konteks dalam pragmatik

Konteks merupakan bagian tidak terpisahkan dalam pragmatik. Wacana yang dikaji dalam pragmatik melibatkan konteks. Makna yang ditemukan dalam wacana pun disebut sebagai makna kontekstual.

Dilihat dari akar katanya, konteks atau context merupakan gabungan dari bentuk con– dan text. Adapun con– berarti ‘bersama dengan’. Dengan demikian konteks adalah sesuatu yang menyertai sebuah teks atau wacana.

Berdasarkan wujudnya, konteks dibedakan menjadi dua, yaitu konteks intralingual dan konteks ekstralingual. Konteks intralingual berwujud bahasa. Konteks intralingual merupakan teks lain sebelum dan sesudah teks yang diteliti. Teks intralingual sering disebut dengan koteks.

Sementara itu, konteks ekstralingual tidak berupa bahasa. Konteks ekstralingual berupa hal-hal di sekitar teks ketika diucapkan atau diproduksi, seperti penutur dengan segala latar belakangnya, mitra tutur dengan segala latar belakangnya, dan situasi tempat dan waktu terjadinya teks dengan segala hal yang menyertainya. Konteks ekstralingual sering hanya disebut konteks.

Teori-Teori Konteks dalam Pragmatik

Konteks merupakan bagian tak terpisahkan dari pemakaian bahasa. Pelibatan konteks merupakan salah satu ciri linguistik aliran fungsionalisme sebagai bandingan aliran strukturalisme. Pelibatan konteks dalam kajian bahasa dipicu ketidakpuasan para linguis terhadap kajian bahasa struktural yang bersifat “kering”. Selain itu, dikenal juga pemahaman bahwa untuk mengetahui makna bahasa, lihatlah pemakaiannya yang tentunya melibatkan konteks.

Baca juga: Mengerti Bahasa dalam Konteks: Sejarah Pragmatik dalam Linguistik

Aliran Praha

Aliran linguistik pertama yang melibatkan konteks adalah aliran linguistik fungsional Praha yang diprakarsai oleh Vilem Mathesius. Adapun aliran ini tidak hanya berpandangan bahwa secara keseluruhan bahasa mengemban fungsi komunikasi, namun mereka pun menganalisis bahasa dengan asumsi bahwa setiap komponen struktural bahasa memiliki fungsi. Aliran Praha memandang bahasa seperti mesin motor. Kerja, fungsi, dan sifat masing-masing komponen ditentukan oleh komponen yang lain. dengan demikian, sebuah komponen menjadi konteks bagi komponen yang lain.

Buah pemikiran Aliran Praha adalah konsep tentang tema dan rema. Menurut Mathesius, untuk membangun kontinuitas, sebuah kalimat akan terdiri atas dua bagian, yaitu tema yang mengacu pada sesuatu yang telah diketahui pendengar (karena telah dibicarakan dalam kalimat sebelumnya), dan rema yang memberikan informasi baru tentang rema. Tema diucapkan mendahului rema sehingga dalam pikiran pendengar telah ada semacam tonggak untuk mengaitkan informasi yang baru.

Misalnya,

Ibu pergi ke pasar. Dia membeli sayur dan buah.

Dalam kalimat Dia membeli sayur dan buah terdapat tema dia yang mengacu pada informasi yang telah diketahui sebelumnya, yaitu tentang ibu. Sementara itu, bagian membeli sayur dan buah merupakan rema yang memberi informasi baru tentang tema ibu.

Strukturalisme Amerika

Dalam tradisi Strukturalisme Amerika konsep tema dan rema ini disebut juga topik dan komen. Topik merupakan unsur kalimat yang informasinya sudah diketahui. Komen adalah unsur kalimat yang memberikan informasi baru tentang topik.

Dilihat dari wujudnya, yang menjadi konteks dalam kajian bahasa Aliran Praha dan Strukturalisme Amerika ini berupa bahasa. Artinya, konteks itu menyangkut bagian lain dalam tuturan atau teks. Konteks semacam ini disebut co-textual context atau koteks (cotext). Jadi, kalimat Ibu pergi ke pasar merupakan koteks bagi kalimat Dia membeli sayur dan buah.

Malinowski dan Firth

Konsep tentang konteks yang bukan berupa konteks lingual awalnya disebutkan oleh Malinowski. Dia meneliti bahasa Kiriwinia di Pasifik. Saat itu, antropolog dari Polandia ini mengalami masalah ketika harus menerjemahkan bahasa Kiriwinia secara harfiah. Dia menyadari dan menemukan pentingnya konteks dalam kajian bahasa. Konteks tersebut berupa konteks situasi.

Kajian Malinowski dilanjutkan oleh muridnya, yaitu J.R. Firth. Menurut Firth, linguistik adalah analisis makna, dan analisis makna hanya mungkin dilakukan dengan analisis kontekstual. Objek yang dikaji linguistik ialah pemakaian bahasa secara aktual sebab pemakaian bahasa merupakan salah satu bentuk kehidupan manusia. Tujuan kajian linguistik adalah mendeskripsikan makna bahasa dengan analisis kontekstual sehingga gejala linguistik dan gejalan nonlinguistik dapat dihubungkan, atau menerangkan bagaimana bahasa menjadi sarat dengan makna dalam konteksnya. Dia merumuskan bahwa konteks meliputi (1) partisipan, (2) tindakan partisipan, (3) ciri-ciri situasi yang relevan, dan (4) dampak-dampak tindakan tutur.

Dell Hymes

Kemudian, secara lebih rinci, Dell Hymes merumuskan komponen-komponen konteks yang dia singkat menjadi akronim SPEAKING yang merupakan akronim dari Setting, Participants, Ends, Act sequence, Key, Instrumentalities, Norms, dan Genre.

Teori SPEAKING ini memfokuskan pada bagaimana konteks memengaruhi pemahaman suatu pernyataan dalam konteks sosial dan budaya. 

  1. Setting (latar fisik dan psikologis): lingkungan fisik dan sosial tempat percakapan atau interaksi terjadi.
  2. Participants (pelibat/peserta tutur): individu yang terlibat dalam interaksi, termasuk status sosial, gender, usia, dan hubungan mereka satu sama lain.
  3. Ends (maksud): tujuan dari percakapan atau interaksi.
  4. Acts of sequence (urutan): urutan tindakan yang terjadi dalam interaksi.
  5. Keys (nada dan perasaan): suasana hati atau emosi yang mewakili perasaan orang yang terlibat dalam interaksi.
  6. Instrumentalities (sarana): media atau alat yang digunakan dalam interaksi, seperti bahasa, gestur, atau bahkan teknologi.
  7. Norms of interaction and interpretation (norma): tata krama yang berlaku di masyarakat.
  8. Genre (jenis wacana): jenis atau tipe interaksi, seperti percakapan informal, pidato, atau drama.

Dengan mempertimbangkan semua 7 aspek konteks ini, teori SPEAKING membantu kita memahami bagaimana konteks mempengaruhi pemahaman suatu pernyataan dan membuat analisis pragmatik yang lebih akurat dan komprehensif.

Perhatikan contoh dialog berikut!

Bos: Halo, bagaimana kabarmu hari ini?

Karyawan: Baik, terima kasih. Bagaimana dengan Bos?

Bos: Sama, baik juga. Ada apa yang ingin kamu bicarakan dengan saya hari ini?

Karyawan: Saya ingin meminta ijin untuk berlibur selama seminggu, Bos.

Bos: Apa alasannya?

Karyawan: Saya ingin pergi mengunjungi keluarga saya yang sedang sakit.

Bos: Baiklah, kamu dapat berlibur selama seminggu.

Dialog di atas dapat dianalisis menjadi:

  • Setting: Kantor
  • Participants: Bos dan karyawan
  • Ends: Mendapatkan izin untuk berlibur
  • Act sequence: Bos menanyakan kondisi karyawan, karyawan menjelaskan alasan berlibur, bos memberikan izin
  • Key: Formal
  • Instrumentalities: Bahasa lisan
  • Norms: Norma-norma sosial dan budaya tentang bagaimana berkomunikasi dalam situasi kerja
  • Genre: Percakapan kantor

Leech

Leech (1993) secara khusus menyebut konsep tentang konteks ini dengan sebutan aspek-aspek situasi ujar. Yang pertama adalah penyapa dan pesapa atau penutur dan petutur (orang yang meyapa dan yang disapa. Dalam hal ini, Leech membedakan penerima pesan dengan sasaran pesan/penerima tutur dan sasaran tutur. 

Peneliti pragmatik merupakan penerima tutur yang menginterpretasikan maksud penutur kepada petutur dan menjelaskannya kepada pembaca. Aspek yang kedua adalah pengetahuan bersama antara penyapa dan pesapa. Aspek ketiga merupakan tujuan tutur. 

Leech memandang berwacana itu sebagai kegiatan yang berorientasi pada tujuan. Tuturan mengemban sebuah fungsi. Dalam bahasa sehari-hari tujuan tutur disebut maksud. Aspek keempat adalah tindak tutur. Leech memandang  berbahasa sebagai sebuah tindakan. Berbahasa itu bertindak, tidak sekadar berkata-kata.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konteks adalah hal-hal di luar teks yang berkaitan dengan teks dan mendukung pemaknaan atas teks. Konteks merupakan pengetahuan yang sama-sama dimiliki para partisipan tutur dan yang membantu mereka memaknai tuturan yang disampaikan.

Simpulan

Dalam kajian pragmatik, konteks merupakan unsur yang harus diperhatikan untuk menyimpulkan sebuah fungsi komunikatif bahasa atau maksud penggunaan bahasa. Tuturan Selamat pagi bisa memiliki banyak maksud bergantung pada konteksnya. Ketika diucapkan oleh seorang penjaga toko kepada pengunjungnya, tuturan tersebut berfungsi sebagai sapaan saja. Namun, ketika diucapkan oleh seorang manajer kepada bawahannya yang terlambat masuk kerja, tuturan tersebut mengandung maksud teguran.

Penulis: Sony Christian Sudarsono | Editor: Benedikta Haryanti | Gambar: Freepik

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *