
Kata sintaksis dalam bahasa Indonesia merupakan padanan untuk kata syntax dalam bahasa Inggris. Adapun kata syntax sendiri berasal dari kata syntaxe dalam bahasa Perancis yang berakar dari kata suntaxis dalam bahasa Yunani. Kata suntaxis dapat diuraikan menjadi sun– yang berarti ‘bersama’ dan tassein yang berarti ‘menyusun’. Berdasarkan penelusuran etimologis tersebut, sintaksis dapat diartikan sebagai tata cara menyusun sesuatu menjadi suatu hal baru yang lebih besar. Sesuatu yang dimaksud adalah kata dan hal baru yang lebih besar adalah frasa, klausa, dan kalimat.
Kamus Linguistik (Kridalaksana, 2008: 223) mengartikan sintaksis sebagai pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar, atau antara satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa. Dalam hal ini satuan yang paling kecil adalah kata. Dijelaskan pula bahwa sintaksis merupakan bagian dari gramatika bersama dengan morfologi. Sintaksis merupakan cabang linguistik yang mempelajari pengaturan dan hubungan seperti yang dijelaskan di atas.
Dengan demikian, sintaksis adalah cabang linguistik yang mempelajari penggabungan atau penataan satuan-satuan gramatikal berupa kata untuk membentuk satuan gramatikal yang lebih besar, yaitu frasa, klausa, dan kalimat (Wijana, 2008: 46). Parker (1986: 47) menyebut sintaksis sebagai studi tentang arsitektur frasa, klausa, dan kalimat, yaitu tentang cara ketiganya dikonstruksi.
Objek Kajian Sintaksis
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, objek kajian sintaksis adalah frasa, klausa, dan kalimat. Ketiganya merupakan satuan gramatikal di atas kata dan di bawah paragraf serta wacana. Perhatikan gambar bagan satuan-satuan kebahasaan berikut ini.
Perhatikan pula contoh-contoh berikut.
(1) rumah besar
(2) sedang makan
(3) ketika matahari terbit
(4) Joni sedang menggambar wajah Dina
(5) Joni sedang menggambar wajah Dina.
(6) Ketika matahari terbit, Joni menggambar wajah Dina.
Contoh (1) dan (2) merupakan frasa. Contoh (3) dan (4) merupakan klausa. Sementara itu, contoh (5) dan (6) merupakan kalimat. Berikut dipaparkan penjelasan singkat tentang ketiganya.
Frasa
Frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi dalam kalimat. Yang dimaksud tidak melebihi batas fungsi adalah frasa hanya menduduki satu fungsi dalam kalimat, entah itu subjek, predikat, objek, pelengkap, atau keterangan. Frasa disebut juga sebagai gabungan kata yang tidak bersifat predikatif. Artinya, tidak ada salah satu atau lebih dari bagian frasa yang mengisi fungsi predikat.
Frasa dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan distribusi unsur-unsurnya, yaitu (a) frasa endosentrik dan (b) frasa eksosentrik. Frasa endosentrik adalah frasa yang berdistribusi paralel dengan salah satu atau semua unsur-unsurnya. Sementara itu, frasa eksosentrik adalah frasa yang berdistribusi komplementer dengan semua unsurnya.
Frasa berdistribusi paralel berarti frasa tersebut memiliki fungsi yang sama dengan salah satu atau semua unsur-unsurnya. Misalnya, dalam kalimat Budi dan Doni sering bermain di kebun terdapat tiga frasa, yaitu Budi dan Doni, sering bermain, dan di kebun. Frasa Budi dan Doni berdistribusi paralel karena memiliki fungsi yang sama dengan semua unsur-unsurnya sehingga setiap unsur tersebut, yaitu Budi dan Doni, dapat menggantikan satu kesatuan frasa untuk mengisi fungsi sintaksis dalam kalimat seperti tampak dalam contoh (7)—(9) berikut.
(7) Budi dan Doni sering bermain di kebun.
(8) Budi sering bermain di kebun.
(9) Doni sering bermain di kebun.
Sementara itu, frasa sering bermain juga berdistribusi paralel. Bedanya, dalam frasa tersebut hanya ada satu unsur yang memiliki fungsi yang sama dengan satu kesatuan frasa, yaitu bermain. Oleh karena itu, unsur bermain dapat menggantikan satu kesatuan frasa sedang bermain untuk mengisi salah satu fungsi sintaksis dalam kalimat seperti tampak dalam contoh (10) berikut.
(10) Budi dan Dito bermain di kebun.
