bahasa sebagai semiotika sosial

Konsep “bahasa sebagai semiotika sosial” dikembangkan oleh M.A.K. Halliday, seorang ahli linguistik dan sarjana di bidang linguistik sistemik fungsional. Menurut Halliday, bahasa adalah sistem makna yang dibentuk oleh konteks sosial tempat bahasa digunakan. Ini berarti penggunaan bahasa tidak hanya dipengaruhi oleh pemikiran dan niat individu pembicara, tetapi juga oleh norma dan konvensi budaya dan sosial yang mengatur komunikasi dalam suatu masyarakat tertentu.

“Bahasa sebagai semiotika sosial” adalah perspektif dalam linguistik dan semiotika yang menganggap bahasa sebagai fenomena sosial dan budaya yang membentuk dan mencerminkan pemahaman kita tentang dunia. Menurut perspektif ini, bahasa bukan hanya sarana komunikasi tetapi sistem tanda yang menyampaikan makna dan nilai dalam konteks sosial dan budaya.

Dengan kata lain, “bahasa sebagai semiotika sosial” menekankan pentingnya konteks dalam interpretasi dan penggunaan bahasa. Konsep ini mengakui bahwa bahasa bukan sistem yang tetap atau statis, tetapi dinamis dan terus berkembang yang dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya.

Terminologi “semiotika” mengacu pada studi tentang tanda dan bagaimana tanda menyampaikan makna. Dalam konteks “bahasa sebagai semiotika sosial,” tanda tidak hanya mencakup kata-kata dan tata bahasa, tetapi juga isyarat non-verbal, seperti intonasi, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh.

Jadi, konsep “bahasa sebagai semiotika sosial” menekankan dimensi sosial dan budaya bahasa dan bagaimana kedua hal itu membentuk dan dipengaruhi oleh komunikasi, identitas, kekuasaan, dan ideologi. Konsep ini mengakui bahwa bahasa adalah sistem yang kompleks dan dinamis yang mencerminkan dan memengaruhi pemahaman kita tentang dunia di sekitar kita.

Konteks: Medan (Field), Pelibat (Tenor), dan Modus (Mode)

Konsep “Bahasa sebagai Semiotika Sosial” yang dikembangkan oleh Halliday berkaitan erat dengan model konteks yang ia rumuskan, yaitu medan (field), pelibat (tenor), dan modus (mode). Ketiga aspek konteks ini membantu menentukan cara penggunaan bahasa dalam situasi sosial tertentu, dan saling berinteraksi satu sama lain untuk menciptakan makna.

Medan merujuk pada materi atau topik yang dibahas dalam situasi sosial tertentu. Aspek konteks ini penting karena membantu menentukan jenis kata dan ekspresi yang tepat digunakan dalam konteks yang diberikan. Misalnya, jika bidangnya adalah kedokteran, terminologi medis tertentu diharapkan.

Pelibat merujuk pada peran dan hubungan sosial antara peserta dalam sebuah komunikasi. Aspek konteks ini penting karena membantu menentukan tingkat formalitas atau informalitas yang tepat untuk konteks yang diberikan. Misalnya, percakapan antara teman akan lebih informal daripada percakapan antara dokter dan pasien.

Modus merujuk pada saluran atau media komunikasi yang digunakan, seperti lisan atau tulis. Aspek konteks ini penting karena membantu menentukan jenis bahasa yang tepat untuk digunakan dalam konteks yang diberikan. Misalnya, bahasa yang digunakan dalam laporan tertulis resmi akan berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam percakapan santai.

Dengan demikian, ketiga aspek konteks menurut Halliday membantu menciptakan kerangka pemahaman tentang bagaimana bahasa digunakan dalam situasi sosial tertentu. Medan, pelibat, dan modus saling berinteraksi satu sama lain untuk menentukan pilihan bahasa yang tepat untuk konteks tertentu dan membantu membentuk makna yang diciptakan melalui penggunaan bahasa.

Fungsi Bahasa: Ideasional, Interpersonal, dan Tekstual

Konsep “Bahasa sebagai Semiotika Sosial” juga erat kaitannya dengan tiga metafungsi bahasa, yaitu ideasional, interpersonal, dan tekstual. Ketiga fungsi bahasa ini membantu menjelaskan cara penggunaan bahasa dalam menciptakan makna dalam konteks yang berbeda.

Fungsi ideasional merujuk pada peran bahasa dalam menyampaikan informasi tentang dunia, termasuk pengalaman, gagasan, dan konsep. Adapun fungsi ini berkaitan dengan konten bahasa dan cara penggunaannya untuk merepresentasikan realitas. Fungsi ideasional erat kaitannya dengan konsep bahasa sebagai alat pembentuk makna dalam pendekatan “Bahasa sebagai Semiotik Sosial”.

Sementara itu, fungsi interpersonal bahasa merujuk pada perannya dalam membentuk dan memelihara hubungan sosial antara individu. Fungsi ini berkaitan dengan aspek sosial penggunaan bahasa dan erat kaitannya dengan aspek pelibat dalam konteks yang dijelaskan di atas.

Terakhir, fungsi tekstual bahasa merujuk pada perannya dalam menciptakan teks yang koheren dan padu yang dapat diinterpretasikan oleh pembaca atau pendengar. Fungsi ini berkaitan dengan struktur bahasa dan terkait dengan aspek modus dalam konteks yang juga telah dijelaskan di atas.

Tiga fungsi bahasa dalam model Halliday membantu menjelaskan bagaimana bahasa digunakan untuk menciptakan makna dalam konteks sosial dan budaya yang berbeda. Pendekatan “Bahasa sebagai Semiotik Sosial” memandang saling terkaitnya ketiga fungsi ini dan cara ketiganya bekerja bersama untuk menciptakan makna.

Transitivitas sebagai Wujud Konsep Bahasa sebagai Semiotika Sosial

Transitivitas adalah konsep penting dalam teori yang dikembangkan Halliday. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa bahasa memiliki tiga fungsi utama. Fungsi ideasional berkaitan dengan ekspresi ide dan pengalaman. Sementara itu, fungsi interpersonal berkaitan dengan ekspresi hubungan sosial dan sikap. Terakhir, fungsi tekstual berkaitan dengan organisasi bahasa menjadi teks.

Transitivitas adalah fitur kunci dari fungsi ideasional. Ini berkaitan dengan cara kita menggunakan bahasa untuk merepresentasikan tindakan dan peristiwa di dunia. Dengan kata lain, transitivitas berkaitan dengan bagaimana kita mengonstruksi pengalaman kita dan pengalaman orang lain melalui bahasa.

Transitivitas dapat dianalisis dalam tiga elemen: proses (process), partisipan (participant), dan keterangan tambahan (circumstances). Proses mengacu pada tindakan atau peristiwa yang direpresentasikan dalam klausa, seperti “berlari,” “makan,” atau “tidur.” Partisipan adalah entitas yang terlibat dalam proses, seperti agen/agent (pelaku tindakan), sasaran/goal (entitas yang dipengaruhi oleh tindakan), dan penerima/recipient (entitas yang ditujukan oleh tindakan). Keterangan tambahan adalah faktor kontekstual yang membantu menentukan proses dan partisipan, seperti waktu, lokasi, dan cara.

Transitivitas sangat berkaitan dengan fungsi ideasional karena melalui penggunaan transitivitas, kita mengonstruksi pengalaman kita tentang dunia. Dengan merepresentasikan tindakan dan peristiwa melalui bahasa, kita dapat membuat makna dari pengalaman dan membagikannya dengan orang lain. 

Selain itu, cara kita menggunakan transitivitas dapat mencerminkan sikap dan nilai kita terhadap tindakan dan peristiwa yang kita representasikan. Sebagai contoh, pilihan proses (misalnya, “berlari” vs “jalan-jalan santai”) dapat menyampaikan tingkat kegentingan atau urgensi yang berbeda.

Jadi, transitivitas dapat membantu kita memahami bagaimana bahasa digunakan untuk merepresentasikan tindakan dan peristiwa di dunia. Dengan menganalisis proses, partisipan, dan keterangan tambahan dari klausa, kita dapat memperoleh wawasan tentang bagaimana pembicara mengonstruksi makna dan mengungkapkan sikap dan nilai mereka. Pada akhirnya, analisis ini dapat membantu kita memahami fungsi ideasional dan peran bahasa dalam membentuk pengalaman kita tentang dunia.

Penulis: Sony Christian Sudarsono | Editor: Benedikta Haryanti | Gambar: UCL 

Tentang Penulis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *