semiotika peirce

Berbeda dengan semiotika Saussure yang melihat tanda sebagai sebuah struktur yang terdiri atas dua komponen, yaitu penanda dan petanda, semiotika Peirce melihat tanda sebagai sebuah proses yang disebut semiosis. Proses penandaan Peirce terdiri atas tiga komponen, yaitu representamen, interpretan, dan objek.

Sebagai sebuah proses, semiosis memiliki tiga tahap. Tahap pertama adalah pencerapan representamen. Representamen adalah sesuatu yang mewakili hal yang lain. Representamen sendiri sering dipahami sebagai tanda itu sendiri.

Tahap kedua adalah perujukan representamen terhadap sebuah objek. Objek merupakan hal yang diacu oleh representamen. Tahap ketiga adalah penafsiran lanjut. Representamen yang sudah dihubungkan dengan objek tadi ditafsirkan dan hasil penafsiran itu melahirkan interpretan.

Baca juga: Representamen, Interpretan, dan Objek dalam Semiotika Peirce

Jadi, semiotika Saussure melihat struktur tanda secara diadik dengan menguraikannya menjadi dua, yaitu penanda dan petanda. Sementara itu, semiotika Peirce melihat proses penandaan secara triadik. Peirce menyebut tanda dengan istilah representamen. Artinya, tanda merupakan sesuatu yang mewakili hal yang lain. Hal yang lain itu adalah sebuah objek. Hubungan antara representamen dengan objek membuahkan interpretan.

Semiosis

Dari pemahaman tersebut, tampak bahwa Peirce melihat hubungan antara tanda dengan referennya. Hal tersebut tidak dilakukan oleh Saussure yang tidak menghubungkan tanda dengan hal lain di luar tanda itu. Hubungan antara tanda dengan referennya ini menghasilkan tiga jenis tanda, yaitu ikon, indeks, dan simbol.

Baca juga: Ikon, Indeks, dan Simbol dalam Semiotika Peirce

Ikon adalah tanda yang memiliki hubungan kemiripan dengan objek yang diacunya. Contoh paling sederhana dari ikon adalah lukisan, foto, atau patung. Ketiga tanda tersebut menyerupai objek yang diacunya.

Indeks adalah tanda yang memiliki hubungan eksistensial dengan objek yang diacunya. Keberadaan sebuah tanda menunjukkan keberadaan referennya. Itulah arti hubungan eksistensial. Hubungan eksistensial hadir karena adanya makna kausalitas antara representamen dengan objek. Contoh indeks adalah asap. Asap merupakan sebuah indeks karena keberadaan asap menunjukkan keberadaan sebuah objek, yaitu api. Sesak napas, suhu tubuh di atas normal, disertai batuk dan pilek bisa menjadi sebuah indeks karena menunjukkan eksistensi sebuah objek, misalnya Covid-19.

Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan konvensional dengan objek yang diacunya. Konvensi ini berupa kesepakatan antarpengguna tanda. Warna merah yang kemudian dimaknai sebagai keberanian dan warna putih yang dianggap sebagai kesucian merupakan contoh simbol. Keduanya disepakati oleh suatu masyarakat.

Ikon, indeks, dan simbol ini tidak ditemukan sepenuhnya dalam semiotika Saussure. Saussure hanya mengakui tanda sebagai simbol yang merupakan produk penyepakatan yang bersifat arbitrer atau tidak bermotivasi. Sementara itu, ikon dan indeks tidak terpikirkan oleh Saussure yang memandang bahasa sebagai tanda yang arbitrer, bukan tanda yang bermotivasi. Padahal dalam bahasa pun, dikenal juga tanda yang bermotivasi atau ikonis.

Berikut ini dibahas ikon dalam bahasa. Penjabaran tentang ikon membuka pembahasan tanda bahasa ke arah fungsionalisme.

Ikon dalam Bahasa versi Semiotika Peirce: Citra, Metafora, dan Diagram

Peirce membedakan ikon menjadi tiga, yaitu citra, metafora, dan diagram. Citra adalah ikon yang penandanya dalam beberapa hal menyerupai referennya. Metafora adalah ikon yang penandanya mengacu beberapa referen yang mirip (dalam hal ini yang mirip adalah referennya). Diagram adalah ikon yang merupakan susunan penanda-penanda teratur yang masing-masing tidak menyerupai referennya, tetapi hubungan antarpenandanya menunjukkan hubungan antarreferennya.

Baca juga: Ikon: Citra, Metafora, dan Diagram

Bahasa sebagai sebuah tanda memiliki ketiga jenis ikon tersebut. Bahasa yang oleh Saussure dianggap sebagai sebuah simbol yang arbitrer ternyata dapat dilihat juga sebagai sebuah ikon. Pemahaman tentang bahasa yang ikonis ini membuka khazanah linguistik yang baru, yaitu pendekatan fungsionalisme.

Bahasa sebagai Ikon Citraan

Kemiripan antara tanda dengan referen dalam ikon citraan bersifat spasial, profil, atau garis bentuk. Dalam bahasa, ikon citraan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (a) onomatope, (b) kata-kata fonestem dan (c) simbolisme bunyi. Onomatope adalah kata-kata yang diciptakan dengan meniru suara objek yang diacunya. Kata-kata seperti cecak, tokek, petik, dan gonggong merupakan contoh onomatope. 

Kata-kata fonestem adalah kata-kata yang mengandung gugus konsonan dan/atau vokal-vokal tertentu yang mengasosiasikan nilai semantik tertentu. Misalnya kata-kata blas, blus, bles dalam bahasa Jawa menyatakan gerakan yang terjadi secara cepat, tiba-tiba, dan lebih mantap. Demikian juga dengan kata-kata cas, cis, cus dalam bahasa Indonesia. 

Simbolisme bunyi adalah kemiripan antara cara mengucapkan bunyi dengan konsep yang dilambangkan. Bunyi [i] yang diucapkan dengan bentuk mulut yang sempit dan kecil menunjukkan makna tersebut dalam kata-kata yang mengandungnya seperti sempit dan kecil itu sendiri. Ada pula contoh langsing, bintik, dan jentik.

Bahasa sebagai Ikon Metaforik

Ikon metaforik merupakan ikon yang penanda dan referennya memiliki kesamaan fungsional. Pembentukan kata majemuk yang mengandung kata anak, batang, biang, bibir, buah, daun, ibu, hidung, induk, indung, jantung, kaki, kepala, mata, perut, suku, tajuk, dan tangan dalam contoh-contoh berikut merupakan contoh ikon metaforik.

No.UnsurContoh
1anakanak kalimat, anak panah, anak sungai, anak tangga
2batangbatang dayung, batang leher
3biangbiang keladi, biang keringat
4bibirbibir cangkir, bibir sumur, bibir jurang
5buahbuah dada, buah hati, buah tangan,
6daundaun pintu, daun telinga
7hidunghidung kapal, hidung mobil
8ibuibu jari, ibu kota
9indukinduk kalimat, induk semang
10indungindung mutiara, indung sutera, indung telur
11jantungjantung pisang, jantung pertahanan
12kakikaki bukit, kaki gunung, kaki meja
13kepalakepala bagian, kepala negara, kepala sekolah
14matamata angin, mata api, mata air
15perutperut bumi, perut kapal
16sukusuku bangsa, suku bunga
17tajuktajuk rencana, tajuk surat
18tangantangan baju

Bentuk kaki gunung mengandung ikon metaforik kaki. Penanda kaki secara harfiah merujuk pada referen bagian tubuh manusia bagian bawah. Makna bagian bawah diambil dan digunakan untuk sesuatu yang lain, yaitu gunung. Gunung juga memiliki bagian yang letaknya di bawah. Persamaan fungsi tersebut memungkinkan bagian bawah gunung juga disebut dengan kaki.

Bahasa sebagai Ikon Diagramatik

Ikon diagramatik tersusun atas penanda demi penanda. Ikon diagramatik lebih rumit dibandingkan ikon citraan dan ikon metaforik karena hal yang dilihat adalah hubungan antarpenanda, bukan hanya penandanya. Susunan penanda-penanda tersebut mencerminkan susunan referen-referennya. Oleh karena itu, kemiripan dalam ikon diagramatik bersifat relasional atau struktural. 

Ungkapan Julius Caesar yang terkenal Veni, vidi, vici yang berarti ‘Aku sudah datang, aku sudah melihat, dan aku sudah menang’ merupakan contoh ikon diagramatik. Ungkapan tersebut tersusun atas tiga penanda, yaitu veni, vidi, dan vici. Hubungan antarketiga penanda tersebut menyatakan hubungan antarreferennya, yaitu hubungan temporal atau kronologis. Jika penanda-penanda tersebut disusun secara berbeda, hubungan antarketiga penanda tersebut akan melahirkan hubungan antarreferen yang berbeda.