Sementara itu, frasa di kebun berdistribusi komplementer yang berarti frasa tersebut memiliki perilaku sintaksis yang tidak sama dengan semua unsur-unsurnya. Kedua unsur tersebut saling melengkapi. Hal itu terbukti ketika salah satu unsur dihilangkan, kalimat menjadi tidak gramatikal seperti tampak pada contoh (11) dan (12) berikut.
(11) *Budi dan Doni sering bermain di.
(12) *Budi dan Doni sering bermain kebun.
Klausa
Klausa adalah satuan gramatikal yang bersifat predikatif. Satuan lingual ini melibatkan predikat sebagai unsur intinya. Artinya ada unsur dalam satuan gramatikal tersebut yang mengisi fungsi predikat. Oleh karena itu, klausa sekurang-kurangnya terdiri atas dua kata yang mengandung hubungan fungsional subjek-predikat dan secara fakultatif dapat diperluas dengan beberapa fungsi yang lain seperti objek dan keterangan.
Pengertian klausa sering mengalami silang pengertian dengan kalimat. Sebenarnya permasalahannya ada pada keberadaan unsur segmental dan suprasegmental. Klausa tidak mengenal unsur suprasegmental seperti intonasi. Yang lebih ditekankan pada klausa adalah unsur-unsur dasar yang bersifat segmental, sedangkan kalimat terdiri atas unsur segmental dan unsur suprasegmental.
Walaupun demikian, klausa dan kalimat memiliki hubungan yang sangat erat. Sebuah kalimat tunggal terdiri dari satu klausa dan kalimat majemuk terdiri dari dua atau lebih klausa. Oleh karena itu, secara sederhana dalam Kamus Linguistik (Kridalaksana, 2008: 110) dikatakan bahwa klausa adalah kelompok kata yang yang sekurang-kurangnya memiliki subjek dan predikat dan berpotensi sebagai kalimat. Ketika diintonasikan, klausa akan berganti status menjadi kalimat.
Berdasarkan kemandiriannya, klausa dapat dibagi menjadi dua, yaitu klausa bebas dan klausa terikat. Klausa bebas adalah klausa yang dengan tambahan intonasi final dapat menjadi kalimat lengkap. Sementara itu, klausa terikat adalah klausa yang tidak dapat berdiri sendiri menjadi sebuah kalimat lengkap. Klausa terikat harus menginduk pada klausa bebas sehingga membentuk kalimat majemuk bertingkat. Namun, klausa terikat dengan intonasi final dapat menjadi kalimat minor atau kalimat tidak lengkap.
Perhatikan contoh berikut.
(13) Andi akhirnya menyelesaikan skripsinya
(14) setelah Erda membantu mencarikan data
(15) Andi akhirnya menyelesaikan skripsinya setelah Erda membantu mencarikan data.
Kalimat (15) merupakan kalimat yang terdiri atas dua klausa, yaitu klausa (13) dan klausa (14). Klausa (13) merupakan klausa bebas karena sudah dapat berdiri sendiri sebagai sebuah kalimat dengan menambahkan intonasi akhir atau dalam ragam tulis ditambah dengan tanda titik (.). Sementara itu, klausa (14) adalah klausa terikat karena tidak dapat langsung menjadi sebuah kalimat. Klausa (14) harus menginduk pada klausa (13) sehingga membentuk kalimat (15) yang berupa kalimat majemuk bertingkat. Secara fungsional, klausa (13) disebut klausa induk dan klausa (14) disebut klausa anak.
Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan intonasi akhir yang diikuti kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan atau asimilasi bunyi atau proses fonologis lainnya.
Dalam wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), atau tanda tanya (?), atau tanda seru (!); sementara itu di dalamnya disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (─), dan spasi. Tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir, sedangkan tanda baca lainnya sepadan dengan jeda. Spasi yang mengikuti tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru melambangkan kesenyapan.
Perhatikan contoh-contoh berikut
(16) Ibu.
(17) Ibu pergi ke pasar.
(18) Ibu pergi ke pasar ketika ayah mandi.
Kalimat (16) merupakan satuan gramatikal yang berintonasi final yang ditandai dengan tanda titik di akhir kalimat. Namun, kalimat (16) tidak dapat diuraikan sebagaimana sebuah klausa karena tidak memiliki unsur subjek dan predikat. Kalimat seperti ini disebut kalimat tidak berklausa (yang akan dibahas pada bab berikutnya).
Kalimat (16) merupakan kalimat yang terdiri atas satu klausa. Sementara itu, kalimat (17) dibentuk dari unsur segmental berupa klausa ibu pergi ke pasar dan unsur suprasegmental berupa intonasi final yang dalam contoh (17) ditandai dengan tanda titik.
Kalimat (18) merupakan kalimat yang terdiri atas dua klausa, yaitu klausa ibu pergi ke pasar dan klausa ketika ayah mandi. Jadi, kalimat (18) dibentuk dari kedua klausa tersebut ditambah intonasi final yang ditandai dengan tanda titik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa klausa merupakan unsur langsung pembentuk kalimat. Klausa ditambah dengan unsur suprasegmental berupa intonasi dan lagu akhir akan menjadi kalimat (berklausa). Sementara itu, satuan gramatikal di bawah klausa, seperti kata dan frasa dapat menjadi sebuah kalimat tidak berklausa jika ditambah dengan unsur suprasegmental berupa intonasi final.
Kalimat dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yang lain. Berdasarkan jumlah klausanya, kalimat dibedakan menjadi kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat majemuk sendiri masih dapat dibedakan menjadi kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat deklaratif,kalimat interogatif, kalimat imperatif, dan kalimat eksklamatif. Jenis-jenis kalimat yang lain dibahas pada bab-bab berikutnya.
Posisi Sintaksis dalam Linguistik
Posisi sintaksis dalam linguistik dapat dilihat dari dua gambar berikut ini.
Berdasarkan gambar di atas, sintaksis merupakan bagian dari mikrolinguistik atau cabang utama linguistik yang mengkaji struktur internal bahasa. Dalam mikrolinguistik tersebut, sintaksis bersama dengan morfologi merupakan bagian dari gramatika. Berdasarkan posisinya dalam mengkaji satuan-satuan gramatikal, sintaksis berada di atas morfologi dan di bawah analisis wacana (formal).
Baca juga: Cabang-Cabang Linguistik
Analisis Sintaksis
Dalam analisis sintaksis dikenal tiga cara menganalisis objek kajiannya, yaitu fungsi, kategori, dan peran (Verhaar, 2012: 162; Ramlan, 2005: 80). Analisis fungsi sintaksis merupakan analisis struktur secara formal. Dalam frasa, fungsi meliputi unsur pokok dan pewatas atau atribut. Dalam klausa dan kalimat tunggal, fungsi meliputi subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Sementara itu, dalam kalimat majemuk, fungsi meliputi klausa induk atau klausa utama dan klausa anak atau klausa bawahan.
Analisis kategori merupakan analisis sintaksis berdasarkan kelas kata unsur-unsur objek kajiannya. Dalam bahasa Indonesia dikenal tiga belas kelas kata, yaitu verba, nomina, adjektiva, adverbia, pronomina, demonstrativa, interogativa, numeralia, preposisi, konjungsi, artikula, interjeksi, dan kategori fatis.
Analisis peran merupakan analisis sintaksis berdasarkan makna setiap fungsi. Peran merupakan hubungan makna antara predikat dengan fungsi-fungsi yang mendampinginya. Peran dalam analisis sintaksis meliputi pelaku, sasaran, hasil, alat, dll.
Misalnya, kalimat Kucing itu sering mengambil makanan di meja makan dapat dianalisis seperti gambar berikut.
Analisis | Kucing itu | sering mengambil | makanan | di meja makan |
Fungsi | Subjek | Predikat | Objek | Keterangan |
Kategori | Frasa Nomina | Frasa Verba | Nomina | Frasa Preposisional |
Peran | Pelaku | Tindakan | Sasaran | Tempat |
Tujuan, Hasil, dan Manfaat Sintaksis
Tujuan sintaksis adalah mendeskripsikan pembentukan frasa, klausa, dan kalimat dalam sebuah bahasa. Hasil kajian tersebut berupa perian keteraturan tentang struktur frasa, klausa, dan kalimat dalam suatu bahasa, baik struktur fungsi, struktur kategori, maupun struktur peran.
Hasil tersebut dapat dimanfaatkan sebagai acuan untuk menyusun tata bahasa atau kaidah kebahasaan pada tataran frasa dan kalimat suatu bahasa (Parera, 2009: 7—8). Tata bahasa tersebut dapat digunakan sebagai acuan para penutur bahasa, baik penutur jati maupun penutur asing untuk berkomunikasi secara verbal.
Selain itu, tata bahasa juga dimanfaatkan oleh para pekerja yang profesinya dekat dengan dunia kebahasaan seperti editor, penulis, wartawan, dan pembelajar bahasa sebagai pedoman mereka dalam menjalankan tugasnya.
Penulis: Sony Christian Sudarsono | Editor: Benedikta Haryanti | Gambar: Freepik