maksud dalam pragmatik

Bahasa bukan sekadar alat untuk menyampaikan informasi, tetapi juga sarana untuk mencapai berbagai tujuan sosial dan interaksi. Dalam setiap komunikasi, penutur tidak hanya mengungkapkan makna literal dari kata-kata yang digunakan, tetapi juga menyampaikan maksud yang ingin dicapai dalam interaksi tersebut. 

Maksud ini dapat berupa permintaan, perintah, ajakan, sindiran, hingga kritik. Oleh karena itu, memahami maksud dalam komunikasi menjadi aspek penting dalam kajian pragmatik, karena bahasa yang sama dapat memiliki maksud yang berbeda tergantung pada konteks penggunaannya.

Sebagai contoh, ungkapan “Kamu pintar sekali!” dapat memiliki maksud pujian jika diucapkan dalam konteks penghargaan terhadap seseorang yang berhasil menyelesaikan ujian dengan baik. 

Namun, dalam konteks lain, ungkapan yang sama bisa bermaksud sindiran jika disampaikan dengan nada tertentu kepada seseorang yang baru saja melakukan kesalahan. 

Ini menunjukkan bahwa maksud tidak hanya bergantung pada bentuk linguistik, tetapi juga pada konteks dan interpretasi mitra tutur.

Dalam kajian pragmatik, maksud dalam komunikasi dapat dikategorikan ke dalam beberapa aspek, antara lain sebagai berikut.

  1. Hakikat maksud, yang menjelaskan bagaimana maksud menjadi bagian penting dari tuturan dalam interaksi sosial.
  2. Maksud sebagai tujuan tutur, yaitu bagaimana maksud menjadi niat atau tujuan yang ingin dicapai oleh penutur.
  3. Maksud sebagai tindakan, yang berkaitan dengan konsep tindak tutur, di mana berbahasa tidak hanya mengandung informasi tetapi juga melakukan suatu tindakan.
  4. Maksud sebagai makna tersembunyi, yang berkaitan dengan implikatur atau makna yang tidak selalu dinyatakan secara eksplisit dalam tuturan.
  5. Maksud utama dan maksud antara dalam wacana, yang menguraikan bagaimana maksud disusun dalam teks atau interaksi yang lebih kompleks, seperti dalam pidato, ceramah, atau artikel.

Artikel ini akan membahas lebih dalam bagaimana maksud dalam komunikasi bekerja dalam berbagai konteks, serta bagaimana pemahaman terhadap maksud dapat membantu kita dalam menganalisis penggunaan bahasa dalam interaksi sehari-hari maupun dalam wacana yang lebih kompleks. 

Dengan memahami teori maksud dalam kajian pragmatik, kita dapat lebih peka dalam menafsirkan pesan yang disampaikan dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi secara efektif.

1. Tubuh, Jiwa, dan Roh dalam Bahasa: Bentuk, Makna, dan Maksud

Bahasa, dalam berbagai bentuknya, tidak sekadar merupakan alat komunikasi yang terdiri dari kata-kata dan kalimat. Bahasa memiliki lapisan makna yang lebih dalam, sebagaimana manusia yang terdiri dari tubuh, jiwa, dan roh. 

Baryadi (2012) mengembangkan sebuah analogi menarik yang menggambarkan hubungan antara bentuk, makna, dan maksud dalam bahasa dengan dimensi yang ada dalam diri manusia.

Dalam analogi ini, bentuk kebahasaan diibaratkan sebagai badan, yaitu sesuatu yang dapat diamati secara fisik. 

Bentuk ini tampak dalam susunan kata, frasa, dan kalimat yang secara indrawi bisa dikenali dan diidentifikasi. 

Sama seperti tubuh manusia yang menjadi wadah bagi jiwa dan roh, bentuk kebahasaan menjadi wadah bagi makna dan maksud yang dikandungnya.

Sementara itu, makna berperan sebagai jiwa, yang memberikan esensi bagi bentuk kebahasaan. Makna membuat suatu kata atau kalimat dapat dipahami oleh mitra tutur, memberi struktur yang lebih dalam pada bahasa, dan memastikan bahwa bunyi atau simbol yang digunakan memiliki keterkaitan dengan dunia nyata. 

Tanpa makna, bahasa hanya akan menjadi kumpulan bunyi atau goresan tulisan yang tidak dapat dimengerti.

Namun, makna saja tidak cukup untuk membuat bahasa hidup dalam komunikasi manusia. Di sinilah maksud berperan sebagai roh yang menghidupkan bahasa. 

Maksud adalah elemen yang memberi kekuatan pada bahasa, memungkinkan seseorang untuk tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga memengaruhi, mengajak, menyindir, atau bahkan mengkritik. 

Maksud membuat bahasa menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar alat penyampai informasi, tetapi juga alat interaksi sosial yang penuh dinamika.

Sebagai contoh, bayangkan seseorang mengucapkan kalimat “Saya tidak tahu.” Meskipun secara makna kalimat ini tampak sederhana—menyatakan ketidaktahuan penutur—maksud yang terkandung di dalamnya bisa berbeda tergantung pada cara pengucapan dan konteksnya.

  • Jika diucapkan dengan nada datar, kemungkinan besar penutur memang benar-benar tidak mengetahui jawaban atas pertanyaan yang diajukan.
  • Jika diucapkan dengan nada ragu, bisa jadi ada maksud tersirat bahwa sebenarnya penutur tahu, tetapi enggan atau takut untuk menjawab.
  • Jika diucapkan dengan nada sarkastik, kalimat ini bisa menjadi ekspresi kejengkelan atau sindiran, seolah-olah penutur ingin mengatakan bahwa pertanyaan yang diajukan terlalu sulit atau tidak masuk akal.

Dari contoh ini, kita dapat melihat bagaimana maksud berperan dalam menentukan bagaimana sebuah tuturan dipahami dalam kehidupan nyata. 

Maksud bukanlah sesuatu yang bisa ditangkap hanya dari bentuk bahasa atau maknanya saja, tetapi juga harus dipahami dalam konteks komunikasi yang lebih luas. 

Dengan demikian, bahasa bukan sekadar kumpulan kata dan aturan tata bahasa, tetapi merupakan entitas hidup yang berfungsi dalam dinamika sosial manusia.

2. Hakikat Maksud dalam Kajian Pragmatik

Dalam kajian pragmatik, maksud atau intensi merujuk pada tujuan atau niat yang ingin dicapai oleh penutur dalam menggunakan bahasa. 

Maksud dalam komunikasi bukan sekadar penyampaian informasi, tetapi juga melibatkan aspek sosial dan interaksi. 

2.1 Maksud Berorientasi pada Tujuan

Seorang penutur tidak hanya berbicara untuk memberi tahu sesuatu kepada mitra tutur, tetapi juga memiliki tujuan tertentu, seperti memengaruhi perilaku, mengekspresikan emosi, menyampaikan sindiran, memperkuat hubungan sosial, atau bahkan menghindari konflik.

Sebagai contoh, seseorang yang berkata “Udara hari ini panas, ya?” mungkin tidak hanya bermaksud mengomentari cuaca, tetapi juga bisa memiliki maksud lain, seperti mengisyaratkan agar seseorang menyalakan kipas angin atau membuka jendela.

Dalam komunikasi, maksud selalu menjadi bagian dari tuturan. Setiap ujaran yang dihasilkan memiliki tujuan komunikatif yang ingin dicapai oleh penutur. Seorang penutur dapat berbicara dengan berbagai tujuan, misalnya:

  • Memberikan informasi: “Hari ini adalah tanggal 21 Februari.”
  • Memberi perintah: “Tolong ambilkan bukuku di meja.”
  • Mengekspresikan emosi: “Aku sangat kecewa dengan sikapmu.”
  • Memohon sesuatu: “Bisakah kamu membantu aku menyelesaikan tugas ini?”
  • Menyindir: “Wah, rajin sekali kamu datang tepat waktu hari ini!”

Dari contoh-contoh di atas, terlihat bahwa maksud tidak selalu bersifat eksplisit. Terkadang, maksud tersembunyi di balik tuturan dan hanya dapat dipahami melalui interpretasi yang mempertimbangkan konteks sosial dan situasi tuturan.

2.2 Maksud Peka terhadap Konteks

Maksud dalam tuturan sangat bergantung pada konteks dan konvensi sosial yang berlaku dalam masyarakat, seperti:

  • Siapa yang berbicara dengan siapa?
  • Apa hubungan antara penutur dan mitra tutur?
  • Dalam situasi apa komunikasi itu terjadi?
  • Apa latar belakang percakapan yang sedang berlangsung?
  • Apakah ada elemen nonverbal yang memperjelas maksud?
  • Bagaimana intonasi dan ekspresi wajah penutur saat berbicara?

Misalnya, dalam situasi formal seperti rapat kerja, seorang karyawan yang berkata, “Mungkin kita bisa mempertimbangkan opsi lain”, bisa bermaksud menyampaikan kritik terhadap ide yang sedang dibahas tanpa mengatakannya secara langsung. 

Namun, dalam situasi santai dengan teman, seseorang mungkin lebih langsung mengatakan, “Idemu kurang masuk akal, kita coba yang lain saja.”

Contoh lain, bandingkan dua tuturan berikut.

  • Dengan teman: “Bro, bisa pinjem duit nggak? Lagi bokek, nih.”
  • Dengan atasan: “Pak, apakah saya boleh meminjam sejumlah uang? Saya sedang mengalami kesulitan keuangan.”

Dalam situasi informal, bahasa yang digunakan cenderung lebih santai dan tidak terlalu mengikuti kaidah kesopanan. Sebaliknya, dalam situasi formal, terdapat penggunaan bahasa yang lebih sopan, dengan struktur yang lebih kompleks.

2.3 Pentingnya Memahami Maksud

Pemahaman tentang maksud dalam kajian pragmatik sangat penting untuk menafsirkan dan menggunakan bahasa dengan tepat sesuai dengan konteksnya. 

Maksud dalam komunikasi tidak hanya bersifat eksplisit, tetapi sering kali juga tersembunyi dan bergantung pada situasi serta konvensi sosial yang berlaku.

Dengan memahami bagaimana maksud bekerja dalam interaksi sosial, kita dapat

  • menghindari kesalahpahaman dalam komunikasi; 
  • menafsirkan maksud tersembunyi dalam percakapan;
  • menggunakan bahasa dengan lebih efektif sesuai konteks sosial.

Kajian tentang maksud dalam pragmatik menjadi kunci dalam memahami dinamika komunikasi manusia, baik dalam percakapan sehari-hari maupun dalam wacana yang lebih kompleks.

3. Makna, Informasi, dan Maksud

Dalam linguistik, bahasa tidak hanya dipahami sebagai rangkaian bunyi atau tulisan, tetapi juga sebagai sistem yang memiliki struktur dan makna. 

Bahasa memiliki dimensi bentuk dan dimensi makna. Dimensi bentuk merujuk pada aspek fisik bahasa seperti bunyi, kata, dan kalimat. Sementara itu, makna merujuk pada konsep atau pesan yang terkandung dalam tuturan. 

Namun, dalam pragmatik, makna saja tidak cukup untuk memahami komunikasi secara menyeluruh. Selain makna, terdapat informasi dan maksud, yang masing-masing memiliki peran penting dalam interaksi bahasa.

3.1 Dimensi Bahasa: Bentuk, Makna, dan Maksud

Dalam setiap tuturan, bahasa tidak hanya terdiri dari rangkaian kata yang membentuk kalimat, tetapi juga memiliki struktur yang lebih dalam yang mencakup tiga dimensi utama: bentuk, makna, dan maksud.

Bentuk adalah aspek kebahasaan yang dapat diamati secara langsung, berupa susunan kata, frasa, atau kalimat yang digunakan dalam komunikasi. 

Bentuk ini menjadi dasar dari bagaimana suatu pesan disampaikan dalam struktur bahasa tertentu. 

Makna, di sisi lain, adalah hubungan antara bentuk kebahasaan dan realitas yang dirujuknya. Makna memberi arti pada kata-kata yang diucapkan sehingga dapat dipahami oleh mitra tutur. 

Namun, di luar itu, ada maksud, yaitu tujuan atau niat yang ingin dicapai oleh penutur melalui tuturan tersebut. 

Maksud inilah yang sering kali tidak langsung tampak dari struktur kalimat, tetapi harus ditafsirkan berdasarkan konteks komunikasi.

Sebagai ilustrasi, perhatikan dua kalimat berikut:

  • Budi menendang bola.
  • Bola ditendang Budi.

Meskipun kedua kalimat ini mengandung informasi yang sama—yaitu ada seorang pelaku (Budi), ada suatu tindakan (menendang), dan ada objek yang dikenai tindakan (bola)—struktur dan fokusnya berbeda.

Kalimat pertama menggunakan bentuk kalimat yang memiliki makna aktif, yang menempatkan Budi sebagai subjek utama, sehingga lebih menonjolkan siapa yang melakukan tindakan. 

Sebaliknya, kalimat kedua menggunakan bentuk kalimat yang bermakna pasif, yang menempatkan bola sebagai fokus utama, sehingga lebih menekankan pada objek yang menerima tindakan.

Perbedaan ini bukan sekadar perbedaan sintaksis, tetapi juga menunjukkan bagaimana seorang penutur dapat memilih struktur tertentu untuk menyesuaikan maksud yang ingin dicapai. 

Dalam situasi tertentu, seorang penutur mungkin ingin menonjolkan pelaku tindakan, misalnya saat menjawab pertanyaan “Siapa yang menendang bola?”. 

Namun, dalam konteks lain, penutur mungkin lebih ingin menyoroti apa yang terjadi pada bola, seperti ketika menjawab pertanyaan “Apa yang terjadi dengan bola itu?”.

Dengan demikian, perbedaan antara bentuk, makna, dan maksud tidak bisa diabaikan dalam komunikasi. 

Bahasa bukan hanya sekadar kumpulan kata yang tersusun rapi, tetapi juga memiliki lapisan makna yang harus dipahami dalam konteks penggunaannya.

3.2 Perbedaan antara Makna, Informasi, dan Maksud dalam Tuturan

Dalam setiap komunikasi, bahasa tidak hanya mengandung makna, tetapi juga membawa informasi dan maksud tertentu yang ingin disampaikan oleh penutur. 

Ketiga elemen ini—makna, informasi, dan maksud—sering kali saling berkaitan, tetapi memiliki perbedaan yang mendasar dalam cara mereka berfungsi dalam tuturan.

Makna merupakan hubungan antara bentuk bahasa dengan referennya di dunia nyata. Makna adalah aspek mendasar yang membuat suatu kata atau kalimat dapat dimengerti secara umum. 

Misalnya, kata kursi memiliki makna sebagai ‘perabot yang digunakan untuk duduk’, dan makna ini bersifat tetap tanpa bergantung pada konteks tertentu.

Sementara itu, informasi adalah keseluruhan pesan yang terkandung dalam suatu tuturan. Jika seseorang mengatakan, “Kursi itu ada di sudut ruangan,” informasi yang diberikan bukan hanya tentang keberadaan sebuah kursi, tetapi juga tentang letaknya di dalam ruangan. 

Informasi tidak hanya mencakup makna kata-kata yang digunakan, tetapi juga bagaimana kata-kata tersebut dirangkai untuk menyampaikan suatu pesan yang lebih luas.

Di sisi lain, maksud adalah sesuatu yang lebih dinamis dan subjektif. Maksud tidak hanya berkaitan dengan isi tuturan, tetapi juga dengan niat dan tujuan yang ingin dicapai oleh penutur dalam situasi komunikasi tertentu. 

Sebagai contoh, jika seseorang berkata, “Kursi ini masih kosong,” maknanya secara literal adalah bahwa kursi tersebut belum diduduki oleh siapa pun. 

Namun, maksudnya bisa berbeda tergantung pada konteksnya. Jika kalimat ini diucapkan kepada seseorang yang sedang mencari tempat duduk, maksudnya adalah memberikan tawaran agar orang tersebut bisa duduk di sana.

Dengan demikian, perbedaan utama antara ketiga aspek ini terletak pada cakupan dan fungsinya dalam komunikasi. 

Makna adalah sesuatu yang melekat pada kata atau frasa itu sendiri, sementara informasi merupakan keseluruhan pesan yang disampaikan dalam suatu tuturan. 

Maksud, di sisi lain, lebih bergantung pada konteks dan interpretasi mitra tutur, sehingga dapat bervariasi meskipun bentuk tuturan yang digunakan sama. 

Inilah yang membuat komunikasi menjadi lebih kompleks dan menarik, karena sering kali apa yang dikatakan secara eksplisit bukanlah satu-satunya hal yang ingin disampaikan oleh penutur.

4. Maksud sebagai Tujuan Tutur

Maksud merupakan elemen yang sangat penting dalam kajian pragmatik, khususnya dalam analisis tujuan tutur. 

Dalam komunikasi verbal, penutur selalu memiliki tujuan atau niat tertentu yang ingin dicapai melalui tuturan yang disampaikan. 

Tujuan ini dikenal dalam pragmatik sebagai tujuan tutur (goal of utterance). Menurut Leech (1984), tujuan tutur adalah tujuan yang ingin dicapai oleh penutur ketika berkomunikasi. 

Definisi ini sejalan dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mengartikan maksud sebagai ‘yang dikehendaki atau tujuan’. 

Dengan kata lain, ketika seseorang berbicara, ia memiliki kehendak atau maksud yang ingin disampaikan kepada mitra tutur. 

Menurut Baryadi (2012: 17), maksud atau tujuan tutur tidak hanya muncul begitu saja dalam komunikasi, tetapi melalui proses yang melibatkan penyandian (encoding) oleh penutur dan pemahaman (decoding) oleh mitra tutur.

Maksud dari penutur dikodekan atau disandikan dalam bentuk ujaran dan disampaikan melalui bahasa, yang kemudian ditafsirkan oleh mitra tutur sesuai dengan konteksnya.

Dengan demikian, maksud atau tujuan tutur ini merupakan inti dari proses komunikasi itu sendiri. Dalam proses ini, maksud penutur dikodekan menjadi tuturan dalam bentuk kata atau kalimat, yang kemudian disampaikan kepada mitra tutur. 

Tugas mitra tutur adalah untuk mendekodekan tuturan tersebut dan memahami tujuan atau niat yang ingin dicapai oleh penutur.

Dalam perspektif pragmatik, maksud atau tujuan tutur ini mengawali, mengendalikan, dan mengakhiri suatu kegiatan berbahasa atau berwacana. 

Artinya, setiap tuturan dimulai dengan niat atau tujuan tertentu yang kemudian diwujudkan dalam bentuk bahasa yang dapat dimengerti oleh mitra tutur, yang pada akhirnya menciptakan interaksi yang lebih bermakna dan sesuai dengan tujuan komunikasi tersebut (Subagyo, 2012: 83).

Sebagai contoh, bayangkan situasi seseorang ingin meminta maaf atas sebuah kesalahan. Penutur yang ingin mengungkapkan permintaan maaf mungkin akan memilih kata-kata seperti “Aku minta maaf”. 

Tuturan ini disandikan dalam bentuk bahasa yang jelas dan langsung menunjukkan tujuan penutur, yaitu untuk meminta maaf. 

Mitra tutur yang mendengarnya, dalam hal ini orang yang merasa disakiti, kemudian akan mendekodekan pesan tersebut dan memahami bahwa penutur sedang berusaha untuk menyelesaikan masalah atau meredakan ketegangan yang terjadi.

Namun, tujuan tutur tidak selalu disampaikan secara langsung atau eksplisit. Kadang-kadang, penutur mungkin menggunakan tuturan yang lebih halus atau bahkan tersirat. 

Misalnya, bayangkan bahwa Chico merasa terganggu karena Doni sering mendekati Eni, pacar Chico. Chico pun ingin memastikan bahwa Doni berhenti melakukan hal tersebut. Untuk mencapai tujuan ini, Chico menyampaikan tuturan berikut kepada Doni

“Sekali lagi kaudekati Eni, pacarku, habislah kau!”

Pada tataran bentuk, kalimat ini secara literal menyatakan bahwa jika Doni masih mendekati Eni, akan ada konsekuensi yang harus ditanggung oleh Doni. 

Namun, di balik tuturan ini terdapat tujuan, yaitu membuat Doni agar menghentikan perilakunya.

Ketika Doni mendengar kalimat tersebut, ia akan menghubungkannya dengan konteks situasi yang sedang berlangsung—bahwa Chico sedang merasa cemburu atau marah. 

Dengan demikian, Doni akan memahami bahwa maksud dari tuturan tersebut adalah meminta dirinya agar tidak lagi mendekati Eni.

5. Maksud sebagai Tindakan

Dalam pragmatik, maksud tidak hanya dipahami sebagai niat atau tujuan penutur, tetapi juga sebagai tindakan yang dilakukan melalui bahasa. 

Ketika seseorang berbicara, ia tidak sekadar menyampaikan informasi, tetapi juga melakukan suatu tindakan. 

Konsep ini disebut sebagai tindak tutur, yang pertama kali diperkenalkan oleh Austin dan Searle.

Menurut Austin (1962), setiap tuturan memiliki tiga dimensi utama, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi.

Ketika seseorang berbicara, ia pertama-tama melakukan tindak lokusi, yaitu menghasilkan ujaran dengan struktur kebahasaan tertentu. 

Tindak lokusi ini mencakup aspek fonetik (cara suara dihasilkan), sintaksis (susunan kata), dan semantik (makna literal ujaran). 

Misalnya, ketika seseorang mengatakan, “Saya janji akan datang besok,” ia telah membentuk sebuah tuturan yang secara linguistik benar dan dapat dipahami.

Namun, tuturan ini tidak hanya berhenti pada makna harfiahnya. Di balik kata-kata tersebut, terdapat tindak ilokusi, yaitu tindakan yang dilakukan melalui tuturan itu sendiri. 

Dalam contoh “Saya janji akan datang besok,” penutur tidak hanya menyampaikan informasi bahwa ia akan datang besok, tetapi juga sedang melakukan sebuah janji. 

Ini berarti bahwa tuturan tersebut memiliki fungsi tertentu dalam interaksi sosial, yaitu mengikat penutur pada suatu komitmen untuk menepati ucapannya.

Lebih jauh, setiap tuturan juga memiliki tindak perlokusi, yaitu dampak atau efek yang ditimbulkan terhadap mitra tutur. 

Dalam kasus ini, jika mitra tutur mempercayai janji tersebut, ia mungkin merasa tenang dan yakin bahwa penutur benar-benar akan datang besok. 

Sebaliknya, jika mitra tutur pernah mengalami pengalaman diingkari janji oleh penutur sebelumnya, mungkin ia akan meragukan kesungguhan dari janji tersebut.

Dengan demikian, sebuah tuturan tidak hanya sekadar menyusun kata-kata dan menyampaikan makna, tetapi juga melakukan tindakan dan menciptakan efek tertentu dalam komunikasi. 

Hal ini menunjukkan bahwa bahasa bukan hanya alat untuk menyampaikan informasi, tetapi juga sarana untuk membangun interaksi sosial, menciptakan pengaruh, dan menggerakkan tindakan dalam kehidupan sehari-hari.

Bayangkan, kamar Anda sedang berantakan, lalu teman Anda datang dan berkata, “Kamarmu rapi sekali.”

Mungkin Anda akan bertanya kepadanya, “Apa maksudmu?”

Tentu saja Anda mungkin bisa memahami bahwa teman Anda baru saja melakukan tindakan menyindir. 

6. Maksud sebagai Makna Tersembunyi

Selain sebagai tindakan, maksud juga dapat berupa makna tersembunyi yang tidak dinyatakan secara langsung dalam tuturan. 

Dalam pragmatik, fenomena ini dikenal sebagai implikatur (Grice, 1975), yang berarti makna tambahan yang dapat dipahami dari konteks, meskipun tidak diekspresikan secara eksplisit.

Implikatur terjadi ketika suatu tuturan memiliki arti di balik makna literalnya. Misalnya, dalam percakapan berikut:

  • Fifi: “Jam berapa sekarang?”
  • Gani: “Tukang sayur sudah lewat?”

Dalam konteks ini, jawaban “Tukang sayur sudah lewat?” bukanlah jawaban langsung terhadap pertanyaan “Jam berapa sekarang?”, tetapi menyiratkan bahwa waktu sudah melewati jam tertentu (misalnya, pukul 8 pagi, jika tukang sayur biasanya lewat pada waktu itu).

Contoh lain dari makna tersembunyi adalah ketika seseorang mengatakan:

  • Guru: “Tugasmu rapi sekali!”
  • Siswa: (tersenyum, tapi sadar bahwa tugasnya sebenarnya tidak rapi).

Jika diketahui bahwa guru tersebut sedang berbicara dengan nada sarkastik, kata rapi dalam tuturan tersebut sebenarnya mengandung makna ‘tidak rapi’.

Selain implikatur, makna tersembunyi juga dapat muncul dalam bentuk presuposisi, yaitu asumsi yang sudah ada sebelum sebuah tuturan diucapkan. Contoh:

  • “Saya menyesal tidak menghadiri seminar itu kemarin.”
    • Kalimat ini mengandung presuposisi bahwa seminar tersebut benar-benar terjadi.

Dalam komunikasi sehari-hari, tidak semua pesan disampaikan secara eksplisit. Sering kali, makna yang ingin dikomunikasikan tersembunyi di balik kata-kata yang diucapkan, dan pemahaman terhadap maksud tersembunyi menjadi keterampilan yang sangat penting. 

Dengan memahami maksud yang tidak selalu tersurat dalam tuturan, mitra tutur dapat menangkap pesan yang sebenarnya ingin disampaikan oleh penutur, meskipun tidak diungkapkan secara langsung.

Kemampuan ini juga membuat komunikasi menjadi lebih efisien dan penuh nuansa. Daripada harus menjelaskan segala sesuatu secara panjang lebar, penutur bisa menggunakan implikasi atau petunjuk tersirat yang dapat langsung dipahami oleh mitra tutur. 

Hal ini sangat berguna dalam percakapan yang bersifat informal, ketika orang sering kali mengandalkan pemahaman bersama untuk menghindari kejelasan yang berlebihan atau kesan terlalu blak-blakan.

Selain itu, pemahaman terhadap maksud tersembunyi memungkinkan seseorang untuk mengapresiasi dan menggunakan berbagai strategi bahasa seperti sarkasme, sindiran, atau humor. 

Misalnya, ketika seseorang berkata, “Wah, tulisanmu bagus banget, sampai nggak ada yang bisa dibaca!” mitra tutur yang memahami konteks akan menyadari bahwa ini bukanlah pujian, melainkan bentuk sarkasme yang mengkritik kerapian tulisan yang justru sulit dibaca. 

Tanpa kemampuan menangkap maksud tersembunyi, komunikasi semacam ini bisa dengan mudah menimbulkan kesalahpahaman.

Oleh karena itu, memahami maksud tersembunyi bukan hanya membuat komunikasi menjadi lebih kaya dan bermakna, tetapi juga membantu dalam membangun interaksi yang lebih efektif, menghindari kesalahpahaman, dan menambah kedalaman dalam percakapan.

Dengan memahami bagaimana maksud dapat tersembunyi di balik tuturan, kita menjadi lebih peka terhadap konteks komunikasi dan dapat merespons dengan lebih tepat dalam berbagai situasi.

7. Maksud Utama dan Maksud Antara dalam Wacana

Dalam komunikasi sehari-hari, kita sering menjumpai berbagai jenis wacana, mulai dari percakapan singkat hingga teks yang panjang dan kompleks seperti pidato, ceramah, atau artikel ilmiah. 

Untuk memahami maksud dari suatu wacana, kita perlu membedakan antara maksud utama dan maksud antara. 

Kedua konsep ini berperan penting dalam analisis pragmatik karena membantu kita mengurai bagaimana informasi disusun dan bagaimana tujuan komunikasi disampaikan secara bertahap.

7.1 Perbedaan antara Wacana Sederhana dan Wacana Kompleks

Wacana sederhana biasanya bersifat langsung dan memiliki satu tujuan utama yang dapat segera dipahami oleh mitra tutur. Contoh wacana sederhana adalah kalimat imperatif seperti:

  • “Tolong matikan lampu!” (maksudnya adalah meminta seseorang mematikan lampu).
  • “Jangan lupa mengirim email itu sebelum jam lima.” (maksudnya adalah memberikan perintah atau pengingat).

Sebaliknya, wacana kompleks sering kali terdiri dari berbagai gagasan yang saling berkaitan dan tidak selalu bisa dipahami secara instan. 

Contoh wacana kompleks adalah pidato politik, ceramah keagamaan, atau artikel di media massa. 

Dalam wacana kompleks, informasi tidak disampaikan dalam satu pernyataan tunggal, melainkan disusun dalam beberapa bagian yang membangun dan memperkuat maksud utama.

7.2 Konsep Maksud Utama dalam Wacana Kompleks

Maksud utama dalam sebuah wacana adalah pesan inti yang ingin disampaikan oleh penutur atau penulis. 

Maksud utama ini sering kali tidak disampaikan secara eksplisit dalam satu kalimat, melainkan dikembangkan melalui berbagai argumen, bukti, dan ilustrasi yang tersebar di dalam wacana.

Contohnya, dalam sebuah pidato politik, maksud utama seorang calon presiden bisa berupa “meyakinkan rakyat untuk memilihnya dalam pemilu”. 

Namun, maksud ini tidak serta-merta disampaikan dalam satu kalimat, melainkan dikemas dalam berbagai bagian, seperti:

  1. menguraikan visi dan misi;
  2. memberikan kritik terhadap kebijakan sebelumnya;
  3. menawarkan solusi yang lebih baik; dan
  4. menyampaikan ajakan untuk memilihnya.

Keempat bagian di atas merupakan langkah-langkah yang membantu membangun maksud utama secara bertahap.

7.3 Maksud Antara sebagai Bagian dari Maksud Utama

Dalam wacana kompleks, terdapat maksud antara yang berfungsi sebagai jembatan untuk mencapai maksud utama. 

Maksud antara adalah sub-pesan yang mendukung maksud utama dan biasanya hadir dalam bentuk argumentasi, ilustrasi, atau narasi pendukung.

Sebagai contoh, dalam sebuah ceramah keagamaan yang bertujuan untuk mengajak umat lebih rajin beribadah, penceramah mungkin akan membangun wacananya melalui maksud-maksud antara berikut:

  1. menjelaskan pentingnya ibadah dalam kehidupan manusia;
  2. memberikan contoh dari kitab suci atau pengalaman nyata;
  3. menunjukkan dampak positif dari ibadah terhadap kehidupan sosial dan spiritual; dan
  4. menganjurkan strategi untuk meningkatkan kedisiplinan dalam beribadah.

Masing-masing bagian ini merupakan maksud antara yang pada akhirnya mendukung maksud utama, yaitu meningkatkan motivasi pendengar untuk beribadah lebih rajin.

Maksud utama dan maksud antara merupakan konsep penting dalam pragmatik yang membantu kita memahami struktur wacana yang lebih kompleks. 

Dalam wacana sederhana, maksud utama dapat dipahami secara langsung. Namun, dalam wacana yang lebih kompleks seperti pidato, ceramah, atau artikel media, maksud utama dikembangkan secara bertahap melalui maksud-maksud antara.

Dengan memahami bagaimana maksud utama dan maksud antara bekerja dalam suatu wacana, kita dapat lebih baik dalam menafsirkan pesan yang disampaikan oleh penutur atau penulis. 

Hal ini juga membantu dalam membangun komunikasi yang lebih efektif, baik dalam percakapan sehari-hari maupun dalam komunikasi yang lebih formal dan akademik.

7.4 Contoh Analisis

Perhatikan teks berikut.

Mengawal Danantara 

BPI Danantara resmi diluncurkan Presiden Prabowo Subianto pada 24 Februari 2025. ”Superholding” BUMN ini disikapi skeptis dan antusias secara bersamaan. 

Polemik terus bergulir sampai saat ini. Adanya kecurigaan, berbagai spekulasi, dan riak penolakan terhadap kehadirannya dari sementara pihak menunjukkan bahwa belum semua  kita dalam satu pemahaman. Kurangnya sosialisasi hanya  salah satu penyebabnya.  Penarikan dana oleh nasabah dari sejumlah bank yang akan dikonsolidasi ke dalam Danantara, dan sempat goyahnya indeks saham, menunjukkan kegamangan itu.

Hal lainnya,  selain dari   penggabungan tujuh BUMN dan Indonesia Investment Authority (INA), dana investasi Danantara juga akan berasal dari pemangkasan anggaran kementerian dan  lembaga (K/L), serta  pemerintah daerah.

Pemangkasan anggaran yang terkesan serampangan membuat  sejumlah K/L merasa dikorbankan, sulit menjalankan program dan misi lembaganya. Bahkan, sektor pendidikan yang sangat vital ikut jadi korban. Parahnya lagi, pemangkasan anggaran atas nama efisiensi ini telah memicu PHK massal di banyak sektor dan  bisa berdampak ke  pertumbuhan ekonomi.

Sebagian lain mempertanyakan munculnya sejumlah nama di jajaran struktur pengurus, yang diasosiasikan dengan kepentingan politik tertentu, mengingat mereka mantan tim kampanye Prabowo.  Belum lagi nama-nama  para mantan penguasa  yang memunculkan kekhawatiran Danantara tak akan bebas dari konflik kepentingan dan potensi intervensi politik.  

Semua kekhawatiran itu bisa dipahami sebagai bentuk kepedulian masyarakat. Semua ini menegaskan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan keterbukaan sejak awal. Ini penting mengingat skala dana kelolaan awal Danantara  yang mencapai 900 miliar dollar AS. Angka yang  menjadikannya salah satu sovereign wealth fund (SWF)  terbesar dunia.

Ada kekhawatiran, jika tak hati-hati, Danantara bisa mengulang kasus   1Malaysia Development Berhad (1MDB)   dengan megaskandal korupsi dan keuangan terbesar abad ini—mencapai miliaran dollar AS, melibatkan   tokoh politik terkemuka dan aktor elite internasional. Alih-alih jadi mesin  pertumbuhan, ia justru jadi kendaraan  merampok kekayaan negara.

Apa yang terjadi di sana sangat mungkin  terjadi di sini.  Publik di Tanah Air masih trauma dengan megaskandal beruntun belakangan ini, yang skalanya tak lagi miliaran atau ratusan miliar, tetapi triliunan, bahkan ribuan triliun rupiah.

Tak sedikit di antaranya melibatkan  BUMN. Masih menjadi pertanyaan, sejauh mana konsolidasi BUMN-BUMN  ke dalam Danantara akan memperbaiki  tata kelola  BUMN tersebut.

Kekhawatiran  Danantara bisa menjadi ladang korupsi baru juga dikaitkan dengan UU BUMN yang membuat  Danantara  tidak menjadi obyek  pemeriksaan BPK, tetapi oleh akuntan publik. Sejauh mana audit itu akan kredibel, obyektif, dan transparan? Sementara,  di dalamnya ada dana APBN.

Sukses Danantara bukan hanya tergantung strategi pengelolaan portofolio dan investasi, profesionalisme dan integritas pengurusnya, melainkan juga  mekanisme pengawasan yang kuat.

Semua pihak perlu ikut mengawal agar Danantara bisa mencapai  tujuan dari  didirikannya dan keberadaannya  mampu memberikan manfaat jangka panjang terbesar bagi rakyat, bangsa, dan negara ini.

Sumber: https://www.kompas.id/artikel/mengawal-danantara 

Hasil analisis maksud utama dan maksud antara dalam teks tajuk rencana “Mengawal Danantara” adalah sebagai berikut.

Tajuk rencana ini dibangun dengan maksud utama untuk mendorong transparansi dan pengawasan ketat terhadap BPI Danantara agar tidak menjadi sumber masalah ekonomi dan korupsi di masa depan. 

Artikel ini menggarisbawahi bahwa keberadaan Danantara, meskipun memiliki potensi besar sebagai sovereign wealth fund (SWF) terbesar dunia, tetap perlu diawasi secara ketat agar tidak mengalami penyimpangan seperti skandal keuangan besar yang terjadi di negara lain, seperti kasus 1MDB di Malaysia. 

Tajuk rencana ini menegaskan bahwa publik harus aktif mengawal dan mengawasi kebijakan Danantara, karena pengelolaannya melibatkan dana dalam jumlah sangat besar serta berdampak langsung pada ekonomi nasional.

Dengan analisis ini, tampak bahwa tajuk rencana ini bukan hanya memberi informasi, tetapi juga menjadi panggilan bagi publik untuk aktif mengawasi kebijakan ekonomi negara. 

Untuk mendukung maksud utama tersebut, tajuk rencana ini memaparkan berbagai maksud antara, yaitu sebagai berikut.

a. Menyoroti skeptisisme publik terhadap Danantara.

Meskipun BPI Danantara baru diluncurkan, respons publik terhadap keberadaannya terbagi menjadi dua: skeptis dan antusias. Ada pihak yang melihatnya sebagai peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi ada pula yang meragukan transparansinya dan mencurigai adanya kepentingan politik tertentu.

Kutipan yang menunjukkan skeptisisme publik terhadap Danantara:

“Superholding BUMN ini disikapi skeptis dan antusias secara bersamaan.”

Selain itu, kurangnya sosialisasi turut memperkuat kecurigaan publik, seperti yang diungkapkan dalam kutipan berikut:

“Polemik terus bergulir sampai saat ini. Adanya kecurigaan, berbagai spekulasi, dan riak penolakan terhadap kehadirannya dari sementara pihak menunjukkan bahwa belum semua kita dalam satu pemahaman. Kurangnya sosialisasi hanya salah satu penyebabnya.”

b. Mengkritisi sumber dana dan dampaknya terhadap masyarakat.

Tajuk rencana ini menyoroti sumber dana Danantara yang berasal dari penggabungan tujuh BUMN dan Indonesia Investment Authority (INA), serta pemangkasan anggaran kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.

Ada kekhawatiran bahwa pemangkasan anggaran ini akan mengorbankan sektor-sektor penting, termasuk pendidikan dan sektor lain yang vital bagi kesejahteraan masyarakat. 

Bahkan, pemangkasan ini telah memicu PHK massal dan dikhawatirkan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Kutipan yang menyoroti dampak pemangkasan anggaran:

“Pemangkasan anggaran yang terkesan serampangan membuat sejumlah K/L merasa dikorbankan, sulit menjalankan program dan misi lembaganya. Bahkan, sektor pendidikan yang sangat vital ikut jadi korban.”

“Parahnya lagi, pemangkasan anggaran atas nama efisiensi ini telah memicu PHK massal di banyak sektor dan bisa berdampak ke pertumbuhan ekonomi.”

c. Mewaspadai potensi konflik kepentingan dan intervensi politik.

Tajuk rencana juga mengangkat isu mengenai struktur pengurus Danantara yang dianggap berpotensi sarat kepentingan politik. 

Sejumlah nama yang muncul dalam struktur kepemimpinan Danantara berasal dari mantan tim kampanye Prabowo dan mantan penguasa. 

Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa Danantara tidak akan sepenuhnya bebas dari konflik kepentingan dan intervensi politik.

Kutipan yang memperkuat kekhawatiran ini:

“Sebagian lain mempertanyakan munculnya sejumlah nama di jajaran struktur pengurus, yang diasosiasikan dengan kepentingan politik tertentu, mengingat mereka mantan tim kampanye Prabowo.”

“Belum lagi nama-nama para mantan penguasa yang memunculkan kekhawatiran Danantara tak akan bebas dari konflik kepentingan dan potensi intervensi politik.”

Tajuk rencana ini mengingatkan bahwa tanpa pengawasan ketat, BPI Danantara bisa dijadikan kendaraan politik dan bukan instrumen pembangunan ekonomi yang profesional.

d. Mengangkat potensi korupsi besar seperti skandal 1MDB.

Salah satu kekhawatiran terbesar yang diangkat dalam tajuk rencana ini adalah kemungkinan BPI Danantara mengalami korupsi dalam skala besar, seperti yang terjadi dalam skandal 1MDB di Malaysia. 

Skandal tersebut melibatkan miliaran dolar AS dan melibatkan tokoh politik serta elite internasional.

Kutipan yang menyoroti potensi skandal keuangan ini:

“Ada kekhawatiran, jika tak hati-hati, Danantara bisa mengulang kasus 1Malaysia Development Berhad (1MDB) dengan megaskandal korupsi dan keuangan terbesar abad ini—mencapai miliaran dollar AS, melibatkan tokoh politik terkemuka dan aktor elite internasional.”

Kekhawatiran ini diperkuat dengan trauma publik terhadap megaskandal korupsi di Indonesia yang jumlahnya tidak hanya mencapai miliaran atau ratusan miliar, tetapi triliunan hingga ribuan triliun rupiah.

“Publik di Tanah Air masih trauma dengan megaskandal beruntun belakangan ini, yang skalanya tak lagi miliaran atau ratusan miliar, tetapi triliunan, bahkan ribuan triliun rupiah.”

e. Mengkritik lemahnya pengawasan terhadap Danantara.

Tajuk rencana ini menyoroti kekhawatiran terhadap mekanisme pengawasan Danantara, terutama karena tidak berada di bawah pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), melainkan hanya diaudit oleh akuntan publik. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitasnya.

Kutipan yang menyoroti masalah pengawasan:

“Kekhawatiran Danantara bisa menjadi ladang korupsi baru juga dikaitkan dengan UU BUMN yang membuat Danantara tidak menjadi obyek pemeriksaan BPK, tetapi oleh akuntan publik.”

“Sejauh mana audit itu akan kredibel, obyektif, dan transparan? Sementara, di dalamnya ada dana APBN.”

Dengan demikian, tajuk rencana ini menekankan pentingnya mekanisme pengawasan yang kuat agar Danantara tidak menjadi instrumen penyimpangan keuangan yang menguntungkan segelintir elite.

f. Menyerukan keterlibatan publik dalam mengawal Danantara.

Sebagai bagian dari solusi, tajuk rencana ini mengajak seluruh pihak untuk mengawal Danantara agar tujuan awal pendiriannya benar-benar tercapai dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

Kutipan yang menegaskan ajakan ini:

“Sukses Danantara bukan hanya tergantung strategi pengelolaan portofolio dan investasi, profesionalisme dan integritas pengurusnya, melainkan juga mekanisme pengawasan yang kuat.”

“Semua pihak perlu ikut mengawal agar Danantara bisa mencapai tujuan dari didirikannya dan keberadaannya mampu memberikan manfaat jangka panjang terbesar bagi rakyat, bangsa, dan negara ini.”

8. Simpulan

Dalam kajian pragmatik, maksud merupakan inti dari komunikasi yang memungkinkan bahasa digunakan tidak hanya sebagai alat penyampaian informasi, tetapi juga sebagai sarana interaksi sosial yang dinamis. 

Sepanjang pembahasan ini, telah dijelaskan bahwa maksud dalam komunikasi dapat dipahami melalui tiga perspektif utama: maksud sebagai tujuan tutur, maksud sebagai tindakan, dan maksud sebagai makna tersembunyi atau makna kontekstual.

Sebagai tujuan tutur, maksud berfungsi sebagai inisiator komunikasi. Setiap tuturan yang dihasilkan oleh penutur selalu memiliki maksud tertentu yang ingin dicapai, baik itu untuk memberi informasi, memengaruhi mitra tutur, mengajak, memohon, atau bahkan mengancam. 

Maksud ini menentukan bagaimana tuturan dikodekan dalam bahasa, yang kemudian disampaikan kepada mitra tutur untuk diinterpretasikan.

Sebagai tindakan, maksud tidak hanya berada dalam ranah konsep atau niat, tetapi juga terwujud dalam bentuk tindak tutur yang dilakukan oleh penutur. 

Tuturan dapat bertindak sebagai perintah, permintaan, janji, ancaman, atau bentuk komunikasi lainnya yang memiliki konsekuensi sosial. 

Dengan kata lain, dalam setiap interaksi verbal, seseorang tidak hanya berbicara, tetapi juga melakukan sesuatu melalui tuturan yang diucapkannya.

Sebagai makna kontekstual, maksud adalah makna yang muncul dari penggunaan bahasa dalam situasi tertentu. 

Satu tuturan yang sama bisa memiliki maksud yang berbeda tergantung pada konteks sosial, relasi antara penutur dan mitra tutur, serta situasi komunikasi. 

Maksud sering kali tersirat dan memerlukan pemahaman konteks agar dapat diinterpretasikan dengan tepat.

Selain itu, dalam wacana yang lebih kompleks, maksud dapat dibedakan menjadi maksud utama dan maksud antara. 

Maksud utama merupakan gagasan inti yang ingin disampaikan oleh penutur atau penulis dalam suatu teks atau percakapan. 

Sementara itu, maksud antara adalah bagian-bagian kecil yang membangun dan memperjelas maksud utama tersebut. 

Dalam pidato politik, ceramah, atau artikel media, maksud antara sering kali disusun dalam bentuk argumentasi, ilustrasi, atau contoh untuk memperkuat pesan utama yang ingin disampaikan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:

  1. Maksud merupakan unsur luar tuturan, artinya maksud tidak selalu tampak dalam struktur bahasa secara eksplisit, tetapi bergantung pada konteks dan interpretasi mitra tutur.
  2. Maksud bersifat subjektif, karena dapat bervariasi tergantung pada niat penutur dan bagaimana mitra tutur menafsirkannya.
  3. Maksud menjadi titik tolak komunikasi, sebab komunikasi tidak terjadi tanpa adanya maksud tertentu yang ingin disampaikan oleh penutur.
  4. Maksud adalah sesuatu yang dikejar mitra tutur untuk dipahami, karena tanpa memahami maksud, komunikasi bisa menjadi ambigu atau bahkan gagal.
  5. Maksud berada di balik tuturan, yang berarti satu tuturan dapat memiliki maksud yang berbeda tergantung pada situasi dan hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur.
  6. Maksud terikat konteks, sehingga pemahaman terhadap konteks sangat penting dalam menentukan interpretasi yang tepat terhadap suatu tuturan.

Dengan memahami bagaimana maksud bekerja dalam komunikasi, baik dalam percakapan sehari-hari maupun dalam wacana yang lebih kompleks, kita dapat lebih efektif dalam menyampaikan pesan dan menghindari kesalahpahaman. 

Pragmatik, sebagai kajian tentang penggunaan bahasa dalam konteks sosial, memberikan wawasan yang mendalam tentang bagaimana maksud tidak hanya menjadi bagian dari tuturan, tetapi juga menjadi kekuatan utama yang menggerakkan komunikasi itu sendiri. 

Penulis: Sony Christian Sudarsono | Editor: Benedikta Haryanti | Gambar: Freepik

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *