempengaruhi evolusi bahasa.

Sementara itu, kajian sinkronis menekankan pentingnya melihat bahasa dalam satu periode waktu tertentu tanpa memperhitungkan sejarahnya. 

Pendekatan ini menjadi dasar bagi linguistik struktural dan semiotika, yang melihat bahasa sebagai sebuah sistem yang terdiri dari elemen-elemen yang saling berhubungan.

5.1 Menelusuri Struktur Bahasa

Konsep langue dan parole yang diperkenalkan Saussure membantu kita memahami bahwa bahasa bukan hanya kumpulan kata yang digunakan individu, tetapi juga sebuah sistem sosial yang mengatur komunikasi. 

Langue adalah struktur yang tetap dan dipahami bersama oleh para penutur bahasa, sementara parole adalah realisasi bahasa dalam bentuk ujaran individu.

Selain itu, konsep penanda (signifier) dan petanda (signified) menunjukkan bagaimana bahasa berfungsi sebagai sistem tanda yang membentuk makna. 

Makna dalam bahasa tidak muncul secara alami, melainkan merupakan hasil konvensi sosial yang dikonstruksi melalui hubungan antartanda.

Dalam kajian sinkronis, kita juga mengenal relasi sintagmatik dan paradigmatik, dua aspek penting yang menentukan bagaimana elemen bahasa saling berhubungan dalam sebuah struktur. 

Relasi sintagmatik melihat bagaimana kata-kata tersusun dalam suatu kalimat, sedangkan relasi paradigmatik melihat bagaimana kata-kata dapat saling menggantikan dalam satu kategori makna.

Semua konsep ini menunjukkan bahwa bahasa bukan hanya sekadar alat komunikasi, tetapi juga sebuah sistem yang memiliki aturan, hubungan, dan pola internal yang dapat dipelajari secara ilmiah.

5.2 Penutup: Memahami Bahasa, Memahami Manusia

Kajian sinkronis dan diakronis bukan sekadar dua metode analisis linguistik, tetapi juga cerminan dari bagaimana kita memahami dunia

Bahasa bukan hanya sekumpulan kata, melainkan sebuah sistem yang mencerminkan pola pikir, budaya, dan sejarah suatu masyarakat.

Dalam era modern, memahami bagaimana bahasa bekerja bukan hanya menjadi tugas para akademisi atau linguis, tetapi juga penting bagi siapa saja yang ingin memahami perubahan sosial, tren komunikasi, bahkan strategi pemasaran digital.

Bahasa tidak bisa dipahami hanya sebagai daftar kata atau aturan gramatikal, tetapi sebagai sebuah sistem tanda yang saling berhubungan. 

Oleh karena itu, dengan memahami kajian sinkronis dan diakronis, kita semakin dekat pada pemahaman yang lebih dalam tentang bahasa, dan pada akhirnya, tentang diri kita sendiri sebagai manusia yang berbahasa.

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *