maksud dalam pragmatik

Dalam pragmatik, istilah maksud atau intensi merujuk pada tujuan atau niat yang ingin dicapai oleh penutur dalam menggunakan bahasa. Dalam kajian pragmatik, maksud sangat penting karena bahasa tidak hanya digunakan untuk menyampaikan informasi semata, tetapi juga untuk mencapai tujuan tertentu, seperti memengaruhi perilaku, mengekspresikan emosi, atau memperbaiki hubungan sosial.

Maksud dapat dipahami dari konteks, yaitu situasi sosial dan situasi tuturan, serta dari strategi atau taktik yang digunakan oleh penutur dalam berkomunikasi. Contoh dari situasi tuturan yang berbeda-beda adalah penggunaan bahasa yang berbeda-beda ketika berbicara dengan teman sebaya atau dengan atasan di tempat kerja.

Maksud dalam pragmatik juga terkait dengan pemahaman konteks dan konvensi sosial, seperti kebiasaan-kebiasaan dalam sebuah budaya, norma-norma yang ada dalam suatu kelompok, atau unsur-unsur yang terkandung dalam sebuah konteks. Sebagai contoh, kata tolong dalam suatu konteks bisa digunakan untuk meminta bantuan, tetapi dalam konteks yang berbeda, kata tersebut bisa digunakan untuk menyatakan permintaan maaf.

Dengan demikian, pemahaman tentang maksud dalam kajian pragmatik sangat penting dalam memahami dan menginterpretasikan bahasa dalam konteks yang tepat.

Makna, Informasi, dan Maksud

Dalam linguistik, bahasa dipandang sebagai sesuatu yang memiliki dua dimensi, yaitu bentuk dan makna. Dimensi bentuk berkaitan dengan bunyi bahasa, baik yang segmental maupun yang suprasegmental. Sementara itu, dimensi makna merupakan konsep atau abstraksi yang membuat bentuk dapat dipahami dan digunakan dalam komunikasi.

Dimensi makna sering dikaitkan dengan informasi dan maksud. Makna adalah hubungan antara bentuk kebahasaan dengan referen. Informasi adalah keseluruhan makna yang menunjang amanat yang terlihat dalam bagian-bagian amanat itu. Sementara itu, maksud adalah makna tuturan bagi penutur dan mitra tutur waktu tuturan tersebut terjadi. Makna merupakan dimensi yang berada di dalam tuturan (intralingual), sementara informasi dan maksud berada di luar tuturan (ekstralingual) (periksa Kridalaksana, 2008: 93, 148, dan 149).

Satuan kebahasaan Budi menendang bola dengan Bola ditendang Budi mengandung informasi yang sama, yaitu adanya pelaku (Budi), adanya suatu tindakan (tendang), adanya suatu sasaran (bola). Namun, kedua satuan tersebut memiliki makna yang berbeda. Satuan pertama memiliki makna aktif, sedangkan satuan kedua memiliki makna pasif.

Dua satuan di atas juga memiliki maksud yang berbeda. Maksud tersebut bergantung pada konteks pemakaiannya. Tuturan pertama dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan Siapa yang menendang bola? atau Apa yang dilakukan Budi? Sementara itu, tuturan kedua dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan Apa yang ditendang Budi? atau Apa yang terjadi pada bola?

Baryadi (2012) menganalogikan bahasa yang terdiri atas bentuk, makna, dan maksud seperti manusia yang memiliki dimensi badan, jiwa, dan roh. Bentuk kebahasaan merupakan badan yang dapat diindra. Makna merupakan jiwa dari bentuk kebahasaan tersebut yang membuat bentuk dapat dipahami. Maksud merupakan roh dari bahasa yang membuat bahasa memiliki daya dan dapat digunakan dalam suatu tindakan verbal.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makna, informasi, dan maksud merupakan unsur kebahasaan yang bersifat batiniah, bukan badaniah. Maksud berbeda dengan makna dan informasi dalam hal pelibatan konteks. Di satu sisi, maksud berada di ranah fungsional, sedangkan di sisi lain makna berada di wilayah formal atau linguistik struktural.

Maksud sebagai Tujuan Tutur

Maksud merupakan aspek utama dalam kajian pragmatik sebagai cabang linguistik yang mengkaji penggunaan bahasa. Bahasa yang digunakan memiliki tujuan (goal) tertentu yang oleh Leech (1984) disebut tujuan tutur. Hal tersebut sejalan dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring (Badan Bahasa, 2020) yang mengartikan maksud sebagai ‘yang dikehendaki atau tujuan’.

Dalam komunikasi verbal, maksud merupakan tujuan, kehendak, dan niat penutur yang kemudian dikodekan menjadi sebuah tuturan untuk disampaikan kepada mitra tutur. Kode tersebut dicoba diperjuangkan dan dipahami oleh mitra tutur dalam rangka menjalin komunikasi dengan penutur (Baryadi, 2012: 17). Maksud atau tujuan tutur mengawali, mengendalikan, dan mengakhiri kegiatan berbahasa atau berwacana (Subagyo, 2012: 83).

Dalam komunikasi verbal, seorang penutur awalnya memiliki tujuan atau maksud. Tujuan tersebut kemudian dikodekan menjadi bentuk-bentuk kebahasaan dan diucapkan kepada mitra tutur. Mitra tutur yang menerima tuturan tersebut mendekodekannya, lalu memahami tujuan yang diintensikan oleh penutur.

Misalnya, si A memiliki tujuan supaya si B memaafkan dirinya. Tujuan tersebut kemudian disandikan dalam bentuk bahasa menjadi tuturan berupa kalimat Aku minta maaf. Tuturan itu diucapkan kepada si B. Si B menerima dan mendekodekan pesan verbal yang dikirim si A hingga di memahami bahwa si A bertujuan untuk meminta maaf kepadanya.

Contoh lain, si C memiliki tujuan supaya si D menjauhi pacar C, yaitu si E. Tujuan tersebut disandikan dalam bentuk bahasa menjadi tuturan berupa kalimat Sekali lagi kaudekati pacarku, habislah kau! Kemudian kalimat itu pun dituturkan kepada si D. Si D menerimanya dan mendekodekan pesan verbal yang dikirim si C lalu menghubungkan tuturan tersebut dengan konteks situasi sebelumnya bahwa si D akhir-akhir ini dekat dengan si E. Dengan pemahaman konteks tersebut, si D memahami bahwa melalui tuturan tadi si C bertujuan membuat si D untuk menjauhi pacarnya.

Maksud sebagai Tindakan dan Makna Tersembunyi

Maksud sebagai tindakan berkaitan dengan maksud sebagai tujuan tutur. Tuturan si A dalam contoh di atas merupakan contoh sebuah tindakan bernama meminta maaf. Sementara itu, tuturan si C dalam contoh di atas merupakan sebuah tindakan mengancam atau menyuruh. Tindakan yang terlaksana dengan bertutur seperti yang dilakukan si A dan si C di atas dalam pragmatik disebut tindak tutur.

Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa makna dan maksud dekat hubungannya. Bahkan, keduanya sering disamakan. Kendati demikian, sudah dijabarkan pula bahwa perbedaan keduanya terletak pada pelibatan konteks untuk menemukan arti yang terkandung dalam satuan kebahasaan. Selain sebagai tujuan, maksud juga merupakan makna tersembunyi di balik tuturan atau makna kontekstual.

Misalnya, dalam tuturan Nilaimu bagus ya, Nak, makna dari kata bagus bergantung pada konteksnya. Jika nilai si anak memang tinggi atau memenuhi standar yang ditentukan, kata bagus tersebut memiliki makna yang lugas dan konvensional. Namun, jika nilai si anak sebenarnya berada di bawah standar, makna kata bagus dalam tuturan di atas berbeda dengan makna bagus secara konvensional. Maksud dari kata bagus dalam tuturan tersebut adalah ‘buruk’ atau ‘jelek’.

Contoh lain

F:  Jam berapa sekarang?

G: Tukang sayur sudah lewat?

Dalam dialog di atas, tuturan Tukang sayur sudah lewat memiliki maksud tersembunyi. Jika diketahui konteks bahwa tukang sayur lewat depan rumah setiap pukul 8 pagi, tuturan si G dalam dialog di atas memiliki maksud bahwa sekarang sudah lebih dari pukul 8 pagi.

Makna kontekstual semacam itu dalam pragmatik disebut sebagai implikatur.  

Baca juga: Implikatur dalam Pragmatik

Maksud Utama dan Maksud Antara

Wacana tidak hanya berupa dialog sederhana seperti contoh-contoh di atas. Wacana juga bisa berupa gugus kalimat yang kompleks seperti pidato, ceramah, atau artikel. Membedah maksud dalam wacana yang besar dan kompleks seperti itu tidak bisa secara langsung dilakukan. 

Wacana besar tersebut memang memiliki maksud utama sebagai pesan inti yang ingin disampaikan kepada mitra bicara. Untuk menangkap maksud utama tersebut, sebuah wacana kompleks perlu diuraikan menjadi beberapa bagian yang lebih kecil sehingga menghasilkan maksud-maksud antara. 

Simpulan

Maksud dapat dilihat dari tiga perspektif: (a) tujuan, (b) tindakan, dan (c) makna kontekstual.

Sebagai tujuan, maksud adalah hal yang menginisiasi tuturan. Sementara itu, sebagai tindakan maksud adalah perbuatan yang dilakukan penutur melalui tuturannya. Sebagai makna kontekstual maksud adalah makna tuturan dalam penggunaannya.

Maksud dalam wacana kompleks dapat dibedakan menjadi 2, maksud utama dan maksud antara

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:

  • maksud merupakan unsur luar tuturan,
  • maksud bersifat subjektif,
  • maksud menjadi titik tolak penutur melakukan komunikasi,
  • maksud menjadi sesuatu yang dikejar mitra tutur untuk dipahami,
  • maksud berada di balik tuturan, dan
  • maksud terikat konteks.

Penulis: Sony Christian Sudarsono | Editor: Benedikta Haryanti | Gambar: Freepik

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *