Kelas kata dalam bahasa Indonesia adalah salah satu konsep penting yang membentuk struktur bahasa. Memahami kelas kata akan memudahkan kita dalam memahami tata bahasa dan memperluas kosa kata kita. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam tentang apa itu kelas kata, bagaimana mengidentifikasinya, dan memberikan contoh penggunaan yang jelas.
Para filsuf bahasa sempat memikirkan bahwa kata itu memiliki perilaku yang berbeda-beda. Perbedaan perilaku itulah yang membuat kata yang satu memiliki peran yang berbeda dengan kata yang lain. Berdasarkan perilaku-perilaku tersebut, kata dibagi menjadi beberapa kelas kata.
Baca juga: Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia
Misalnya, kata makan memiliki perilaku yang mirip dengan kata bermain sehingga kata makan dapat menggantikan bermain dalam pola kalimat berikut.
(1) Kakak sedang bermain.
(2) Kakak sedang makan.
Sementara itu, kata kakak memiliki perilaku yang berbeda dengan kata panjang sehingga kata panjang tidak dapat menggantikan kakak dalam kalimat di atas.
(3) *Panjang sedang bermain.
Secara garis besar, kelas kata dalam bahasa Indonesia dibedakan menjadi dua kategori, yaitu kata penuh dan kata tugas. Kata penuh adalah kata yang memiliki makna leksikal. Kata penuh meliputi (a) verba, (b) adjektiva, (c) nomina, (d) adverbia, (e) numeralia, (f) pronomina, (g) interogativa, dan (h) demonstrativa. Sementara itu, kata tugas adalah kata yang memiliki makna gramatikal. Kata tugas meliputi (i) preposisi, (j) konjungsi, (k) artikula, (l) interjeksi, dan (m) kategori fatis.
1. Verba
Verba atau sering disebut juga kata kerja adalah kelas kata yang menyatakan makna perbuatan, proses, atau keadaan yang tidak berupa sifat dan kualitas. Kelas kata ini dapat langsung mengisi fungsi predikat dalam kalimat. Verba dalam bahasa Indonesia tidak dapat dilekati awalan ter- yang berarti ‘paling’. Verba bahasa Indonesia juga tidak dapat dinegasikan dengan kata bukan. Adapun, verba merupakan kelas kata dalam bahasa Indonesia yang paling penting.
Jenis Verba secara Semantis
Berdasarkan perilaku semantisnya, verba dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (a) verba perbuatan, (b) verba proses, dan (c) verba keadaan. Verba perbuatan menjadi jawaban dari pertanyaan Apa yang dilakukan oleh subjek? seperti makan, bekerja, dan mengirim.
Adapun, verba proses menjadi jawaban dari Apa yang terjadi dengan subjek? seperti membeku, menguning, dan jatuh. Sementara itu, verba keadaan menjadi jawaban dari Apa/bagaimana keadaan subjek? seperti suka, hidup, dan percaya.
Jenis Verba secara Sintaksis
Berdasarkan perilaku sintaksisnya, verba dapat dibedakan berdasarkan (a) banyaknya argumen, (b) hubungan verba dengan nomina, (c) interaksi antara nomina pendampingnya, (d) referensi argumennya, dan (e) hubungan identifikasi antara argumen-argumennya.
Sebuah kalimat dapat diandaikan seperti sebuah struktur yang terdiri atas beberapa komponen. Selanjutnya komponen itu kita sebut konstituen. Konstituen pusat disebut predikat. Predikat disertai oleh konstituen wajib dan konstituen tidak wajib. Konstituen wajib disebut argumen, sedangkan konstituen tidak wajib disebut periferal.
Verba Transitif dan Intransitif
Berdasarkan banyaknya argumen, verba dapat dibedakan menjadi (a) verba transitif dan (b) verba intransitif. Adapun, verba transitif adalah verba yang memerlukan nomina sebagai objek dalam kalimat aktif (dan objek tersebut dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif).
Verba transitif dapat dibagi menjadi (i) verba transitif takberpelengkap, (ii) verba transitif berpelengkap wajib, dan (iii) verba semitransitif. Verba transitif takberpelengkap adalah verba transitif yang diikuti objek seperti mencium, memeluk, dan menyentuh. Sementara itu, verba transitif berpelengkap adalah verba transitif yang diikuti dua nomina, yang satu sebagai objek dan yang lain sebagai pelengkap seperti mengajari, membelikan, dan mengirimi. Adapun, verba semitransitif adalah verba yang objeknya boleh ada dan boleh tidak ada seperti makan dan minum.
Verba intransitif adalah verba yang tidak memerlukan objek. Ada tiga jenis verba intransitif, yaitu (a) intransitif tidak berpelengkap, (b) verba intransitif berpelengkap wajib, dan (c) verba intransitif berpelengkap manasuka. Pertama, verba intransitif tidak berpelengkap tidak membutuhkan argumen di belakangnya sebagai pelengkap seperti duduk, mandi, dan tidur. Kedua, verba intransitif berpelengkap wajib membutuhkan argumen di belakangnya sebagai pelengkap seperti bersenjatakan, berasaskan, dan menjadi. Pelengkapnya bisa berupa nomina dan juga bukan nomina. Ketiga, verba intransitif berpelengkap manasuka bisa diikuti argumen berupa pelengkap maupun tidak diikuti argumen seperti berlatih dan belajar.
Verba Aktif, Pasif, Ergatif, dan Antipasif
Berdasarkan hubungannya dengan nomina, verba dapat dibagi menjadi (a) verba aktif, (b) verba pasif, (c) verba ergatif, dan (d) verba antipasif. Pertama, verba aktif menghadirkan argumen subjek yang berperan sebagai pelaku.
Kedua, verba pasif menghadirkan argumen subjek yang berperan sebagai sasaran atau hasil seperti ditendang, dibangun, dan ditulis.
Ketiga, verba ergatif adalah verba pasif yang tidak dapat menjadi verba aktif seperti kecurian, tergelincir, dan tembus. Keempat, verba antipasif adalah verba aktif yang tidak dapat menjadi verba pasif seperti haus akan, benci terhadap, dan cinta pada.
Verba Resiprokal dan Refleksif
Berdasarkan interaksi antarnominanya, verba dapat dibagi menjadi verba resiprokal dan verba nonresiprokal. Verba resiprokal adalah verba yang kedua nomina argumennya memiliki hubungan berbalasan seperti berkelahi, bersentuhan, dan tolong-menolong. Sebaliknya, verba nonresiprokal tidak demikian.
Berdasarkan referensi argumennya, verba dapat dibedakan menjadi verba refleksif dan verba nonrefleksif. Verba refleksif adalah verba yang argumennya memiliki referen yang sama. Maksudnya verba ini ditujukan kepada subjek seperti becermin, bercukur, dan melarikan diri. Sebaliknya, verba nonrefleksif tidak demikian.
Berdasarkan hubungan identifikasi antara argumen-argumennya, verba dibedakan menjadi verba kopulatif dan verba ekuatif. Verba kopulatif adalah verba memiliki potensi untuk dihilangkan tanpa mengubah konstruksi predikatif seperti adalah, ialah, dan merupakan. Sementara itu, verba ekuatif adalah verba yang mengungkapkan ciri salah satu argumennya seperti menjadi, terdiri atas, dan berasaskan.
Baca juga: Verba dalam Bahasa Indonesia
2. Nomina
Nomina (kata benda) adalah kelas kata yang mengacu pada manusia, hewan, tumbuhan, benda, dan konsep. Adapun nomina merupakan kelas kata yang dapat langsung mengisi fungsi subjek dan objek dalam kalimat yang predikatnya berupa verba. Nomina dapat dinegasikan dengan kata bukan dan tidak dapat dinegasikan dengan kata tidak. Seperti halnya verba, nomina juga merupakan kelas kata dalam bahasa Indonesia yang sangat penting.
Nomina secara semantis dapat dibedakan menjadi beberapa kategori. Ada nomina bernyawa dan tidak bernyawa. Ada nomina terbilang dan tidak terbilang.
Nomina bernyawa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu nomina insan/persona dan nomina bukan insan (flora dan fauna). Nomina insan dapat disubtitusi dengan kata ganti dia/ia dan mereka dan dapat didahului partikel si. Sementara itu, nomina flora dan fauna tidak demikian kecuali dipersonifikasikan. Nomina insan meliputi nama diri, nama kekerabatan, nomina yang menyatakan orang atau yang diperlakukan seperti orang, dan nama tak bernyawa yang dipersonifikasikan. Adapun nomina tak bernyawa meliputi benda, konsep/pengertian, nama lembaga, nama geografis, nama waktu, dan nama bahasa.
Nomina terbilang ialah nomina yang dapat dihitung dan dapat didampingi numeralia seperti orang, siswa, dan kucing. Sementara itu, nomina tak terbilang ialah nomina yang tidak dapat didampingi oleh numeralia. Nomina tak terbilang harus menggunakan satuan untuk menghitungnya seperti air, udara, dan kebersihan, serta nama diri.
Secara sintaksis, nomina pada tataran frasa umumnya menduduki fungsi unsur pusat dan bisa juga menjadi atribut bagi nomina lain. Nomina pada tataran kalimat umumnya menduduki fungsi subjek, objek, dan pelengkap. Nomina juga bisa mengisi fungsi predikat dalam kalimat nominal.
Baca juga: Nomina dalam Bahasa Indonesia
3. Adjektiva
Adjektiva (kata keadaan) adalah kelas kata yang menyatakan keadaan yang berupa sifat atau kualitas. Fungsi utama adjektiva adalah atributif atau mampu menjadi pewatas nomina tanpa harus disisipi kata yang. Sebagian besar adjektiva dapat diimbuhi awalan ter– yang berarti ‘paling’ dan dapat menyatakan tingkat kualitas dengan menambahkan kata sangat, lebih, dan paling.
Secara semantis, adjektiva dapat digolongkan menjadi dua tipe pokok, yaitu adjektiva bertaraf dan adjektiva tidak bertaraf. Perbedaan antara kedua tipe tersebut terletak pada mungkin tidaknya adjektiva itu menyatakan berbagai tingkat kualitas. Adapun adjektiva bertaraf dapat diwatasi dengan adverbia kualitas dan perbandingan seperti agak, sangat, lebih, dan paling.
Adjektiva Bertaraf dan Takbertaraf
Adjektiva bertaraf dapat dibagi menjadi adjektiva pemeri sifat, ukuran, warna, waktu, jarak, sikap batin, dan cerapan. Pertama, adjektiva pemeri sifat dapat memerikan kualitas dan intensitas yang bercorak fisik dan mental seperti baik, jahat, dan buruk. Kedua, adjektiva ukuran mengacu pada kualitas yang dapat diukur dengan takaran yang sifatnya kuantitatif seperti besar, panjang, dan luas. Ketiga, adjektiva warna mengacu ke berbagai warna seperti merah, kuning, dan hijau. Keempat, adjektiva waktu mengacu pada masa proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung sebagai pewatas seperti lama, cepat, dan singkat. Kelima, adjektiva jarak mengacu pada ruang antara dua benda, tempat, atau maujud sebagai pewatas nomina seperti jauh dan dekat. Keenam, adjektiva sikap batin bertalian dengan pengacuan susana hati atau perasaan seperti bahagia, sedih, dan bangga. Ketujuh, adjektiva cerapan berkaitan dengan pancaindra seperti halus, bising, dan wangi.
Baca juga: Pertarafan dan Perbandingan Adjektiva Bahasa Indonesia
Adjektiva tak bertaraf menempatkan acuan nomina yang diwatasinya di dalam kelompok atau golongan tertentu. Oleh karena itu, adjektiva jenis ini disebut sebagai adjektiva dengan tingkat kualitas yang mutlak seperti abadi, kekal, dan buntu.
Fungsi Adjektiva: Atributif, Predikatif, dan Adverbial
Secara sintaksis, adjektiva memiliki fungsi utama atributif. Adjektiva menjadi pewatas dalam frasa nominal tanpa harus disisipi kata yang seperti kata baru dan besar dalam baju baru dan rumah besar. Selain itu, adjektiva juga berfungsi predikatif seperti halnya verba. Perbedaannya dengan verba, subjek dalam kalimat yang predikatnya berupa adjektiva merupakan nomina yang definit, sedangkan yang predikatnya berupa verba tidak harus demikian.
Adjektiva juga berfungsi adverbial atau keterangan. Artinya, adjektiva bisa menjadi pewatas bagi verba yang mengisi fungsi predikat seperti kata kencang dan terang dalam berlari kencang dan bersinar terang.
Baca juga: Adjektiva dalam Bahasa Indonesia: Pengertian, Jenis, Fungsi, dan Bentuk
4. Adverbia
Adverbia (kata keterangan) pada tataran frasa adalah kelas kata yang berfungsi menjelaskan verba, adjektiva, dan adverbia lain. Sementara itu, adverbia dalam tataran kalimat adalah kelas kata yang menerangkan fungsi-fungsi sintaksis dalam kalimat.
Jenis Adverbia
Secara semantis, adverbia dibedakan menjadi (a) adverbia aspek, (b) adverbia modalitas, (c) adverbia kuantitas, (d) adverbia kualitas, adverbia perbandingan, adverbia limitatif, adverbia negasi, adverbia eksistensial dan adverbia waktu. Berikut penjelasannya.
Adverbia aspek menerangkan apakah sesuatu yang diwatasinya sedang berlangsung, telah berlangsung, atau akan berlangsung. Misalnya, sedang, lagi, masih, sudah, telah, dan akan.
Adverbia modalitas menyatakan sikap atau suasana pembicara tentang sesuatu yang diwatasinya. Modalitas yang dimaksud bisa menyatakan kemungkinan, harapan, keinginan, kemauan, keharusan, dan izin, dan keniscayaan. Misalnya, mungkin, bisa, dapat, semoga, ingin, mau, harus, boleh, jangan, dan pasti.
Adverbia kuantitas menyatakan frekuensi sesuatu yang diwatasinya. Misalnya, kadang, sering, kerap, kembali, terus, dan lagi.
Adverbia kualitas menjelaskan sifat sesuatu yang diwatasinya. Misalnya, agak, cukup, sangat, sungguh, hampir, selalu, segera, dan terlalu.
Adverbia perbandingan menunjukkan taraf atau tingkatan sesuatu yang diwatasinya. Misalnya, sama, kurang, lebih, dan paling.
Adverbia limitatif menyatakan pembatasan sesuatu yang diwatasinya. Misalnya, hanya, saja, dan sekadar.
Adverbia cara menyatakan bagaimana sesuatu yang diwatasi tersebut terjadi. Misalnya, diam-diam dan secepatnya.
Adverbia negasi menyatakan pengingkaran terhadap sesuatu yang diwatasinya. Misalnya, tidak, bukan, jangan, belum, dan enggan.
Adverbia eksistensial merupakan adverbia yang menyatakan makna keberadaan. Misalnya, adapun, alkisah, konon, dan syahdan.
Adverbia waktu menyatakan saat sesuatu yang diwatasinya. Misalnya, besok, lusa, kemarin, dan malam-malam.
Secara sintaktis, adverbia berfungsi sebagai pewatas dalam frasa verba, frasa adjektiva, dan frasa adverbia. Selain itu, adverbia juga bisa menjadi pewatas klausa yang mengisi fungsi keterangan.
5. Numeralia
Numeralia (kata bilangan) adalah kelas kata yang digunakan untuk menghitung maujud dan konsep. Ada dua jenis numeralia, yaitu numeralia pokok/kardinal dan numeralia tingkat/ordinal. Numeralia pokok menyatakan jumlah, sedangkan numeralia tingkat menyatakan urutan.
Adapun numeralia pokok dapat dibagi menjadi numeralia tentu, numeralia taktentu, numeralia kolektif, dan numeralia distributif. Numeralia tentu merujuk pada bilangan seperti satu, sepuluh, dan sejuta. Numeralia taktentu mengacu pada jumlah yang relatif seperti banyak, sedikit, semua, dan segenap. Sementara itu, numeralia kolektif menunjukkan kelompok nomina yang diwatasinya seperti kedua, ribuan, dan berjuta-juta dalam frasa kedua mahasiswa itu, ribuan demonstran, dan berjuta-juta bintang. Numeralia distributif menunjukkan cara subjek melakukan tindakan yang dinyatakan dalam predikat dan menunjukkan jumlah sesuatu yang dinyatakan dalam objek. Numeralia distributif satu per satu dalam kalimat Para murid masuk ke kelas satu per satu menunjukkan bagaimana subjek para murid melakukan tindakan masuk. Sementara itu, numeralia distributif masing-masing 100 juta dalam kalimat Cucu-cucu Eyang Karto mendapatkan warisan masing-masing 100 juta menunjukkan jumlah objek warisan.
6. Pronomina
Pronomina (kata ganti) adalah kelas kata yang dipakai untuk mengacu pada nomina lain. Berdasarkan siapa yang diacu, pronomina dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pronomina yang mengacu pada diri sendiri (orang pertama), mengacu pada orang yang diajak berbicara (orang kedua), mengacu pada orang lain atau suatu hal (orang ketiga). Berdasarkan jumlah yang diacu, pronomina dibagi menjadi dua, yaitu tunggal dan jamak.
Pronomina dalam bahasa Indonesia dapat dijabarkan dalam tabel berikut.
Persona | Tunggal | Jamak |
Pertama | aku, saya, daku, ku-, -ku | kami (eksklusif), kita (infklusif) |
Kedua | kamu, engkau, dikau, Anda, kau-, -mu, -nda | kalian |
Ketiga | dia, ia, beliau, -nya | mereka |
Dari tabel tersebut tampak bahwa ada dua bentuk pronomina, yaitu bentuk bebas dan terikat. Bentuk yang terikat disebut klitik.
Tampak pula bahwa ada variasi bentuk pronomina. Pronomina persona pertama tunggal memiliki tiga variasi, yaitu aku, saya, dan daku. Adapun pronomina persona kedua tunggal memiliki empat variasi, yaitu kamu, engkau, dikau, dan Anda. Sementara itu, pronomina persona ketiga tunggal memiliki tiga variasi, yaitu dia, ia, dan beliau. Penggunaan masing-masing variasi berdasarkan pada hal di luar bahasa, yaitu konteks, dan hal tersebut berada di luar ranah sintaksis.
Hal yang dapat dijelaskan dalam ranah sintaksis adalah perbedaan pronomina dia dan ia untuk membentuk frasa dan klausa. Pronomina ia tidak lazim digunakan untuk membentuk frasa preposisional seperti *untuk ia, *bersama ia, dan *kepada ia. Pronomina ia juga tidak lazim menggantikan nomina sebagai pengisi fungsi objek dalam klausa yang predikatnya berupa verba aktif transitif seperti *mencium ia, *memeluk ia, dan *menendang ia. Sementara itu, pronomina dia dapat digunakan dalam hal-hal tersebut.
Secara sintaktis, pada tataran klausa pronomina berfungsi sebagai pengganti nomina untuk mengisi fungsi subjek, objek, dan pelengkap serta predikat dalam kalimat nominal seperti pada kalimat Saya mencintai kamu dan Dia suka pada kami. Pada tataran frasa, pronomina berfungsi sebagai pewatas nomina yang menyatakan makna milik seperti pada sepedaku, sepatu kita, dan rumah mereka.
7. Interogativa
Interogativa (kata tanya) adalah kelas kata yang dapat dipakai sebagai pemarkah pertanyaan. Fungsi interogativa adalah menggantikan sesuatu yang ingin diketahui penutur atau mengukuhkan suatu proposisi.
Ada dua interogativa utama dalam bahasa Indonesia, yaitu apa dan mana yang kemudian dapat diturunkan menjadi siapa, mengapa, kenapa, bilamana, ke mana, di mana, dari mana, yang mana, dan bagaimana. Penjelasan tentang penggunaan interogativa tersebut dalam kalimat interogatif dapat dilihat pada pertemuan yang lain.
Interogativa juga dapat digunakan sebagai kata hubung dalam klausa relatif seperti pada kalimat Jangan melakukan apa yang dilarang agama dan Doni tidak mengetahui siapa dalang kejahatan ini. Penjelasan tentang penggunaan interogativa sebagai konjungsi dalam klausa relatif dapat dilihat dalam pertemuan yang lain.
8. Demonstrativa
Demonstrativa (kata tunjuk) adalah kelas kata yang digunakan untuk menunjuk atau menandai secara khusus orang atau benda. Ada tiga kelompok demonstrativa, yaitu penunjuk umum, penunjuk tempat, dan penunjuk ihwal.
Demonstrativa umum dalam bahasa Indonesia meliputi ini, itu, dan tersebut. Ketiganya menunjuk pada seseorang atau sesuatu. Demonstrativa tempat meliputi sini, situ, dan sana. Ketiganya dibedakan berdasarkan jarak yang ditunjuk. Ketiganya juga dapat dirangkai dengan preposisi di/ke/dari. Adapun demonstrativa ihwal meliputi begini dan begitu.
Demonstrativa umum dalam tataran frasa mewatasi nomina guna membentuk frasa nomina seperti meja ini, kursi itu, dan hal tersebut. Kehadiran demonstrativa dalam frasa-frasa tersebut membuat nomina yang diwatasinya menjadi takrif.
Pada tataran klausa, demonstrativa dapat menjadi pronomina yang menggantikan nomina seperti pada kalimat Itu adalah ayahku dan Heri membawa itu untuk Hera.
9. Preposisi
Preposisi (kata depan) adalah kelas kata yang digunakan untuk menandai hubungan makna antara konstituen yang di depan dan di belakangnya. Misalnya, preposisi di dalam klausa Bari mandi di sungai menandai hubungan makna ‘tempat’ antara verba mandi dengan nomina sungai. Sementara itu, preposisi dengan dalam klausa Rahardi menggali tanah dengan sekop menandai hubungan makna ‘alat’ antara aktivitas menggali dengan nomina sekop.
Berdasarkan hubungan makna antara konstituen di depan dan di belakangnya, secara semantis preposisi dapat menyatakan makna tempat, waktu, peruntukan, sebab, cara, kesertaan, pelaku, ihwal, dan asal bahan yang secara berturut-turut tampak dalam contoh-contoh berikut.
(4) Ardi belajar di kamar.
(5) Ibu pergi ke pasar.
(6) Basro pulang dari sekolah.
(7) Dodit sudah menunggu Lala sejak pagi.
(8) Cica berekreasi pada hari Minggu.
(9) Herman membuat roti untuk pacarnya.
(10) Jati memberikan sepedanya kepada Tika.
(11) Lukman rajin belajar karena motivasi ayahnya.
(12) Sinta tertawa lantaran tingkah Poty.
(13) Prita bisa membuat ukiran dengan gunting.
(14) Kirmo berangkat bersama Eni.
(15) Rina ditegur oleh Wulan.
(16) Kakek sering bercerita tentang masa mudanya.
(17) Tas Miki terbuat dari kulit.
(18) Kelakuan Firda mirip seperti Jeni.
Secara sintaksis, preposisi dapat diikuti nomina, adjektiva, dan adverbia sehingga membentuk frasa preposisional seperti di rumah, dengan cepat, dan dengan segera. Frasa preposisional tersebut dapat mengisi fungsi predikat, pelengkap, dan keterangan.
10. Konjungsi
Konjungsi (kata hubung) adalah kelas kata yang berfungsi menghubungkan dua satuan kebahasaan baik yang sederajat maupun tidak. Kelas kata ini dapat menghubungkan kata dengan kata, kata dengan frasa, kata dengan klausa, frasa dengan klausa, dan klausa dengan klausa. Pada tataran wacana, konjungsi menghubungkan kalimat dengan kalimat dan paragraf dengan paragraf.
Konjungsi ada yang bersifat koordinatif (setara), korelatif, subordinatif (bertingkat), dan antarkalimat.
Konjungsi koordinatif menghubungkan dua satuan secara sederajat baik dalam tataran frasa, maupun kalimat seperti pada contoh di atas.
Sementara itu, konjungsi korelatif adalah sepasang konjungsi menghubungkan dua satuan secara sederajat. Adapun posisi sepasang konjungsi ini terpisah satu dengan yang lain.
Konjungsi subordinatif menghubungkan klausa dengan klausa secara bertingkat.
Konjungsi antarkalimat menghubungkan dua kalimat.
(19) Alan dan Susi berhasil meraih medali emas.
(20) Baik Alan maupun Susi telah mengharumkan nama Indonesia.
(21) Omar menginginkan arloji dan jaket kulit.
(22) Rumah mewah dan perhiasan mahal adalah kesukaan Reni.
(23) Yosi memasak sayur asem dan Erwan menggoreng tempe.
(24) Para mahasiswa tidak hanya mengembangkan kemampuan kognitif, tetapi juga harus mengembangkan kemampuan afektif
(25) Jangankan para siswa, para guru pun kesulitan melaksanakan pembelajaran secara daring.
(26) Rida sangat senang karena dagangannya laku keras.
(27) Momo minta banyak uang ke ibunya. Kemudian, dia berbelanja di mal.
(28) Viva sangat rajin dan pintar. Selain itu, dia juga baik hati.
(29) Deni sering bermalas-malasan. Walaupun demikian, dia berhasil lulus ujian.
11. Artikula
Artikula (kata sandang) adalah kelas kata yang berfungsi untuk membatasi makna nomina. Ada tiga kelompok artikula, yaitu yang bersifat gelar, mengacu ke makna kelompok, dan yang menominalkan.
Artikula bersifat gelar meliputi sang, sri, hang dan dang seperti dalam sang juara, Sri Paus, Hang Tuah, dan Dang Merdu.
Artikula yang mengacu ke makna kelompok adalah para. Kata para menunjukkan makna ‘jamak’ bagi nomina yang diwatasinya. Nomina yang dapat diwatasi para lazimnya berkaitan dengan pekerjaan atau kedudukan seperti para guru, para mahasiswa, para pegawai, dan para menteri.
Artikula yang menominalkan meliputi si dan yang. Artikula si mengacu pada makna tunggal dan generik. Frasa si kaya dalam kalimat Aku melihat si kaya sedang menghambur-hamburkan uang di mal menyatakan makna ‘tunggal’, yaitu orang tertentu saja. Sementara itu, frasa si kaya dalam kalimat Dalam persaingan bebas semacam ini, si kayalah yang diuntungkan menyatakan makna ‘generik’, yaitu semua orang kaya.
Artikula yang mampu menominalkan adjektiva, numeralia, verba, dan klausa sehingga membentuk frasa nomina.
(30) Mikael memilih yang merah.
(31) Yang pertama adalah mencuci piring.
(32) Farhan sangat membenci yang berdasi.
(33) Yang membawa ponsel harus meninggalkan ruangan.
Keempat frasa nomina yang diawali dengan artikula yang di atas merupakan frasa nomina yang unsur nominanya dihilangkan. Keempat kalimat tersebut dapat dilengkapi menjadi kalimat-kalimat berikut.
(30a) Mikael memilih sepatu yang merah.
(31a) Tahapan yang pertama adalah mencuci piring.
(32a) Farhan sangat membenci orang yang berdasi.
(33a) Pengunjung yang membawa ponsel harus meninggalkan ruangan.
12. Interjeksi
Interjeksi (kata seru) adalah kelas kata yang mengungkapkan rasa hati pembicara sehingga disebut bersifat emotif. Secara sintaksis, interjeksi tidak memiliki hubungan dengan unsur-unsur dalam kalimat sehingga dikatakan sebagai unsur ekstrakalimat. Letaknya di awal kalimat sebagai pengungkap perasaan.
Interjeksi dapat mengungkapkan kekaguman seperti amboi dan aduhai, mengungkapkan syukur seperti syukur dan alhamdulilah, mengungkapkan harapan seperti insyaallah, mengungkapkan keheranan seperti lo dan ai, mengungkapkan kekagetan seperti astaga dan astagfirullah, mengungkapkan kekesalan seperti brengsek dan keparat, mengungkapkan kejijikan seperti cih dan bah, mengungkapkan ajakan seperti ayo dan mari, mengungkapkan simpulan atau kelegaan seperti nah, dan mengungkapkan kesedihan atau kesakitan seperti aduh.
13. Kategori Fatis
Fatis adalah kelas kata yang berfungsi untuk memulai, mempertahankan, dan mengukuhkan pembicaraan. Kategori fatis menjalankan fungsi komunikatif. Letaknya bisa di awal, tengah, dan akhir kalimat. Kategori fatis memiliki hubungan dengan salah satu unsur dalam sebuah klausa, yaitu hubungan penekanan. Ketiga hal itulah yang membedakan kategori fatis dengan interjeksi. Kategori fatis merupakan kelas kata dalam bahasa Indonesia yang unik.
Misalnya, untuk menekankan pertanyaan dipakailah partikel –kah (lihat pembahasan tentang kalimat interogatif). Untuk menekankan perintah dipakailah partikel –lah (lihat pembahasan tentang kalimat imperatif. Untuk menekankan suatu bagian digunakan partikel pun.
Ada pula jenis kategori fatis yang berupa kata dan frasa yang digunakan sebagai ucapan, seperti selamat, salam, syalom, selamat pagi, terima kasih, turut berbahagia, turut berbelasungkawa, assalamualaikum, salam sejahtera, dengan hormat, dan hormat saya. Bentuk-bentuk tersebut merupakan eksklamasi atas sebuah keadaan. Kategori fatis jenis ini merupakan bentuk pendek dari sebuah kalimat yang lengkap yang kemudian secara konvensional dipakai secara komunikatif untuk memulai, mempertahankan, dan mengukuhkan pembicaraan.
Misalnya ucapan selamat yang diberikan dari seorang penutur kepada mitra tuturnya atas sebuah keberhasilan sebenarnya dapat diungkapkan secara lengkap menjadi Anda telah selamat. Kata selamat sendiri memiliki arti ‘tercapai maksud’ atau ‘tidak gagal’.
Pentingnya Memahami Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia
Memahami kelas kata dalam bahasa Indonesia adalah langkah penting menuju penguasaan bahasa yang lebih baik. Dengan memahami peran masing-masing kelas kata, kita dapat mengomunikasikan ide dengan lebih jelas dan ekspresif. Latihan dan penggunaan kelas kata secara tepat akan membantu kita memperkaya kosa kata dan meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia secara signifikan.
Penulis: Sony Christian Sudarsono | Editor: Benedikta Haryanti | Gambar: Freepik