Ikon diagramatik dibedakan menjadi dua, yaitu (1) isomorfisme dan (2) motivasi. Isomorfisme menonjolkan aspek kuantitas, sedangkan motivasi aspek kualitas. Isomorfisme masih dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu (a) isomorfisme kata tunggal, (b) isomorfisme konstruksi gramatikal, dan (c) isomorfisme pragmatis. Adapun isomorfisme pragmatis dapat dibagi lagi menjadi dua, yaitu (i) isomorfisme status informasi dan (ii) isomorfisme urgensi informasi.

Isomorfisme

Isomorfisme kata tunggal merupakan ikon yang menunjukkan jumlah makna suatu bentuk lingual. Ikon ini berprinsip bahwa satu bentuk kata merujuk pada satu makna. Jadi, setiap kata tunggal merupakan ikon isomorfisme kata tunggal karena kata tunggal dianggap hanya memuat satu makna. Tentu sinonimi dan homonimi merupakan penyimpangan dari isomorfisme kata tunggal.

Adapun isomorfisme konstruksi gramatikal merupakan ikon yang menunjukkan keluasan hal yang dilambangkan oleh bentuk kebahasaan. Ikon ini berprinsip bahwa semakin luas bentuk kebahasaan, semakin luas pula hal yang dilambangkan. 

Sebagai contoh, untuk menyatakan makna jamak dalam bahasa Indonesia, sebuah kata mengalami perluasan seperti kata anak menjadi anak-anak

Dalam tataran kalimat, untuk menyatakan aksi yang lebih dari satu, digunakan kalimat majemuk seperti pada contoh Adi bermain bola dengan Adi bermain bola, lalu mandi di sungai.

Isomorfisme status informasi berkenaan dengan informasi lama dan informasi baru. Isomorfisme status informasi merupakan ikon yang menunjukkan keteramalan suatu informasi. Ikon ini menyatakan apakah informasi yang diungkapkan teramalkan atau tidak teramalkan. Informasi yang tidak teramalkan lebih maujud dibandingkan informasi yang teramalkan. Perhatikan contoh berikut.

Muncullah mahasiswa bernama Budi. Dia kuliah di USD. Impiannya menjadi seorang sastrawan. Ia pun membaca dan ꬾ menulis banyak buku.

Susunan penanda-penanda berupa paragraf di atas dapat dilihat sebagai isomorfisme status informasi. Bentuk Budi yang awalnya maujud hingga akhirnya lesap dalam klausa … menulis banyak buku menunjukkan bahwa pada kalimat pertama, bentuk Budi itu takteramalkan atau merupakan informasi baru dan dalam klausa terakhir, Budi sudah menjadi informasi lama atau teramalkan karena bentuknya semakin tidak berwujud.

Isomorfisme urgensi informasi berkenaan dengan informasi penting dan tidak penting. Adapun isomorfisme urgensi informasi merupakan ikon yang menunjukkan urgensi suatu informasi. Ikon ini menyatakan apakah informasi yang diungkapkan penting atau tidak penting. Informasi yang penting cenderung lebih maujud. Perhatikan contoh berikut.

  • Rudi minum bir di kamar.
  • Bir itu diminum di kamar.
  • Rudi minum di suatu tempat.

Dalam kalimat pertama, Rudi, bir, dan di kamar merupakan isomorfisme urgensi informasi yang menyatakan bahwa keduanya penting karena diungkapkan secara maujud. Sementara itu, dalam kalimat kedua, hilangnya unsur Rudi menunjukkan bahwa Rudi merupakan isomorfisme urgensi informasi yang bersifat tidak penting karena tidak diwujudkan, sementara bir dianggap penting. Kalimat ketiga berlawanan dengan kalimat kedua.

Motivasi

Ikon diagramatik berupa motivasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu (1) motivasi ekonomis dan (2) motivasi pola urutan. Motivasi ekonomis masih dapat diuraikan menjadi (a) motivasi ekonomis jarak konseptual, (b) motivasi ekonomis jarak kebermarkahan, (c) motivasi ekonomis kemandirian konsep, dan (d) motivasi ekonomis jarak sosial. Sementara itu, motivasi pola urutan dapat diuraikan menjadi tiga, yaitu (a) motivasi pola urutan referen, (b) motivasi pola urutan status informasi, dan (c) motivasi pola urutan urgensi informasi.

Motivasi Ekonomis

Motivasi ekonomis jarak konseptual merupakan ikon yang menunjukkan jarak konseptual antarbentuk lingual. Jarak lingual mencerminkan jarak konseptual.

Misalnya:

  • Berta menyebabkan gelas itu pecah.
  • Berta memecahkan gelas itu.

Dalam contoh di atas, jarak lingual antara Berta sebagai penyebab dengan pecah sebagai terakibat dalam kedua kalimat di atas berbeda. Jarak lingual antara Berta dan pecah dalam kalimat pertama lebih jauh daripada kalimat kedua. Perbedaan tersebut menyebabkan perbedaan jarak konseptualnya. 

Dalam kalimat yang pertama, terkesan tidak ada hubungan fisik antara Berta dengan pecah. Bisa jadi gelas itu pecah karena Berta mendorong orang lain sehingga orang itu menyenggol gelas lalu pecah. Sementara itu, ada kesan hubungan fisik antara Berta dan pecah dalam kalimat kedua.

Motivasi ekonomis jarak kebermarkahan merupakan ikon yang menyatakan bahwa pemarkah letaknya dekat dengan yang dimarkahi. Akhiran –i dalam verba menulisi pada kalimat Siti menulisi kertas itu dengan tinta biru merupakan pemarkah lokatif bagi kertas itu. Demikian juga dengan konjungsi dan dalam kalimat Farah bangun dan meninggalkan kasurnya merupakan pemarkah aditif bagi klausa Farah bangun dan (Farah) meninggalkan kasurnya.

Motivasi ekonomis kemandirian konsep adalah ikon yang menunjukkan kemandirian konsep suatu bentuk lingual. Kemandirian lingual menunjukkan kemandirian konsep. Bentuk sepeda dalam Vito bersepeda menunjukkan kemandirian konsep yang berbeda dengan bentuk sepeda dalam Vito mengendarai sepeda

Dalam kalimat yang pertama, bentuk sepeda menunjukkan bentuk yang tidak mandiri karena secara lingual tidak menduduki fungsi sintaksis sendiri, melainkan bersama dengan imbuhan ber– menjadi bersepeda. Sementara itu, bentuk sepeda dalam kalimat yang kedua menduduki fungsi sintaksis sendiri sehingga menunjukkan kemandirian konsep.

Motivasi ekonomis jarak sosial adalah ikon yang menunjukkan jarak sosial penutur dengan mitra tutur dilihat dari kompleksitas bentuk kebahasaannya. Semakin kompleks atau panjang bentuk kebahasaannya semakin jauh jarak sosial penutur dengan mitra tuturnya. Ketika penutur merasa memiliki jarak sosial yang jauh dengan mitra tutur, dia cenderung menggunakan bahasa yang sopan. Kesopanan tersebut terwujud dalam kompleksitas bentuk kebahasaannya yang relatif lebih panjang.

Misalnya, untuk mengungkapkan perintah supaya orang menutup pintu dapat digunakan pilihan-pilihan bentuk. Berikut contohnya.

  • Tutup!
  • Tutup pintu itu!
  • Tolong tutup pintu itu!
  • Bisakah Saudara menutup pintu itu?

Setiap tuturan dalam contoh-contoh di atas dapat disebut sebagai sebuah ikon dilihat dari siapa yang mengatakan dan dikatakan kepada siapa tuturan itu. Semakin kompleks bentuk kebahasaannya, semakin jauh jarak sosialnya.

Motivasi Pola Urutan

Sesuai namanya motivasi pola urutan referen adalah ikon yang menunjukkan urutan referen yang diacunya. Pola urutan referen ini menunjukkan pola pikir penuturnya. Ungkapan Veni, vidi, vici merupakan contoh motivasi pola urutan referen.

Motivasi pola urutan status informasi adalah ikon yang menunjukkan urutan informasi lama dan baru. Ada dua jenis motivasi pola urutan status informasi, yaitu dalam wacana dan dalam kalimat. Dalam wacana, informasi baru mendahului informasi lama, sedangkan dalam kalimat informasi lama mendahului informasi baru.

Alkisah di Kerajaan Majamanis ada seorang raja terkenal. Raja itu memerintah dengan sangat adil dan bijaksana. Dia pun menikah dengan putri yang sangat cantik.

Dalam wacana di atas, informasi baru yaitu adanya raja terkenal mendahului informasi tentang bentuk-bentuk yang merujuk ke raja terkenal, yaitu raja itu pada kalimat kedua dan dia pada kalimat ketiga. Namun, jika dilihat kalimat demi kalimat, informasi lama tentang si raja pada kalimat kedua dan ketiga mendahului informasi baru tentang sifatnya dan dengan siapa dia menikah.

Motivasi pola urutan urgensi informasi adalah ikon yang menunjukkan urutan pentingnya informasi. Semakin penting informasi, urutannya akan semakin di awal.

Contohnya:

  • Doni berhasil menangkap perampok.
  • Perampok itu akhirnya ditangkap oleh Doni.

Dua kalimat di atas memiliki informasi yang sama, tetapi menunjukkan pola urutan urgensi yang berbeda. Pada kalimat pertama, Doni menjadi informasi yang lebih penting maka disebutkan pada awal kalimat. Sementara itu, dalam kalimat kedua, Doni menjadi informasi yang kurang penting sehingga diletakkan di akhir kalimat.

Prinsip Keikonikan dalam Semiotika Peirce

Dari uraian-uraian sebelumnya, dapat dirangkum beberapa prinsip keikonikan bahasa.

Metaprinsip Ikonisitas dalam Semiotika Peirce

  • Sudah suatu hal yang umum bahwa pengalaman yang terlambangkan akan lebih mudah untuk disimpan, diingat kembali, dan dikomunikasikan, jika lambangnya betul-betul mirip dengan pengalamannya.

Prinsip Isomorfisme

  • Kondisi alamiah bahasa cenderung mempertahankan hubungan satu bentuk untuk satu makna dan satu makna untuk satu bentuk.
  • Semakin luas suatu informasi semakin luas pula lambang yang dipergunakan untuk mengungkapkannya.
  • Informasi yang kurang teramalkan cenderung diungkapkan dengan lambang yang lebih maujud.
  • Semakin penting suatu informasi semakin maujud pula lambang yang dipergunakan untuk mengungkapkannya.

Prinsip Motivasi Ekonomis

  • Jarak lingual di antara konstituen-konstituen dalam suatu konstruksi selaras dengan jarak konseptual yang diungkapkannya.
  • Operator fungsional akan ditempatkan pada posisi yang paling dekat secara temporal atau spasial pada tataran kode dengan satuan konseptual yang paling relevan.
  • Kemandirian lingual suatu konstituen dalam suatu konstruksi selaras dengan kemandirian konseptual tentang objek atau peristiwa yang diungkapkan.
  • Jarak sosial di antara pembicara dan mitra bicara berkaitan erat dengan panjang pesan, yaitu mencerminkan referensialnya.

Prinsip Motivasi Pola Urutan

  • Urutan unsur-unsur dalam bahasa selaras dengan yang dalam pengalaman fisik atau selaras dengan urutan pengetahuan.
  • Pola urutan di antara dua satuan sintaksis atau lebih ditentukan oleh urutan temporal hal yang direpresentasikan.
  • Dalam berbagai bahasa, jika peristiwa pertama secara temporal mendahului peristiwa kedua, bentuk lingual untuk peristiwa pertama mendahului bentuk lingual peristiwa kedua.
  • Urutan klausa dalam satuan wacana cenderung selaras dengan urutan temporal peristiwa yang digambarkan.
  • Informasi yang sukar diperoleh atau tak teramalkan cenderung diungkapkan oleh konstituen yang disebutkan pertama.
  • Informasi lama cenderung diungkapkan pada urutan pertama dan informasi baru diungkapkan pada urutan kemudian dalam tuturan.
  • Apa yang dipandang paling penting dalam pikiran pembicara cenderung diungkapkan pada konstituen awal.

Penutup

Uraian tentang ikon lingual membuktikan bahwa bahasa tidak hanya bersifat arbitrer, tetapi juga ikonis. Bahasa yang ikonis pada dasarnya lebih mudah dipahami daripada bahasa yang kurang ikonis. Bahasa yang ikonis terjadi ketika bahasa tersebut digunakan. Ketika bahasa digunakan, bahasa akan mengemban tujuan tertentu. Tujuan tersebutlah yang akan mengatur bagaimana bentuk bahasa yang efektif dan efisien supaya tujuan itu tercapai.

Penulis: Sony Christian Sudarsono | Editor: Benedikta Haryanti | Gambar:  Altervista

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *