Karya sastra dilahirkan melalui tahap-tahap sederhana. B. Rahmanto dalam kuliah Pengantar Ilmu Sastra di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma menjelaskan tahap-tahap kelahiran karya sastra tersebut sebagai berikut.
Untuk dapat melahirkan suatu karya sastra, pengarang memerlukan realitas atau kenyataan yang dilihat, dialami, dan didengar. Realitas tersebut dapat berwujud realitas sosial, realitas sejarah, dan realitas imajiner.
Realitas Sosial adalah kejadian nyata yang dialami oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, realitas sejarah adalah peristiwa-peristiwa masa lalu yang sudah dikisahkan dalam buku sejarah. Realitas imajiner adalah realitas yang dibayangkan dan yang diimajinasikan oleh pengarang.
Realitas yang dialami pengarang akan ditafsirkan sesuai dengan latar belakang, baik budaya, geografis, sosial, ekonomi, maupun agama. Dengan kata lain, realitas tersebut dinyatakan ulang sesuai dengan “ideologi” pengarang. Oleh karena itu, kenyataan yang ada sebenarnya yang digambarkan oleh pengarang dalam karya sastranya, tidak sama antara kenyataan senyatanya dan kenyataan di dalam cerita (wujud karya sastra yang dihasilkan).
Apabila karya sastra itu diterbitkan melalui penerbit tertentu, masih ada satu bagian lagi yang dapat mengubah isi sesuai dengan apa yang sedang diminati oleh masyarakat pembaca. Biasanya perubahan tersebut direkomendasikan oleh redaksi penerbit.
Simpulannya, kelahiran karya sastra bermula dari realitas. Realitas dalam objek pengarang tidak sama dengan cerita. Kenyataan sudah ditafsirkan sesuai dengan ideologi dan hal-hal yang membentuk si pengarang. Jika tidak diterbitkan sendiri, masih ada redaksi yang mungkin mengubah karya itu sesuai dengan selera redaksi atas nama selera pembaca. Karya yang ditulis pengarang disebut karya fiksi, bukan karya ilmiah.
Penulis: Sony Christian Sudarsono | Editor: Benedikta Haryanti | Gambar: Freepik