Dalam analisis wacana kritis, modalitas menjadi salah satu alat penting untuk mengungkap bias yang sering terselip dalam teks berita. Meskipun berita diklaim sebagai penyampaian fakta, modalitas seperti “keharusan”, “kemungkinan”, dan “kepastian” menunjukkan sikap dan posisi subjek terhadap fakta tersebut.
Modalitas adalah aspek linguistik yang dapat memperlihatkan hubungan kompleks antara bahasa, ideologi, dan kekuasaan, terutama dalam teks yang dirancang untuk memengaruhi opini publik.
Teks berita dirancang untuk menyampaikan informasi, tetapi kerap mengandung unsur bias yang disisipkan secara halus melalui pilihan kata, struktur kalimat, hingga modalitas. Bias ini dapat muncul dalam pemberitaan politik, ekonomi, atau isu-isu sosial yang sarat dengan kepentingan ideologis.
Misalnya, klausa seperti pemerintah harus segera bertindak mengandung modalitas keharusan yang mencerminkan desakan atau tuntutan tertentu dari penulis.
Dalam analisis wacana kritis, modalitas digunakan untuk mengungkap bagaimana bahasa berfungsi tidak hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai medium untuk membangun atau mempertahankan kekuasaan.
Dengan menganalisis modalitas, kita dapat memahami bagaimana teks berita menyisipkan agenda tertentu atau membingkai persepsi publik terhadap suatu isu.
Analisis wacana kritis membantu pembaca untuk lebih sadar akan kekuatan bahasa dalam membentuk realitas sosial. Dengan mempelajari modalitas dalam teks berita, kita dapat membongkar bias tersembunyi dan memahami dinamika kekuasaan yang terkandung dalam bahasa.
Pemahaman ini penting bagi siapa saja yang ingin membaca berita secara kritis dan memahami pengaruh ideologi dalam wacana publik.
1. Apa Itu Modalitas?
Modalitas adalah konsep dalam linguistik yang berfungsi untuk mengungkapkan sikap, pandangan, atau posisi penutur/penulis terhadap proposisi yang disampaikan.
Sebagai perangkat gramatikal dan leksikal, modalitas mencerminkan derajat komitmen terhadap kebenaran proposisi, seperti kepastian, kemungkinan, atau keharusan (Alwi, 1992; Fowler, 1986; Simpson, 2003).
Hal ini menunjukkan bahwa modalitas tidak hanya menyampaikan fakta, tetapi juga merefleksikan hubungan antara penutur/penulis dengan audiens atau partisipan dalam proposisi.
Dalam kajian bahasa, modalitas menjadi sarana bagi penutur untuk menandai kefaktualan, tingkat kepastian, kesangsian, atau keinginan terkait peristiwa, keadaan, atau tindakan (bdk. Fowler, 1986; Alwi, 1992; Verschueren, 1999).
Modalitas juga berfungsi sebagai alat untuk mengekspresikan sikap penutur secara lebih halus melalui pilihan referensi dan predikasi dalam tuturan, sekaligus menjadi bentuk pembingkaian karena mampu menunjukkan posisi ideologis atau emosional tertentu.
Hodge dan Kress (dalam Fairclough, 2003) menekankan bahwa modalitas merepresentasikan pendirian (stance) dan keterlibatan (affinity) pembicara/penulis terhadap proposisi tertentu.
Dengan demikian, modalitas berperan penting dalam pembingkaian makna, terutama dalam teks berita, di mana sikap penulis terhadap fakta sering kali tidak netral.
Dalam konteks bahasa Indonesia, Alwi (1992) mengklasifikasikan modalitas ke dalam beberapa jenis, yaitu:
- Keinginan: Menggambarkan hasrat atau tujuan tertentu.
Contoh: “Saya ingin perubahan terjadi sesegera mungkin.”- Harapan: Menunjukkan optimisme atau ekspektasi.
Contoh: “Diharapkan semua pihak dapat bekerja sama.”- Ajakan: Berisi undangan atau dorongan untuk melakukan sesuatu.
Contoh: “Mari kita berkontribusi untuk kelestarian lingkungan.”- Pembiaran: Mengindikasikan sikap membiarkan sesuatu terjadi.
Contoh: “Jika itu yang dia inginkan, biarkan saja.”- Permintaan: Memuat harapan agar seseorang melakukan sesuatu.
Contoh: “Mohon pertimbangkan opsi ini dengan serius.”- Kemungkinan: Menunjukkan peluang atau ketidakpastian.
Contoh: “Bisa jadi ini adalah keputusan yang salah.”- Keteramalan: Mengindikasikan sesuatu yang diprediksi terjadi.
Contoh: “Hujan diperkirakan akan turun sore ini.”- Keharusan: Menunjukkan suatu keharusan atau kewajiban.
Contoh: “Pemerintah harus segera mengambil langkah tegas.”- Kepastian: Menggambarkan sesuatu yang diyakini benar.
Contoh: “Keputusan ini jelas berdampak pada ekonomi masyarakat.”- Izin: Mengindikasikan bahwa suatu tindakan diperbolehkan.
Contoh: “Anda boleh meninggalkan ruangan setelah sesi ini selesai.”- Perintah: Berisi instruksi atau arahan yang harus diikuti.
Contoh: “Segera laporkan hasil diskusi Anda!”- Kemampuan: Mengacu pada kapasitas atau kompetensi seseorang.
Contoh: “Dia mampu menyelesaikan tugas ini dalam waktu singkat.”
Secara keseluruhan, modalitas tidak hanya menjadi alat linguistik untuk membangun makna, tetapi juga menjadi sarana untuk mencerminkan sikap ideologis, emosi, dan hubungan kuasa antara penutur/penulis dan audiensnya.
Hal ini menjadikan modalitas sebagai elemen penting dalam analisis wacana, terutama dalam mengungkap bias atau afinitas tersembunyi dalam teks.
2. Jenis Modalitas dan Perannya dalam Pembingkaian Berita
Modalitas adalah perangkat linguistik yang digunakan untuk mengekspresikan sikap atau pandangan penutur terhadap proposisi yang disampaikan.
Dalam konteks wacana berita, modalitas tidak hanya menunjukkan sikap terhadap fakta tetapi juga memainkan peran penting dalam pembingkaian isu-isu tertentu.
Berikut adalah 12 jenis modalitas yang umum ditemukan, beserta perannya dalam wacana berita.
a. Modalitas Keinginan
Dalam wacana berita, modalitas keinginan sering digunakan untuk menggambarkan hasrat atau aspirasi terhadap suatu peristiwa yang diinginkan terjadi.
Modalitas ini biasanya muncul dalam bentuk kata kerja seperti ingin, yang menunjukkan rencana atau tujuan aktif dari partisipan yang diberitakan.
Sebagai contoh, dalam pernyataan “Pemerintah ingin memastikan semua bantuan tiba tepat waktu,” modalitas keinginan terletak pada kata kerja ingin, yang menonjolkan aspirasi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Penggunaan modalitas keinginan membingkai berita dengan cara yang menampilkan pemerintah sebagai pihak yang proaktif dan peduli.
Melalui modalitas ini, pemerintah tidak hanya terlihat memiliki niat baik, tetapi juga berkomitmen untuk menyelesaikan isu yang sedang dihadapi.
Ini menciptakan narasi yang menekankan niat tulus dan kepemimpinan aktif, sekaligus mengarahkan pembaca untuk melihat pemerintah dalam cahaya positif.
Dengan demikian, modalitas keinginan tidak hanya menyampaikan rencana, tetapi juga membangun citra partisipan yang bertanggung jawab dan solutif dalam wacana berita.
b. Modalitas Harapan
Dalam wacana berita, modalitas harapan digunakan untuk menyampaikan ekspektasi terhadap suatu isu yang diinginkan, tetapi aktualisasinya berada di luar kendali partisipan.
Modalitas ini sering muncul dalam bentuk kata kerja pasif seperti diharapkan, yang menciptakan kesan optimisme tanpa menetapkan tanggung jawab pada pihak tertentu.
Misalnya, dalam pernyataan “Diharapkan kebijakan ini mampu mengurangi angka pengangguran,” modalitas harapan menunjukkan ekspektasi positif terhadap kebijakan tersebut tanpa memberikan kepastian akan hasilnya.
Penggunaan modalitas ini membingkai berita dengan cara menekankan potensi positif dari suatu kebijakan atau tindakan, sekaligus menjaga narasi tetap abstrak dan tidak mengikat.
Pembaca diajak untuk menerima proposisi sebagai sesuatu yang ideal, meskipun realisasinya masih belum tentu terjadi.
Dengan demikian, modalitas harapan menjadi alat untuk menciptakan narasi yang optimistis sekaligus fleksibel terhadap interpretasi.
c. Modalitas Ajakan
Modalitas ajakan melibatkan partisipasi aktif pembaca atau audiens dalam pelaksanaan suatu tindakan yang diangkat dalam berita.
Kata-kata seperti mari atau ayo sering digunakan untuk membangun rasa kolektivitas dalam menghadapi suatu isu.
Sebagai contoh, dalam pernyataan “Mari kita berkontribusi untuk menjaga kelestarian lingkungan,” modalitas ajakan menyiratkan bahwa pembaca memiliki peran penting dalam upaya tersebut.
Modalitas ini membingkai wacana dengan menekankan tanggung jawab kolektif dan keterlibatan aktif audiens.
Dalam berita, modalitas ajakan berfungsi menciptakan narasi inklusif, yang membuat pembaca merasa menjadi bagian dari solusi yang ditawarkan.
Dengan cara ini, modalitas ajakan mampu menggalang dukungan emosional dan partisipasi aktif terhadap isu yang diangkat.
d. Modalitas Permintaan
Modalitas permintaan digunakan untuk mengungkapkan harapan agar pihak tertentu melakukan sesuatu, tetapi dengan cara yang lebih halus dan kurang menekan dibandingkan modalitas perintah.
Kata-kata seperti mohon atau harap sering digunakan untuk menyampaikan permintaan tanpa memberikan tekanan eksplisit.
Sebagai contoh, dalam pernyataan “Mohon semua pihak segera menyelesaikan sengketa ini,” modalitas permintaan menekankan kebutuhan untuk bertindak, namun tetap menjaga nada sopan dan tidak memaksa.
Dalam wacana berita, modalitas permintaan membingkai isu dengan cara yang lebih inklusif dan persuasif.
Permintaan ini dapat diarahkan kepada audiens tertentu, seperti masyarakat atau pihak terkait, dengan tujuan mendorong mereka mengambil tindakan.
Sikap ini menciptakan kesan bahwa tindakan yang diharapkan adalah hasil dari kesadaran atau keinginan pihak yang diminta, bukan karena tekanan eksternal.
Modalitas permintaan membantu mempertahankan hubungan yang baik antara penulis berita dan audiens, sambil tetap mendorong tindakan yang diinginkan.
e. Modalitas Pembiaran
Modalitas pembiaran mengekspresikan sikap membiarkan suatu peristiwa terjadi tanpa intervensi aktif. Sikap ini biasanya diungkapkan melalui kata-kata seperti biarkan atau tidak apa-apa.
Dalam berita, modalitas pembiaran dapat digunakan untuk menunjukkan toleransi atau ketidakpedulian terhadap suatu keadaan.
Sebagai contoh, dalam pernyataan “Jika itu yang dia inginkan, biarkan saja,” modalitas pembiaran mencerminkan sikap pasif terhadap keputusan pihak lain.
Modalitas ini membingkai isu dengan nada netral atau bahkan apatis, memberikan kesan bahwa tidak ada upaya yang dilakukan untuk mengubah atau mengintervensi situasi.
Dalam konteks tertentu, modalitas ini dapat digunakan untuk mengurangi ketegangan atau menekankan sikap menghormati keputusan pihak lain.
f. Modalitas Kemungkinan
Dalam wacana berita, modalitas kemungkinan sering digunakan untuk menyampaikan spekulasi atau peluang terjadinya suatu peristiwa.
Modalitas ini biasanya ditandai oleh ungkapan seperti bisa jadi atau mungkin, yang mencerminkan tingkat keyakinan rendah terhadap proposisi yang disampaikan.
Sebagai contoh, pernyataan seperti “Bisa jadi kebijakan ini berdampak besar pada sektor pendidikan” menunjukkan bahwa dampak tersebut masih berupa spekulasi, belum menjadi kepastian.
Penggunaan modalitas kemungkinan memiliki peran penting dalam membingkai isu dengan cara membuka ruang interpretasi bagi pembaca.
Modalitas ini memberikan fleksibilitas dalam menilai suatu peristiwa tanpa memberikan klaim yang definitif, sehingga pembaca diajak untuk mempertimbangkan berbagai skenario.
Dengan demikian, modalitas ini menjaga netralitas berita sekaligus memungkinkan pembaca membentuk opini berdasarkan perspektif pribadi mereka.
Melalui modalitas kemungkinan, wacana berita tidak hanya menghadirkan spekulasi, tetapi juga memfasilitasi diskusi atau pemikiran kritis tentang isu yang diberitakan.
g. Modalitas Keteramalan
Modalitas keteramalan digunakan untuk menyampaikan prediksi yang lebih meyakinkan dibandingkan modalitas kemungkinan.
Dengan menggunakan kata-kata seperti diperkirakan atau diramalkan, modalitas ini menciptakan kesan bahwa prediksi tersebut didasarkan pada informasi atau data yang cukup kuat.
Sebagai contoh, dalam pernyataan “Hujan deras diperkirakan akan melanda wilayah ini sore hari,” modalitas keteramalan menunjukkan tingkat keyakinan yang lebih tinggi terhadap prediksi tersebut, meskipun hasil akhirnya belum pasti.
Dalam wacana berita, modalitas keteramalan membingkai narasi dengan memberikan prediksi yang tampak kredibel dan berwibawa.
Modalitas ini digunakan untuk mengarahkan pembaca agar memahami isu yang diberitakan sebagai sesuatu yang mungkin terjadi, tetapi dengan dasar yang lebih kuat dibandingkan spekulasi.
Dengan cara ini, modalitas keteramalan meningkatkan otoritas teks berita, membuat pembaca lebih percaya pada informasi yang disampaikan, dan mendorong mereka untuk mempersiapkan diri atau merespons prediksi tersebut dengan cara tertentu.
h. Modalitas Keharusan
Modalitas keharusan berfungsi untuk menyoroti tindakan yang dianggap mendesak atau wajib dilakukan, terutama dalam situasi yang membutuhkan perhatian segera.
Dalam teks berita, modalitas ini sering ditandai dengan kata seperti harus, yang menunjukkan kewajiban yang tidak dapat diabaikan.
Misalnya, pernyataan “Pemerintah harus segera menangani bencana ini” menegaskan pentingnya tindakan cepat dari pemerintah untuk menghadapi situasi kritis.
Melalui modalitas keharusan, berita membingkai isu dengan menekankan urgensi dan tanggung jawab moral pihak yang diberitakan.
Modalitas ini juga memengaruhi pembaca untuk memahami tindakan tertentu sebagai kewajiban sosial yang mendesak, bukan sekadar pilihan.
Dengan cara ini, modalitas keharusan memperkuat narasi bahwa langkah-langkah yang disebutkan tidak hanya perlu tetapi juga tidak terhindarkan, sehingga menciptakan tekanan untuk bertindak sesuai dengan ekspektasi yang dibangun dalam berita.
i. Modalitas Kepastian
Modalitas kepastian memberikan penegasan bahwa proposisi yang disampaikan adalah fakta yang tidak diragukan. Kata-kata seperti jelas atau pasti sering digunakan untuk memberikan kepercayaan penuh pada proposisi.
Misalnya, dalam pernyataan “Peningkatan suhu global jelas disebabkan oleh aktivitas manusia,” modalitas kepastian memperkuat argumen bahwa fenomena perubahan iklim sepenuhnya merupakan hasil aktivitas manusia.
Penggunaan modalitas ini membingkai berita dengan memberikan otoritas pada informasi yang disampaikan, sehingga pembaca lebih cenderung menerima klaim tersebut sebagai kebenaran mutlak.
Modalitas kepastian juga membantu menyingkirkan keraguan atau spekulasi dari pembaca, menciptakan narasi yang kuat dan meyakinkan.
j. Modalitas Izin
Modalitas izin memberikan legitimasi atau persetujuan terhadap suatu tindakan. Kata-kata seperti boleh atau diizinkan sering digunakan untuk menandakan bahwa tindakan tertentu telah diperbolehkan oleh pihak berwenang.
Misalnya, dalam pernyataan “Warga boleh menggunakan fasilitas ini mulai pekan depan,” modalitas izin menunjukkan bahwa tindakan tersebut telah melalui proses persetujuan resmi.
Dalam berita, modalitas izin membingkai kebijakan atau tindakan sebagai sesuatu yang diatur dan sah.
Hal ini menciptakan kesan bahwa tindakan yang disebutkan telah melalui otoritas yang kompeten, sehingga memberikan rasa legitimasi kepada pembaca.
k. Modalitas Perintah
Modalitas perintah menonjolkan instruksi yang tegas dan mendesak untuk dilakukan. Dalam berita, kata-kata seperti segera atau bentuk imperatif lainnya sering digunakan untuk menekankan urgensi.
Misalnya, pernyataan “Segera evakuasi warga di wilayah terdampak!” menyampaikan instruksi yang jelas untuk bertindak.
Modalitas ini membingkai isu dengan cara menekankan kebutuhan akan tindakan cepat dan langsung, terutama dalam situasi darurat.
Modalitas perintah memberikan tekanan pada pihak tertentu untuk bertindak sesuai dengan arahan, sekaligus menciptakan kesan urgensi yang kuat di mata pembaca.
l. Modalitas Kemampuan
Modalitas kemampuan menggambarkan kapasitas atau potensi suatu pihak untuk menyelesaikan tugas atau menghadapi situasi tertentu.
Kata-kata seperti mampu atau dapat sering digunakan untuk menyoroti kekuatan partisipan.
Sebagai contoh, pernyataan “Tim penyelamat mampu menjangkau wilayah terdampak dalam waktu singkat” menekankan kompetensi dan efisiensi tim penyelamat.
Dalam wacana berita, modalitas kemampuan membingkai narasi yang meyakinkan pembaca tentang kesiapan dan keandalan pihak yang diberitakan.
Modalitas ini memperkuat citra positif dan meningkatkan rasa percaya pembaca terhadap kemampuan partisipan untuk menghadapi tantangan yang ada.
3. Penerapan Analisis Modalitas untuk Membuktikan Adanya Bias
Berikut contoh teks berita yang akan dianalisis.
Presiden Jokowi Sebut Kebijakan Kenaikan Harga BBM Adalah Pilihan Terakhir Pemerintah
JAKARTA, KRjogja.com – Keputusan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) adalah pilihan terakhir pemerintah.
Demikian Presiden Joko Widodo, dalam konferensi pers di Istana Merdeka Jakarta, Sabtu.(3/9/2022)
“Ini adalah pilihan terakhir pemerintah, yaitu mengalihkan subsidi BBM sehingga harga beberapa jenis BBM yang selama ini mendapat subsidi akan mengalami penyesuaian, dan sebagian subsidi BBM akan dialihkan untuk bantuan yang lebih tepat sasaran,” kata Presiden Jokowi didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno.
Dalam konferensi pers tersebut, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi pertalite dari Rp7.650,00 per liter menjadi Rp10 ribu/liter; solar bersubsidi dari Rp5.150,00/liter menjadi Rp6.800,00/liter; dan pertamax nonsubsidi dari Rp12.500,00/liter menjadi Rp14.500,00/liter yang berlaku sejak Sabtu, 3 September 2022, pukul 14.30 WIB.
“Mestinya uang negara itu harus diprioritaskan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat yang kurang mampu dan saat ini pemerintah harus membuat keputusan dalam situasi yang sulit,” ungkap Presiden.
Pemerintah, menurut Presiden Jokowi, telah berupaya sekuat tenaga untuk melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia.
“Saya sebetulnya ingin harga BBM di dalam negeri tetap terjangkau dengan memberikan subsidi dari APBN. Akan tetapi, anggaran subsidi dan kompensasi BBM pada tahun 2022 telah meningkat tiga kali lipat dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun,” kata Presiden.
Nilai subsidi BBM tersebut, kata Presiden Jokowi, juga terus meningkat.
“Dan lagi lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu yaitu pemilik mobil-mobil pribadi,” kata Presiden.
Pemerintah sudah menyiapkan bantuan langsung tunai (BLT) BBM sebesar Rp12,4 triliun yang diberikan kepada 20,65 juta keluarga yang kurang mampu sebesar Rp150 ribu/bulan dan mulai diberikan pada bulan September selama 4 bulan.
Pemerintah juga menyiapkan anggaran sebesar Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp3,5 juta/bulan dalam bentuk bantuan subsidi upah yang diberikan sebesar Rp600 ribu.
“Saya juga telah memerintahkan kepada pemerintah daerah untuk menggunakan 2 persen dana transfer umum sebesar Rp2,17 triliun untuk bantuan angkutan umum bantuan ojek online dan untuk nelayan,” kata Presiden.
Presiden mengatakan bahwa pemerintah berkomitmen agar penggunaan subsidi yang merupakan uang rakyat harus tepat sasaran.
“Subsidi harus lebih menguntungkan masyarakat yang kurang mampu,” ungkap Presiden.(ati/ant)
a. Bingkai Berita
Setelah menelaah teks di atas, dapat disimpulkan bahwa bingkai beritanya adalah “mendukung kenaikan harga BBM bersubsidi”. Berita ini dirancang untuk membangun narasi bahwa kenaikan harga BBM adalah keputusan yang rasional, tidak terelakkan, dan bertujuan demi keadilan sosial.
Dengan menekankan bahwa langkah ini adalah pilihan terakhir setelah mempertimbangkan berbagai opsi, serta memosisikan kebijakan tersebut sebagai cara untuk mengalihkan subsidi ke kelompok yang lebih membutuhkan, bingkai berita secara eksplisit mendukung keputusan pemerintah.
Narasi yang diangkat tidak hanya berfungsi untuk membenarkan keputusan pemerintah, tetapi juga untuk mengurangi resistensi publik terhadap kebijakan ini.
Dukungan tersebut diperkuat dengan paparan bantuan kompensasi (BLT dan subsidi upah) sebagai bukti bahwa pemerintah telah memikirkan dampaknya terhadap masyarakat rentan.
Jadi, teks ini secara keseluruhan dibingkai untuk mengarahkan pembaca agar memahami dan mendukung kenaikan harga BBM bersubsidi.
b. Analisis Modalitas dalam Membentuk Bingkai Berita
Berita ini menggunakan berbagai modalitas—kepastian, keinginan, keharusan, kemampuan, harapan, dan ajakan—untuk membingkai kenaikan harga BBM sebagai keputusan yang rasional, terukur, dan bertujuan untuk melindungi masyarakat kurang mampu.
Modalitas kepastian dan keharusan memberikan legitimasi terhadap keputusan pemerintah, sementara modalitas keinginan dan harapan menekankan empati dan optimisme terhadap dampak kebijakan.
Dengan modalitas ini, berita mengarahkan pembaca untuk memahami kenaikan harga BBM sebagai langkah yang tak terhindarkan dan sebagai bagian dari strategi yang lebih besar untuk keadilan sosial.
Modalitas yang digunakan menunjukkan upaya pemerintah untuk:
- Menegaskan keputusan ini sebagai pilihan yang tepat dan tak terhindarkan (modalitas kepastian).
- Membangun empati terhadap masyarakat (modalitas keinginan).
- Menekankan kewajiban moral dan efisiensi subsidi (modalitas keharusan).
- Menonjolkan kemampuan pemerintah dalam menangani dampaknya (modalitas kemampuan).
- Mengarahkan pembaca untuk optimistis terhadap kebijakan baru (modalitas harapan).
- Menggalang dukungan melalui kolaborasi antar pihak (modalitas ajakan).
Berikut penjelasannya.
i. Modalitas Kepastian
- Contoh dalam teks:
“Keputusan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) adalah pilihan terakhir pemerintah.” - Penjelasan: Modalitas kepastian terlihat pada klausa “adalah pilihan terakhir”. Frasa ini menegaskan bahwa kebijakan tersebut sudah final dan tidak diragukan lagi. Kepastian ini memperkuat bingkai bahwa kenaikan harga BBM adalah langkah yang logis dan tak terelakkan, mengarahkan pembaca untuk memandang keputusan ini sebagai solusi yang paling bertanggung jawab.
- Peran: Menegaskan legitimasi kebijakan untuk mengurangi keraguan pembaca terhadap langkah pemerintah.
ii. Modalitas Keinginan
- Contoh dalam teks:
“Saya sebetulnya ingin harga BBM di dalam negeri tetap terjangkau dengan memberikan subsidi dari APBN.”
- Penjelasan: Modalitas keinginan terletak pada kata “ingin”, yang menunjukkan empati Presiden terhadap rakyat. Frasa ini menampilkan sisi manusiawi Presiden Jokowi, seolah-olah pemerintah sebenarnya tidak ingin menaikkan harga BBM, tetapi kondisi anggaran memaksa keputusan tersebut. Hal ini memperkuat bingkai bahwa kenaikan harga adalah keputusan terpaksa yang diambil demi stabilitas anggaran.
- Peran: Menampilkan empati pemerintah untuk membangun dukungan emosional terhadap kebijakan.
iii. Modalitas Keharusan
- Contoh dalam teks:
“Mestinya uang negara itu harus diprioritaskan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat yang kurang mampu.”
- Penjelasan: Modalitas keharusan terlihat melalui kata “harus”, yang menggarisbawahi kewajiban moral pemerintah untuk memastikan subsidi lebih tepat sasaran. Dalam konteks ini, modalitas tersebut membingkai kenaikan harga BBM sebagai langkah etis untuk melindungi masyarakat yang membutuhkan, sementara subsidi sebelumnya dianggap tidak efisien karena dinikmati oleh kelompok mampu.
- Peran: Membingkai kenaikan harga sebagai langkah yang wajib dilakukan untuk keadilan sosial.
iv. Modalitas Kemampuan
- Contoh dalam teks:
“Pemerintah sudah menyiapkan bantuan langsung tunai (BLT) BBM sebesar Rp12,4 triliun.”
- Penjelasan: Modalitas kemampuan diwakili oleh frasa “sudah menyiapkan”, yang menunjukkan kapasitas pemerintah untuk menangani dampak kebijakan. Modalitas ini mendukung bingkai bahwa pemerintah tidak hanya menaikkan harga BBM tetapi juga bertanggung jawab terhadap dampaknya dengan menyediakan solusi konkret bagi masyarakat kurang mampu.
- Peran: Menonjolkan kompetensi pemerintah dalam merespons tantangan yang timbul akibat kebijakan tersebut.
v. Modalitas Harapan
- Contoh dalam teks:
“Subsidi harus lebih menguntungkan masyarakat yang kurang mampu.”
- Penjelasan: Harapan tersirat melalui frasa “lebih menguntungkan”, yang mencerminkan optimisme bahwa pengalihan subsidi BBM akan memberikan dampak positif bagi masyarakat rentan. Modalitas ini memperkuat bingkai bahwa kenaikan harga adalah langkah yang dapat menghasilkan keadilan subsidi.
- Peran: Mengarahkan pembaca untuk melihat kebijakan ini sebagai langkah yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
vi. Modalitas Ajakan (tersirat)
- Contoh dalam teks:
“Saya juga telah memerintahkan kepada pemerintah daerah untuk menggunakan 2 persen dana transfer umum …”
- Penjelasan: Meskipun bersifat deklaratif, modalitas ajakan tersirat melalui kata “memerintahkan”, yang mengindikasikan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah. Modalitas ini membingkai kenaikan harga BBM sebagai langkah bersama yang membutuhkan dukungan dari berbagai pihak.
- Peran: Menggalang solidaritas untuk mendukung implementasi kebijakan.
4. Membingkai Sikap: Peran Modalitas dalam Analisis Wacana Kritis
Modalitas memainkan peran sentral dalam analisis wacana kritis, tidak hanya sebagai alat untuk mengungkap proposisi ideologis dalam teks tetapi juga sebagai cara untuk memahami hubungan interpersonal dan sosial yang dimediasi melalui bahasa.
Sebagaimana dijelaskan oleh Halliday, bahasa memiliki fungsi ideasional dan interpersonal yang saling terkait. Dalam konteks modalitas, kita melihat bagaimana teks berita tidak hanya menyampaikan fakta atau ide (fungsi ideasional), tetapi juga membangun sikap dan relasi antara penulis dan pembacanya (fungsi interpersonal).
Perangkat modalitas memungkinkan penulis untuk memberikan komentar, sikap, atau pendirian tertentu terhadap proposisi yang disampaikan. Ini bisa muncul secara eksplisit melalui pilihan kata seperti “harus” atau “jelas”, ataupun secara implisit melalui presuposisi yang tertanam dalam struktur kalimat.
Dengan demikian, modalitas menjadi pintu masuk yang efektif untuk memahami bagaimana ideologi terintegrasi ke dalam wacana dan bagaimana hubungan kekuasaan dimanifestasikan melalui bahasa.
Kesadaran ini mengingatkan kita bahwa setiap teks berita membawa beban ideologis tertentu yang memengaruhi interpretasi pembaca.
Sebagai pembaca yang kritis, kita perlu memahami bahwa berita tidak pernah benar-benar netral. Dengan memahami modalitas, kita bisa lebih kritis dalam membaca berita dan menyadari bagaimana bahasa digunakan untuk membentuk opini publik.
Analisis modalitas memberikan kita alat untuk membongkar bias tersembunyi, mengevaluasi hubungan kekuasaan dalam wacana, dan memahami bagaimana bahasa membingkai realitas sosial.
Melalui pemahaman ini, kita tidak hanya belajar untuk membaca dunia dengan lebih cermat, tetapi juga mampu memberdayakan diri untuk berkomunikasi dengan lebih jujur dan bertanggung jawab.
Dalam era informasi ini, menjadi pembaca yang kritis adalah langkah awal menuju masyarakat yang lebih sadar dan adil.
Penulis: Sony Christian Sudarsono | Editor: Benedikta Haryanti